Jika kau belum mampu memaafkan ku
Kuharap janganlah kau salahkan sajak ku
Sebab di sini potret dirimu masih bercampur padu dengan huruf-huruf yang ku coba hidupkan kembali
Diksi-diksi yang dahulu kita jadikan adiksi
Kini hanyalah kosa kata yang tak kunjung lenggang dalam keterpurukan pikiranÂ
Topik-topik yang dahulu menghangatkanÂ
Kini dinginnya serupa es batu balokan
Lewat sajak ini
Aku menggiring huruf-huruf itu keruang diskusiÂ
Menatanya satu persatu agar serupa puisi
Pun itu terjadi, tak kan dapat menggiring dirimu kembali
Kini tengah ku anyam kembali kata-kata yang rapuh
Saat kau sedang menggigil karena peluh
Dan ketika rima ini berusaha ku eja dengan lantang suara
Kau malah mengurung diri dengan kelambu di beranda
Tak ada lagi ruangan untuk kita kembali berceritaÂ
Tak kau izinkan lagi suara ku masuk ke gendang telinga barang sekata
Disana, di batas kusen tua kau menghentikan langkahku dengan segera
Saat ribuan huruf ku kemas dalam saku kemeja
Langkahku kini terhenti karena sejuta duka
Dan kau pun meminta ku tuk tidak kembali lagi menebar luka
Kutahu lebam biru ditubuh hatimu makin menganga
Tubuhmu kini serupa aku yang hampir mati kering karena diserang penyakit gila
Terkadang seharian penuh aku menanti kabarmu yang tak kunjung tiba
Sambil merajut aksara yang kurapal sebagai mantra
Mantra serupa doa yang hanya untukmu saja
Lewat sajak ini aku menolak lupa
Akan sepenggal kisah yang berlumur dosa luka nestapa
Harapan baik akan terus ku baca
Agar kau lekas sembuh dan kembali berbahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H