Mohon maaf sebelumnya jika apa yang saya tulis ini tidak ada hubungannya dengan film yang biasanya saya bahas karena tulisan yang saya buat ini adalah berdasarkan  hal yang saya alami saat saya ngopi sore tadi.
Oke, saya bahas dulu latar belakang kenapa saya menuliskan pengalaman saya yang satu ini di sini.
Saya bukan orang yang percaya diri menulis dengan serius tentang sesuatu hal di media sosial saya sendiri. Kebanyakan caption atau status, atau apapun itu disebutnya, saya tulis dengan bercanda dan terkadang, saya bingung di mana wadah untuk tulisan serius saya.
Karena hanya ada media ini sebagai wadah menulis saya, dan saya tidak mau menunjukkan momen keseriusan saya di media sosial pribadi, jadi harap maklum jika sekarang apa yang saya tulis berbeda dengan apa yang telah diunggah di sini.
Berbelit-belit ya? Ya sudahlah. Mari langsung ke pembahasan.
Kakek Penjual Keripik
Sore tadi, kebetulan saya baru dapat gaji. Cieee! Karena selama lebih dari satu bulan hanya mengurung diri di rumah dan bergelut dengan laptop saja, akhirnya saya mencari suasana baru dengan pergi ke luar dan ngopi.
Saya bergegas pergi ke sebuah mini market dan membeli sebotol kopi di sana. Setelah itu, saya duduk di depan mini market tersebut, menikmati kopi, menyalakan rokok, dan menonton anime. Hehe.
Menjelang hari yang semakin gelap, seorang kakek dengan pakaian lusuh sambil membawa kantong keresek besar yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi tas selempang muncul dan rupanya, di dalamnya terdapat barang dagangannya berupa keripik talas.
Orang pertama yang dia hampiri di mini market itu adalah saya. Sambil tersenyum, dia menawarkan dagangannya namun karena saya tidak tertarik, saya menolaknya. Ia tidak menyerah dan mencoba menawarkannya pada orang lain di tempat tersebut.
Saya melihatnya menawarkan keripik pada semua orang yang ada di sana namun mereka juga tidak tertarik membelinya.
Sepintas, saya jadi teringat ibu saya karena beliau pun sampai saat ini masih berjualan keripik dan menawarkannya di sekolah tempat adik saya belajar atau ke pasar sambil berbelanja.
Saat si kakek hendak pergi, saya panggil dia dan beli dua bungkus. Sepuluh ribu rupiah untuk dua bungkus keripik talas bumbu keju.
Sambil melanjutkan tontonan anime yang tadi terhenti, saya makan keripik tersebut. Entah karena sudah lama atau bungkusnya tidak rapat, keripiknya jadi kurang renyah namun masih enak dimakan.
Pengemasannya sederhana, menggunakan plastik bening yang direkatkan dengan cara dibakar. Persis seperti yang ibu saya lakukan dulu sebelum dia beli alat untuk merekatkan bungkus plastik yang saya lupa namanya.
Entah kenapa, suasana hati saya jadi agak melow saat itu. Mungkin karena teringat sosok ibu, atau karena si penjual adalah orang lanjut usia yang sampai saat ini masih berjuang untuk melanjutkan hidupnya dengan hal yang bisa ia lakukan.
Pria yang Ditinggal Rekannya
Selang beberapa menit, seorang pria dengan perawakan masih sehat dan gagah datang dan lagi-lagi, saya yang dihampiri terlebih dahulu. "A, bisa ngobrol sebentar?" Tanyanya.
Ah, perasaan saya sudah tidak enak. Tapi saya tidak boleh suudzon dulu. Siapa tahu dia adalah agen YouTuber yang sedang melakukan social experiment dan saya tiba-tiba mendapat rejeki nomplok.
Namun, saya juga tetap waspada dengan langsung mengantongi ponsel yang saya gunakan untuk menonton anime. Takutnya mau menghipnotis.
Setelah ia duduk mendekat, saya lepas earphone yang menempel agar bisa menyimak apa yang ia akan bicarakan.
Dia berbicara panjang lebar, tapi saya akan simpulkan saja dengan ringkas semampu saya.
Menurut penuturannya, beliau dan rekan-rekannya dalam perjalanan dari Jakarta menuju Tasik menggunakan mobil dan saat melaksanakan solat ashar, dia ditinggalkan begitu saja.
