Mohon tunggu...
Faiz ulin Nuha
Faiz ulin Nuha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Aktif HKI UMM

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal Ambang Batas Pencalonan Presiden (Presidential Threshold)

24 Januari 2021   17:18 Diperbarui: 24 Januari 2021   17:53 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam sejarahnya Presidential Threshold selalu bertambah seiring berkembangnya zaman. Dari 5% (lima belas persen) jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR. Sampai saat ini 20% kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Sudahkah Presidential Threshold Konstitusional?

Pernah terjadi Judicial Review terhadap Pasal 222 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Kemudian dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan bahwa penyelenggaraan Pemilu serentak di tahun 2019 dan seterusnya. Hal ini termasuk penggunaan Threshold yang dinyatakan konstitusional berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017. Dalam putusan tersebut MK menegaskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu tidak bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945.

Dengan ditetapkan Putusan MK tersebut maka secara teori Presidential Threshold dianggap konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Namun dalam putusan tersebut terdapat dua hakim Mahkamah Konstitusi. Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Menurut saya MK seharusnya melakukan peran konstitusionalnya mengoreksi atau melakukan review Terhadap substansi Undang-Undang dasar 1945. Muncul semangat untuk menyederhanakan partai politik atau lebih memberikan prioritas terhadap hak konstitusional dari partai politik.

Wacana Presidential Threshold di Pemilu 2024

Akhir-akhir ini kita mendengar beberapa wacana akan pengurangan Presidential Threshold, bahkan Fadil Zon seorang politisi partai Gerindra mengatakan dikutip dari Tribun News bahwa seharusnya Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan itu diubah menjadi nol persen. Fadli memberikan analogi bahwa Presidential Threshold tetap 20% dikhawatirkan terjadi polarisasi masyarakat yang sangat tajam. Mengingat hanya 2 calon presiden dan wakil presiden.

Bukanlah hal aneh ketika kita mendengar wacana yang cukup menggemparkan, bahkan ketika 2019 beberapa orang bahkan melayangkan Judicial Review terhadap pemberlakuan ambang batas presiden yang dinilai tidak Konstitusional atau bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Perdebatan akan ambang batas pencalonan presiden tidak akan selesai jika tidak diberi jalan tengah oleh para ahli. Mungkin salah satu pendapat yang menurut saya sangat relevan adalah pendapat peneliti LIPI Nurhasim yang menyatakan perlunya diturunkan Presidential threshold untuk 2024. Dari 20% total suara di DPR atau 25% suara sah dalam pemilu nasional menjadi 10 % jumlah kursi DPR atau 15% Persen total suara sah Nasional.

Pilihan ditiadakannya ambang batas pencalonan presiden atau nol persen threshold menurut saya juga kurang tepat mengingat jika itu terjadi memungkinkan ada 10 calon bahkan lebih. Serta hal ini menyebabkan fragmentasi politik yang sangat tinggi dan menyebabkan ketidakstabilan politik di republik ini. Serta memerlukan energi yang lebih besar dalam pelaksanaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun