Persoalannya kata saya, mbak Puan itu publik figur. Salah satu kandidat calon presiden 2024. Maka senyumnya akan jadi tolak ukur. Kalau ketemu masyarakat saja ogah tersenyum, ya bisa panjang urusannya.
Wajar kalau ini kemudian jadi soal. Tafsirannya bisa jadi panjang lebar, bro. Ya seperti sekaranglah, orang menganggap mbak Puan nggak bahagia saat bertemu rakyat. Mbak Puan tidak dekat dengan rakyat. Jangankan calon presiden, calon ketua RT saja kalau ketemu warganya nggak tersenyum bakal jadi soal kok.
Teman saya itu hanya terdiam. Sepertinya, dia mencerna kata-kata sederhana saya secara mendalam. Sate telur yang dipegang ia letakkan kembali ke baki.
"Tapi bro, selama ini mbak Puan selalu dekat dengan rakyat. Dia bahagia setiap bertemu rakyat. Coba lihat saat dia terjun ke lapangan. Ada banyak senyuman. Bahkan saat tanam padi sambil hujan-hujanan. Apa semua itu hanya pencitraan?" katanya.
Politik itu memang penuh dengan pencitraan, bro. Tapi sebenarnya kita bisa melihat, mana pencitraan yang tulus dan mana yang dibuat-buat.
Kalau saya boleh jujur, pencitraan mbak Puan sih ya kaya dibuat-buat. Ia kerap blunder, saat mencoba menampilkan bahwa dirinya dekat dengan rakyat. Kalau dia benar-benar merakyat, dia nggak mungkin naik jet pribadi saat kunjungan kerja ke Semarang tempo hari. Dia juga nggak mungkin tertawa sambil bernyanyi lagu ulang tahun, saat rakyat menggelar aksi demonstrasi.
Mbak Puan itu balungan gajah. Dia lahir dari rahim keluarga hebat. Ia anak presiden sekaligus cucu proklamator. Dari kecil sampai sekarang, mungkin mbak Puan tak pernah merasakan hidup susah. Lalu bagaimana kita bisa berharap banyak agar dia dekat dengan wong cilik?
"Emang idolamu, si Ganjar Pranowo itu, apa dia benar-benar tulus pada rakyat?" begitu sanggahnya.
Saya langsung ambil handphone. Tak banyak bicara, saya perlihatkan video saat  Ganjar bertemu dengan masyarakat. Suasananya gayeng betul dan tanpa sekat. Guyon, bercanda sambil tertawa bersama.
Lalu, saya putar kembali video Puan ketika melakukan hal yang sama. Termasuk video puan cemberut ketika bagi-bagi kaos yang jadi topik pembicaraan kami. Saya bilang, coba rasakan. Kamu tahu beda dua tokoh ini saat bersama rakyat. Mana yang tulus, mana yang pura-pura.
Teman saya pun langsung nyelonong begitu saja. Tanpa ba bi bu, dia starter motor butut sambil pergi meninggalkan saya. Wah, saya juga yang kena sial, karena harus keluar duit banyak untuk bayar.