Terdengar aneh bukan? Mana mungkin rekan-rekannya lupa dengan temannya sendiri. Saya pun memikirkan hal tersebut namun setelah teringat kisah istri yang ditinggalkan suaminya saat sedang mudik, prasangka itu hilang.
Saya pun tidak jadi berprasangka buruk namun dengan mengesampingkan bahwa bapak itu adalah agen YouTuber. Hehe.
Dia melanjutkan, semua barang berharganya termasuk ponsel dan seluruh uangnya, dia tinggalkan di dalam mobil tersebut.
"Kenapa tidak Bapak hubungi saja nomer Bapak sendiri?"
"Sudah, tapi sepertinya ponsel saya dimatikan oleh mereka."
Loh, tega sekali teman-temannya menjahili si bapak ini sampai-sampai mengganggu saya yang sedang asik menonton anime.
Modus kehabisan ongkos kah? Saya berpikir, dia pasti akan meminta uang untuk tambahan ongkos namun rupanya perkiraan saya salah.
Dia meminta sejumlah uang dengan jaminan tas selempangnya yang katanya bermerek. Padahal mereknya biasa saja dan kalau saya jadi dia, saya tidak mau membalikkan uang senilai 120 ribu demi membawa kembali tas yang sudah terlihat usang itu.
Saya juga dimintai nomor telepon, karena katanya, ia akan kembali lagi hari Selasa dan uang saya dikembalikan.
Entah itu benar kehabisan perbekalan atau sekadar akal-akalan, yang jelas saya tidak memiliki uang sama sekali untuk ongkos dia menuju Tasik. Untuk membayar pengamen yang menghampiri saya saja, saya beri mereka jatah rokok saya.
Karena saya sudah lelah menghadapi obrolannya dan takutnya semakin lama dia semakin bisa mempengaruhi saya dan membuat saya memberikan uang atau barang berharga yang saya punya, saya langsung sarankan dia untuk datang ke kantor polisi.
Maaf Pak Polisi, tapi hanya nama Bapak-bapak Polisi yang saat itu saya andalkan agar obrolan saya segera selesai dan bisa melanjutkan lagi menonton anime.
Benar dugaan saya, ia menolak dan berbicara sendiri tentang kebingungannya lagi. Ia terus mengeluh tentang kehabisan ongkos dan lain-lain.
Akhirnya dia pun pergi setelah saya tidak memperhatikannya lagi.
Maaf ya Pak, kalau pun Bapak benar-benar kehabisan ongkos, saya tetap tidak bisa membantu. Lalu. kalau Bapak berbohong, semoga tidak ada yang menjadi korban.
Kesimpulan
Sudah panjang lebar saya bercerita, masa tidak ada kesimpulan? Baiklah, akan saya coba simpulkan agar tulisan ini tidak sekadar catatan harian semata.
Mempertahankan hidup adalah naluri yang kuat dalam diri manusia yang mendorong mereka untuk terus berjuang meskipun menghadapi tantangan besar di depannya.
Contohnya terlihat pada kakek yang saya temui, yang walaupun usianya sudah renta, beliau tetap gigih berjualan demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan mungkin juga kebutuhan keluarganya.
Ia menghadapi kesulitan dengan segenap kemampuannya dan yang ia miliki ditambah bekal semangat yang tak pernah pudar. Untuk saya pribadi, hal itu menjadi bukti betapa tangguh keinginannya untuk bertahan.
Di sisi lain (anggap saja si Bapak yang kedua adalah penipu), terdapat pria yang gagah dan masih sehat yang memilih jalan yang salah untuk bertahan hidup.
Dengan tipu daya dan cerita-cerita sedih yang dimanipulasi, ia mencoba memperdaya orang lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Tindakannya sebenarnya juga berasal dari dorongan mempertahankan hidup, namun ditempuh dengan cara yang salah dan merugikan orang lain.
Namun bukankah lebih baik untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan empati, serta menghindari tindakan yang merugikan orang lain dalam upaya mempertahankan eksistensi kita? Wadidaw pesan moral.
"Berat sekali kesimpulannya, A"
"Loh, saya kira Bapak sudah pergi. Bapak ga mau ke kantor polisi?"
Ah sudahlah. Tulisan selanjutnya, saya akan bahas film lagi.
Terima kasih sudah membaca sampai dengan selesai. Hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H