Mohon tunggu...
Fajar Arianto
Fajar Arianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Karyawan

Menulis cerpen, bagi saya merupakan kesenangan dan dunia yang berbeda dengan aktivitas rutin saya. Selain itu, saya juga hobi bermusik dan menyenangi teknologi audio. Trima kasih sudah menyempatkan mampir ke lapak saya. Salam https://www.instagram.com/arianto.fa/?hl=id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Badak Vs Semut

6 Mei 2021   11:02 Diperbarui: 6 Mei 2021   11:02 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Fajar Arianto

“Barna! Buka pintunya, cepat!” Bentak Imron rentenir pasar menggedor-gedor pintu kontrakkan Barna.

Tak berapa lama pintu kayu bercat kusam kontrakkan Barna dibuka dari dalam.

 Barna keluar ketakutan, ia tidak berani menatap Imron yang berambut gondrong, berperawakan besar penuh tato bersama seorang temannya tak kalah mengerikan mimik mukanya, berdiri di belakang Imron.

“Maaf bang, hari ini aku belum bisa bayar sisa cicilan sekaligus bunganya.” Ujar Barna yang berbadan kecil gemetaran.

“Bulan depan baru bisa melunasi semua sisa hutang aku berikut bunga bang.” Lanjut Barna.

“Heh, lo bilang hari ini mau bayar semua sisanya. Sekarang mundur lagi. Emang elo yang ngatur?”

“Berarti udah dua kali lo minta mundur. Kalau gitu, bunganya jadi tambah empat kali lipat!” Hardik Imron semena-mena sambil menarik kaos Barna dengan kasar mendekati wajah Imron yang bermuka beringas dan bau alkohol yang menyengat.

“Kok gitu bang?”

“Diam lo! Pilih mana motor lo gue bawa atau bayar. Ngerti?”

“Jangan bang, tanpa motor ini aku engga bisa nyari duit bang,” ratap Barna semakin panik.

“Gue yang atur, dasar semut!” Ujar Imron mengitimadasi Barna.

“Bulan depan gue kemari lagi. Kalo lo masih belum bayar. Motor lo gue bawa!”

***

Keesokan paginya, dengan tatapan kosong Barna menjemput seorang ibu paruh baya yang sudah menunggu di depan sebuah mini market. Tak lama Barna yang profesinya pengemudi ojol menepikan motornya.

“Bu Nur ya?” Tanya Barna memastikan kepada calon penumpangnya.

“Iya mas, ke pasar Cibubur ya.”

Nur segera menaiki motor Barna. Belum sempat mereka berangkat, tiba-tiba dari arah belakang seorang laki-laki berbadan besar wajahnya tertutup helm, menodongkan pisau ke arah Nur dan berusaha merampas tas.

“Ahh …! Jambret! Tolong ..!” Spontan Nur teriak sekeras-karasnya.

Namun Nur, gaya emak-emak panik justru melakukan perlawanan dengan penjambret yang berusaha merampas tas dari tangannya sambil berluang kali teriak “Jambret …!”. Tarik-menarik tas terjadi. Helm penjambret itu lepas dan terjatuh akibat ditarik tangan Nur. 

Warga sekitar tak jauh dari mereka seketika menghampiri dan berusaha membantu Nur. Namun,  pejambret bergegas melarikan diri bersama temannya yang bersiap dengan motornya. Kedua pejambret gagal merampas tas karena perlawanan Nur.

***

Sebulan kemudian, Barna kembali didatangi oleh kedua retenir dan menggedor-gedor kasar pintu kontrakan Barna.

“Barna! Keluar, mana hutang lo? Lekas bayar!” Teriak Imron, kali ini sambil mengacungkan golok.

Barna pun keluar dan langsung menyodorkan secarik kertas yang sudah tertulis rapi dan bermaterai kepada Imron.

“Bang Imron tolong tanda tangani surat perjanjian ini,” ucap Barna memaksa kepercayaan dirinya.

“Perjanjian apa lagi. Jangan banyak betingkah,” ujar Imron dengan raut muka bringas bak badak ngamuk.

“Aku bayar semua sisa hutang ke abang tapi tanpa bunga. Terus, Abang tanda tangani surat pelunasan hutang dan pernjanjian, Sekarang!” Ancam Barna memberanikan diri.

“Abang ingat waktu abang berusaha menjambret penumpangku didepan mini market ?” Sambung Barna tanpa memberikan kesempatan Imron bicara.

“Terus Abang kabur kabur kan?”

“Aku sudah merekam semua peristiwa itu, termasuk wajah dan nomor polisi motor Abang,” ucap Barna kini lebih percaya diri.

“Penumpang aku yang abang jambret bulan lalu. Sekarang lagi di rumahnya siap nyebarin video peristiwa penjambretan Abang ke sosmed. Kalau video itu sampai tersebar, Abang siap-siap aja berurusan sama polisi,” tambah Barna mengancam.

 “Kalau abang membunuh aku sekarang. Lihat tu, banyak tetangga sedang menyaksikan kita.”

“Biar badan Abang segede badak, aku enggak takut! Hidup abang bisa lebih melarat dari aku setelah menikmati 20 tahun di penjara!” Bentak Imron yang berbadan kecil ganti mengitimidasi rentenir pasar itu.

“Jadi, sekarang, aku yang atur, bukan Abang!”

“Tanda tangani surat perjanjian ini, sekarang!”

Imron terdiam menaham amarah seperti gunung merapi mengeluarkan kepulan asap yang mebubung, sambil menandatangani surat perjanjian mereka.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun