Mohon tunggu...
Fajriea An Nur
Fajriea An Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UHAMKA

HARUS SELALU MEMPUNYAI MOTIVASI DALAM HIDUP!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Postmodernisme pada Film "Supernova" Karya Dewi Lestari

18 Juli 2022   19:36 Diperbarui: 18 Juli 2022   19:43 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Peristiwa dalam film tersebut terdap unsur ironi atau kejadian yang bertentangan dengan adanya harapan yang sudah menjadi suratan takdir. Yang terdapat pada kutipan sebagi berikut.

"Ketika Dedi roboh akibat stroke dan lewat seketika, akulah orang yang paling terpukul. Bagaimana mungkin seseorang yang selamat dari setruman beriburibu volt, orang yang seharusnya paling tahan goncangan dan lonjakan tegangan, serta-merta jatuh karena serangan yang kurang dari tiga puluh detik dan tak kelihatan itu? Aku pun berpikir, listrik macam apa lagi ini. Kalau memang ada jenis lain. Kalau memang ada drakula pengisap nyawa yang paling dahsyat"

Karena setiap orang memahami kematian merupakan suratan takdir yang sudah digariskan kepada manusia. Dengan cara apapun manusia tidak bisa menghindari kematian yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.

Film Supernova terdapat bentuk camp yang digambarkan melalui sifat atau kegiatan tokoh yang melakukan pengelabuhan identias (penopengan) pada dirinya untuk menciptakan sebuah pencitraan. Kutipan dalam sebuah film, yaitu:

Ketidaknyamanan ini dimulai.

"Hati ini menciut begitu melepas sandal dan memasuki ruangan bergelar-gelar tikar itu. Aku telingat satu video yang pernah diputar. Filmnya Ateng dan Iskak. Ceritanya itu dua tuyul yang tinggal di dalam televisi. Ateng pakai baju putih,

Ishak pakai baju hitam. Namun, tentu keduanya tetap dianggap "hitam" karena mereka sebangsa tuyul. Pada akhir film, riwayat mereka tamat saat siaran azan Magrib berkumandang. Ateng dan Ishak kepanasan dibakar ayat-ayat suci AlQuran, tidak kuat, lalu mati gosong. Kalau tidak salah, televisinya ikut meledak"

Camp yang digambarkan, yaitu bentuk dekorasi bangunan yang dibuat seolah-olah mengikuti bentuk ruangan bangunan lainnya. Satu hal yang mengingatkan penonton, gambaran dekorasi ruangan yang sama, yaitu ruangan yang digelar karpet hitam dan putih, tidak sama dengan gereja pada umumnya yang ada di Indonesia. Camp dilakukan oleh tokoh untuk eksistensi diri sehingga secara tidak langsung terlihat bahwa ada hal yang disembunyikan pada dirinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun