Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Buruh - Penyair Paruh Waktu

Jangan hempaskan, tuliskan!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Biar, Aku Pergi Sekarang

16 Mei 2024   17:50 Diperbarui: 16 September 2024   10:28 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kini ku tinggalkan dirimu bersama sisa mayones di wajah.

Saat kau tengah berusaha membohongi dunia 

dengan cerita black hole yang melemparkan mu ke atas dunia,

dan ketika kau semakin berteriak tentang pengetahuan mu akan keindahan Aurora di Alaska

Itulah saatnya para anak kecil akan memanggil mu perempuan gila.

Bukanlah itu menyakitkan mu? 

Maaf Aku harus segera pergi dengan meninggalkan kotak hitam ini di depan pintu kantor mu.

Saat kau memaksa tersenyum di depan 12 pemirsa mu yang setia.

Bukankah kepalsuan adalah kesakitan.

dan kau malah menyalahkan ku, saat molotov ku meledak di jendela kamar tidur mu.

Ohh, tunggu dulu.

Bukankah kau pernah menyuruh ku mencampur mesiu dan minyak tanah agar ledakannya sempurna.

Itu cukup merusak ketenangan sayang.

Tapi apakah dunia butuh kedamaian sayang?

Lihatlah, letupan warna-warni kembang api bertaburan di langit kelahiran mu.

Meninggalkan asap beracun dan jelaga di tubuhmu.

Dan semua orang ingin perayaan tahun baru setiap hari.

Ledakan, hamburger, daging guling membuat kita lupa pada gua gurba.

Sekarang kita tiba di episode 13.

Sebab aku membaca umur manusia hanya berjumlah 12.

Setelahnya mereka hanya memutar ulang kaset pita di hidupnya.

Beruntunglah anak-anak yang memiliki alat pemutarnya.

Jika tidak lemparkan saja mereka ke tong sampah kota.

dan biarkan mereka dicacah untuk dijadikan bahan kompos di bantar gebang sana.

Lalu diam-diam para cacing mengubah mereka jadi kotorannya,

dan di serap oleh akar-akar tanaman.

Sayang, aku ada diantaranya

Tapi zat ku membuat mereka layu dan mengering.

Tak ada mekar bunga, atau segar lalap yang dihasilkan.

Tapi kau pun pernah menghisap ku,

Sebab kini kau layu tak karuan.

Neurotoksin menjalar di jalur pipa darah mu.

Sial kau sudah keracunan sayang,

Kau telah sekarat sekarang.

Kau nyaris mati sayang.

Kau harus segera ke tabib di desa pelangi, untuk meminum air kelapa hijau toska.

Dan sesudahnya hendaklah ke Tibet sana, mencari madu dari sarang tentara lebah gila.

Cepat sayang waktu mu tak banyak

Kau harus pergi sekarang juga

dan segera bersihkan sisa mayones yang tinggal di muka.

Biar, aku yang pergi sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun