Mohon tunggu...
Fajar Mahdi
Fajar Mahdi Mohon Tunggu... Psikolog - typing.......

nulis ini, nulis itu, nulis semuanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senyum Mbak Puan di Angkringan Pak Karmin

28 September 2022   17:12 Diperbarui: 28 September 2022   17:19 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbak Puan hari ini jadi sorotan. Videonya bagi-bagi kaos di pasar daerah Jawa Barat viral dan jadi bahan pergunjingan.

Padahal baru kali itu lho mbak Puan nggak tersenyum. Biasanya dia selalu tampil manis, dengan senyuman yang tersungging di bibirnya yang tipis. Lihat saja di baliho-baliho yang ada di jalanan. Ada senyum manis dari mbak Puan. Atau lihat saat dia dielu-elukan oleh sekelompok elit PDIP sebagai capres idaman. Senyumnya lebar bak perawan yang akan dipinang.

Saya heran dengan bangsa ini. Masalah senyum saja kok dipersoalkan. Dibesar-besarkan. Katanya nggak ramah lah, mbak Puan jutek lah, nggak merakyat lah, judes lah. Bla bla bla. Dan yang paling parah, karanya nggak pantas jadi presiden.

Wah..wah wah...kalau ini sih sudah kebablasan. Masa gara-gara senyuman, mbak Puan langsung dikerdilkan. Dia cuma tidak tersenyum, itu saja!

Itu isi obrolan saya dengan seorang kawan sambil ngopi, tadi malam. Kawan saya itu, memang fans garis keras mbak Puan. Ia jadi uring-uringan, saat idolanya itu dicibir habis-habisan. Kopi panas yang baru diseduh pak Karmin, pedagang angkringan langganan kami langsung ia tenggak habis.

Saya hanya tersenyum saja. Paling besok ia mengeluh lidahnya panas bak terbakar bara.

"Sabar bro, biasa dalam politik itu ya kaya gitu. Salah dikit saja bakal jadi sesuatu yang besar," kata saya sambil menggigit sate kikil pedas buatan pak Karmin.

Teman saya itu tetap saja tak terima. Menurutnya, kerja keras dan prestasi mbak Puan selama bertahun-tahun langsung hangus hanya gara-gara ia nggak tersenyum.

Batin saya, kerja keras apa ya? Prestasi apa ya? Matiin mic? Cuma saya nggak berani ngomong ke dia. Takut air panas di ketel pak Karmin ia tenggak habis saking marahnya.

Tapi saya mencoba mengajaknya diskusi soal hal sederhana. Soal senyum dalam budaya bangsa Indonesia. Saya katakan, senyum itu memang bukanlah sesuatu yang besar. Tapi senyum punya makna kuat dalam tradisi masyarakat.

Senyum melambangkan kebahagiaan. Senyum juga bagian dari ibadah. Orang yang sumeh, banyak tersenyum biasanya dilabeli orang yang ceria. Dan biasanya, apalagi di Indonesia. Orang yang selalu tersenyum ramah ketika bertemu seseorang, akan lebih disukai daripada yang garang atau jutek.

Persoalannya kata saya, mbak Puan itu publik figur. Salah satu kandidat calon presiden 2024. Maka senyumnya akan jadi tolak ukur. Kalau ketemu masyarakat saja ogah tersenyum, ya bisa panjang urusannya.

Wajar kalau ini kemudian jadi soal. Tafsirannya bisa jadi panjang lebar, bro. Ya seperti sekaranglah, orang menganggap mbak Puan nggak bahagia saat bertemu rakyat. Mbak Puan tidak dekat dengan rakyat. Jangankan calon presiden, calon ketua RT saja kalau ketemu warganya nggak tersenyum bakal jadi soal kok.

Teman saya itu hanya terdiam. Sepertinya, dia mencerna kata-kata sederhana saya secara mendalam. Sate telur yang dipegang ia letakkan kembali ke baki.

"Tapi bro, selama ini mbak Puan selalu dekat dengan rakyat. Dia bahagia setiap bertemu rakyat. Coba lihat saat dia terjun ke lapangan. Ada banyak senyuman. Bahkan saat tanam padi sambil hujan-hujanan. Apa semua itu hanya pencitraan?" katanya.

Politik itu memang penuh dengan pencitraan, bro. Tapi sebenarnya kita bisa melihat, mana pencitraan yang tulus dan mana yang dibuat-buat.

Kalau saya boleh jujur, pencitraan mbak Puan sih ya kaya dibuat-buat. Ia kerap blunder, saat mencoba menampilkan bahwa dirinya dekat dengan rakyat. Kalau dia benar-benar merakyat, dia nggak mungkin naik jet pribadi saat kunjungan kerja ke Semarang tempo hari. Dia juga nggak mungkin tertawa sambil bernyanyi lagu ulang tahun, saat rakyat menggelar aksi demonstrasi.

Mbak Puan itu balungan gajah. Dia lahir dari rahim keluarga hebat. Ia anak presiden sekaligus cucu proklamator. Dari kecil sampai sekarang, mungkin mbak Puan tak pernah merasakan hidup susah. Lalu bagaimana kita bisa berharap banyak agar dia dekat dengan wong cilik?

"Emang idolamu, si Ganjar Pranowo itu, apa dia benar-benar tulus pada rakyat?" begitu sanggahnya.

Saya langsung ambil handphone. Tak banyak bicara, saya perlihatkan video saat  Ganjar bertemu dengan masyarakat. Suasananya gayeng betul dan tanpa sekat. Guyon, bercanda sambil tertawa bersama.

Lalu, saya putar kembali video Puan ketika melakukan hal yang sama. Termasuk video puan cemberut ketika bagi-bagi kaos yang jadi topik pembicaraan kami. Saya bilang, coba rasakan. Kamu tahu beda dua tokoh ini saat bersama rakyat. Mana yang tulus, mana yang pura-pura.

Teman saya pun langsung nyelonong begitu saja. Tanpa ba bi bu, dia starter motor butut sambil pergi meninggalkan saya. Wah, saya juga yang kena sial, karena harus keluar duit banyak untuk bayar.

"Sabar mas, mungkin cinta temen mas sama mbak Puan sudah terlalu tinggi," kata pak Karmin.

Saya senyum saja. Paling besok malam dia akan kembali telpon dan ngajak ngopi bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun