Mohon tunggu...
faizul
faizul Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

Nama: Faizul Tempat dan tanggal lahir: Keutapang, 01-12-2005 Sekolah: Madrasah Aliyah Darul Ulum Banda Aceh Kelas: XII IPS 1 Hobi: Menulis dan Bermain Musik Harapan: Semoga karya saya dapat menggerakkan literasi melalui menulis dan memberikan inspirasi kepada banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepentingan Indonesia di Kawasan Laut China Selatan: Hak berdaulat, stabilitas, dan ekonomi

1 April 2024   00:33 Diperbarui: 1 April 2024   00:33 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Pendahuluan

Indonesia adalah Negara yang kaya akan potensi alamnya, salah satunya adalah mengenai wilayah laut. Dari masa kemasa wilayah Indonesia sudah sangat terkenal dengan wilayah laut (maritim), Laut merupakan suatu wilayah yang sangat penting dan tidak dapat dilepaskan peranannya dengan masyarakat Indonesia , hal ini dikarena wilayah laut merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menjamin masa depan kehidupan negara dan masyarakat Indonesia karena melimpahnya potensi sumber daya laut yang dimiliki Indonesia sangatlah melimpah. Dalam segi geografisnya sendiri wilayah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan wilayah perairan terluas yang dimana memiliki berbagai ribuan wilayah kepulauan yang membentang dari sabang sampai merauke dan juga hampir sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan dan sisanya adalah wilayah daratan dengan luas wilayah dalam negara Indonesia yaitu 7,7 juta km persegi, yang dimana dalam luas wilayah tersebut hampir 3,2 juta km persegi merupakan luas kawasan perairan yang terdiri atas 2,8 juta km persegi perairan pedalaman dan 0.3 juta km persegi berupa laut teritorial, Itu belum termasuk 2,7 juta km persegi kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Pernyataan bahwa wilayah Indonesia juga dijelaskan dalam UU Nomor 43 Tahun 2008, Tentang Wilayah Negara menyatakan bahwa Indonesia adalah "salah satu unsur Negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dari tanah dibawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya", Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa Indonesia merupakan sebuah Negara yang sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain dengan potensi lautnya yang sangat melimpah tersebut dan juga tentunya tak luput akan berbagai macam ancaman yang mungkin saja bisa datang ke Indonesia. Sebagai dampaknya dengan kondisi wilayah laut Indonesia menyimpan banyak sumber daya alam dan laut Indonesia yang memiliki potensi kekayaan yang sangat besar, hal ini pulalah yang tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi berbagai konflik dan pelanggaran atas perbatasan wilayah laut. Terutama dalam hal ini menyangkut tentang masalah klaim wilayah dan ketidakjelasan tapal batas wilayah negara kerap menjadi sumber terjadinya konflik sengketa wilayah tapal batas diantara negara-negara yang berbatasan wilayah negaranya saling berdekatan satu sama lainya. Dalam hal ini langkah yang diambil China dalam guna mengamankan klaimnya atas Laut China Selatan juga ditandai dengan harapannya untuk memperoleh status sebagai kekuatan laut yang dapat diandalkan tidak hanya di tingkat kawasan (Asia Timur dan Tenggara) tetapi juga secara universal. Sebagai salah satu tujuan dari program modernisasi, China berusaha untuk mendorong kemampuan angkatan laut untuk merombak apapun kecuali "kekuatan depan pantai" menjadi kekuatan angkatan laut air biru, kekuatan yang dapat diproyeksikan jauh ke wilayah laut yang luar biasa. Artinya, kekuatan samudra biru dapat dimanfaatkan sebagai penstabil kekuatan finansial yang semakin diperhitungkan di ranah global. Terlepas dari tiga hal di atas, China sensitif dengan masalah kekuasaan karena penganiayaan yang tidak dikenal. Bayangan bahaya dari luar negeri kembali bersamaan dengan pemisahan Soviet menjadi beberapa negara bebas. Bagi pemerintahan Beijing, jiwa patriotisme dapat menyebar dengan tujuan dapat mendorong kehancuran negara. Keajaiban ini diidentikkan dengan daerah-daerah minoritas yang telah menghadapi faktor tekanan besar dan kuat dari pemerintah pusat.

