Mohon tunggu...
Fajar Saputro
Fajar Saputro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Mereka Sebut sebagai Ekonomi Berbagi

12 Agustus 2018   11:39 Diperbarui: 18 Agustus 2018   05:44 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di bawah lindungan atap asbes yang ditopang tiang-tiang bambu, aku memperhatikan tingkah tema-temanku yang sedang berusaha menyibukkan diri dengan cara mereka masing-masing. Lantas kuperiksa papan yang tertempel pada tiang bambu: berisi nama-nama para tukang ojek dan berapa trip yang sudah mereka jalankan. Tapi papan itu bersih, hanya ada bekas angka-angka romawi yang tampak pudar, sisa catatan kemarin atau kemarinnya lagi.

Ada apa ini?

Tanpa pikir panjang aku mendekati orang-orang yang sedang berdiri dipinggir jalan, "ojek, mas? Mau ke mana?"

Ada yang menghindar ketika kudekati, ada yang pura-pura tak mendengar, acuh, ada yang menggelengkan kepalanya---tanda penolakan atas tawaranku; dan,  tak sedikit yang bilang: "sudah  ada yang jemput!" sambil terus menatap layar gawai di tangannya.

Tak apa, yang penting usaha.

Setelah beberapa menit memperhatikan lalu-lalang kendaraan, mafhumlah aku sekarang. Rupanya, yang mereka katakan sudah ada yang jemput itu adalah penegndara sepeda motor yang dilengkapi atribut: jaket dan helm pada si pengendara.

"Penyakit!" Aku utarakan kekesalanku kepada teman-teman. "Dari paguyuban mana mereka?"

Tidak ada yang menjawab.

"Bagaimana mereka tahu bahwa di sini ada penumpang yang membutuhkan jasanya?"

Ternyata gejolak yang kami rasakan juga dialami oleh yang lainnya di hampir seluruh daerah. Aku mengetahuinya di televisi: terjadi konflik horizontal antar penyedia jasa transportasi, antara konvensional dan online. Awalnya yang menjadi sasaran amuk adalah ojol, dan banyak yang mereka alami: dari hanya berupa intimidasi, pengerusakan kendaraan, luka-luka hingga hilangnya nyawa.

Tanpa mengurangi rasa simpatikku terhadap para korban, maaf,  itulah akibat jika kalian mengambil tanah garapan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun