Mohon tunggu...
Sinar Fajar
Sinar Fajar Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Seorang penulis sialan yang mencari keberuntungan Visit now; http://fajhariadjie.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mata Kolam; Bioskop di Ruang Sopir

26 Juli 2017   09:09 Diperbarui: 26 Juli 2017   09:15 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia tak mengerti apa maksud film tersebut menyertakan adegan ciuman anak sekolah di tempat umum; apakah hendak mencontohkan kehidupan liberalisasi kebarat-baratan pada generasi masa kini atau sekadar menarik perhatian khalayak berhubung dunia perfilman Indonesia berada di ujung tanduk dan kalah saing dengan film-film luar negeri. Walau bagaimanapun juga, ia menyimpulkan film itu tidak layak tonton dan mengutuk lembaga sensor film yang meluluskan film yang jelas-jelas telah melanggar norma ketimuran dan agama yang diyakininya.

"Dari film tersebut sudah jelas terlihat bahwa kiamat sudah dekat dan makin dekat," gerutunya saat dipercaya menjadi pembina upacara penaikan bendera pada hari Senin. "Berciuman di tempat umum adalah perzinahan tanpa rasa malu. Dan salah satu tanda-tanda kiamat adalah kebanyakan orang sudah tak malu lagi berzinah dilihat banyak orang."

Jadilah, ceramah pembina upacara di hari Senin itu seperti khutbah shalat Jum'at. Pak guru agama juga menambahkan tentang arti kebebasan berekspresi sesungguhnya. Menurutnya bebas bukan berarti tanpa aturan, malahan seseorang harus lebih pandai mengendalikan dirinya karena orang lain juga memiliki kebebasan sendiri yang harus dihormati. Ia memberikan contoh bebas tanpa aturan seperti yang kerap terjadi di negara-negara Eropa yang justru menimbulkan kekacauan dan bentrokan. Salah satunya kasus menggambar karikatur Nabi Muhammad yang mereka anggap sebagai kebebasan berekspresi tanpa memperdulikan norma-norma yang diyakini oleh orang lain.

"Pada akhirnya kebebasan berekspresi hanyalah topeng untuk menghina dan mengolok-ngolok kepada mereka yang berseberangan paham dan pendapat," simpul guru agamaku kemudian.

 Aku membayangkan bagaimana tanggapan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film tersebut mendengar pidato guru agamaku itu. Apakah benar film tersebut bermaksud mengolok-olok sekumpulan orang konservatif seperti guru agamaku atau memang ada nuansa saingan mengingat film-film Hollywood sudah terlanjur biasa menyertakan adegan cium dalam setiap judul filmnya. Tapi mengamati raut muka guru bahasa Indonesiaku, aku dapat memperkirakan bahwa ia merasa tersinggung.

Bersamaan itu pula guru olahraga yang sepertinya juga merangkap bertugas sebagai satpam sekaligus penjaga sekolah memergoki sejumlah siswa berciuman di belakang kantin sekolah. Hal demikian menambah keprihatinan guru agama. Pada detik-detik terakhir jam pelajaran agama siang itu, guru agamaku tiba-tiba bilang bahwa atheis kapitalis lebih berbahaya daripada atheis komunis. "Atheis komunis sudah membusuk di tong sampah. Sementara atheis kapitalis kini tengah tumbuh subur. Kita berani mengkritik atheis komunis sebagai kafir. 

Tapi kita tidak seberani itu pada atheis kapitalis. Malahan kita suka meniru-nirunya bahkan merasa bangga dengan kemodernan yang merupakan hasil ciptaan mereka. Atheis kapitalis sulit diberantas karena mereka bersembunyi dibalik topeng agama, padahal mereka menganggap agama merupakan salah satu peluang yang dapat mereka gunakan untuk faktor keuntungan."

Seluruh siswa dalam ruang kelas itu ternganga memperhatikannya, tak mengerti apa yang barusan dikatakannya. Guru agama kami yang dikenal lembut dan santun tiba-tiba seperti menjelma politisi yang tengah suka ria berkampanye. Seperti halnya orasi dalam kampanye pula, tampaknya kata-katanya kali ini tidak terlalu penting untuk didengar.

Sebuah kepingan VCD bergambar perempuan telanjang yang dipeluk dari belakang oleh lelaki yang juga telanjang tiba-tiba mengalihkan perhatianku dari film remaja yang dibintangi Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra tersebut. Ketelanjangan dua manusia itu yang tampaknya sepasang kekasih hanya ditutupi selembar selimut. Film itu berjudul Original Sin. Melihat gambar VCD itu melambungankan angan-anganku pada sejumlah film porno yang sembunyi-sembunyi ditonton oleh teman-teman sekolahku. Aku tak pernah sekalipun menonton film semacam itu seperti halnya teman-temanku. 

Tapi mendengarkan cerita teman-temanku mengenai film tersebut membangkitkan rasa penasaranku. Dalam jiwaku yang masih polos nan lugu aku masih tak percaya ada sepasang manusia berjenis kelamin berbeda berani telanjang disorot kamera kemudian filmnya disebar kemana-mana untuk dilihat oleh banyak orang. Jika itu benar, mau tak mau aku mesti percaya dengan kata-kata guru agamaku tempo lalu bahwa manusia zaman sekarang sudah lagi tak memiliki rasa malu terhadap auratnya sendiri.

Aku mengambil VCD film berjudul Original Sin itu dan meminjamnya. Jantungku berdebar-debar karena merasa yakin penjaga rental itu pasti melarangku meminjam film tersebut. Jelas-jelas gambar VCD itu khusus untuk orang minimal berusia delapan belas tahun. Kalau sampai aku ditegur bahkan dibentak-bentak dengan kata-kata peringatan, hari ini akan menjadi peristiwa memalukan buat aku, kemudian aku mesti menyimpan kembali VCD film tersebut di tempatnya semula. Beruntung penjaga rental itu tak memperhatikan secara detail gambar lelaki dan perempuan telanjang itu. Ia melakukannya dengan terburu-buru; mencatat judul film yang aku pinjam, membungkus VCD tersebut, kemudian meminta KTP-ku sebagai jaminan. Gara-gara KTP itu, aku berpikir tampaknya penjaga rental itu mengira usiaku sudah tujuh belas tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun