Pada titik ini, masyarakat adat merasa dipermainkan. Oleh karena itu, berdasarkan kesepakatan dengan keempat Temenggung (Kepala Adat tertinggi masyarakat Dayak) yang hadir dalam rapat diputuskan untuk menghukum adat pihak T NBK karena ketidakhadiran Kepala Wilayah I Mataso, Ir Ahmad Yani dengan besaran hukum adat “empat kale tau”. Perhitungan hukum adat “empat kale tau” adalah sebagai berikut: 1 kale tau= 6 gram emas= Rp 600.000 (1 gram emas=100.000) x 4 kale tau = Rp 2.400.000. Dengan demikian, pihak TNBK harus membayar adat kepada masyarakat adat sebesar Rp 2.400.000 atas kekecewaan yang telah dilakukan oleh pihak TNBK yang tidak menghadirkan orang-orang pembuat keputusan. Di sini, masyarakat adat merasa telah empat kali dibohongi oleh pihak TNBK dengan sanksi adat untuk “kesalahan pembohongan” adalah seperti tersebut di atas.
Karena dialog ini tidak mencapai kata sepakat, maka masyarakat adat memutuskan untuk berkabung secara adat
penyegelan pintu masuk kantor TNBK wilayah I Mataso
dengan cara menyegel kantor TNBK wilayah I Mataso dengan upacara adat memberikan “Likang” di depan pintu masuk kantor TNBK. Ada pun maknanya adalah sejak penyegelan secara adat, seluruh masyarakat adat baik Tamambaloh maupun Iban berkabung atas ketidakadilan yang mereka rasakan sampai ada niat baik dan komitment dari pihak TNBK untuk bersama masyarakat adat menyelesaikan persoalan tersebut. Sepajang belum ada kata sepakat, segel (memakai bambu dan rotan) belum bisa dibuka dan tidak diperkenankan ada aktivitas di dalam kantor tersebut.
Iklan:
Baca juga latar belakang persoalan masyarakat adat dengan TNBK di sini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H