Laut merupakan suatu lahan yang kaya dengan sumber daya alam, termasuk keanekaragaman sumber daya hayati yang ke semuanya dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana diketahui, 70% permukaan bumi ditutup oleh perairan/lautan, dan lebih dari 90% kehidupan biomassa di planet bumi hidup di laut sehingga lautan merupakan bagian penting dari kelangsungan hidup manusia. Laut dapat digunakan oleh umat manusia sebagai sumber daya alam bagi penghidupannya, jalur pelayaran, kepentingan pertahanan dan keamanan, serta berbagai kepentingan lainnya. Fungsi-fungsi laut tersebut telah dirasakan oleh umat manusia, dan telah memberikan dorongan terhadap penguasaan dan pemanfaatan laut oleh masing-masing negara yang didasarkan atas suatu konsepsi hukum. Untuk dapat mengamankan dan menguasai lautnya, serta mencegah negara lain untuk memanfaatkan atau merusaknya, negara tersebut dapat menggunakan sea power. Konsep sea power diperkenalkan oleh Mahan, dimana Mahan menyatakan perlunya enam elemen dasar untuk membangun suatu kekuatan laut yang besar yaitu geographical territory, physical conformation, extent of territory, character of the people, number of population, and character of government. Suatu negara melakukan pengamanan dan penguasaan laut dikarenakan siapa yang menguasai laut maka ia akan menguasai dunia mendapatkan tambahan wilayah laut. Hal ini dapat terjadi karena potensi sumber kekayaan laut yang ada tersebut dapat dimanfaatkan dari sisi ekonomi oleh negara yang bersangkutan.

Salah satu perkembangan yang menarik dalam percaturan politik dan keamanan global saat ini adalah menyangkut perkembangan kawasan Asia Pasifik. Kawasan Asia Pasifik tidak terlepas dari perkembangan yang menyangkut masalah keamanan dan politik internasional yang ada di antara negara kawasan itu sendiri yang berasal dari sejarah, sengketa perbatasan maupun teritorial. Saat ini Laut China Selatan (LCS) menjadi flash point di kawasan Asia Pasifik. Sengketa di LCS tidak hanya melibatkan enam negara yaitu, Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia saja, melainkan juga menyangkut kepentingan kekuatan besar lainnya seperti Amerika Serikat. Pada dasarnya hukum internasional dimaksudkan untuk menciptakan harmoni di dalam masyarakat internasional (Mangku, 2020: 5)

Laut Cina Selatan adalah daerah yang sangat penting di dunia ini. Menurut Biro Hidrografis Internasional (the International Hydrographic Bureau), Laut Cina Selatan didefinisikan sebagai perairan yang memanjang dari barat daya ke arah timur laut, berbatasan di sebelah selatan dengan 3 derajat lintang selatan antara Sumatera dan Kalimantan (Selat Karimata), dan di sebelah utara dibatasi oleh Selat Taiwan dari ujung utara Taiwan ke arah Pantai Fukien, Cina. Luas perairan meliputi sekitar 4.000.000 km (empat juta kilometer persegi).  Diapit oleh dua samudera dan menghubungkan dunia barat dan timur, menjadikan Laut Cina Selatan sebagai jalur perdagangan dunia sejak pelayaran jarak jauh yang dilakukan oleh manusia dimulai. Laut Cina Selatan saat ini merupakan jalur perdagangan dunia yang menghubungkan Pasar Asia dan Pasar Eropa. Setiap harinya ribuan, mungkin sampai jutaan kapal pengangkut barang melakukan pelayaran dalam kegiatan ekspor impor perdagangan dunia melewati Laut Cina Selatan.

Hal ini menunjukan bahwa Laut Cina Selatan merupakan salah satu perairan dengan lokasi strategis dan telah lama menjadi bahan perbincangan yang menorehkan sejarah konfliktual berkepanjangan. Perebutan klaim wilayah atas Laut Cina Selatan ditengarai sebagai sengketa sengit yang melibatkan banyak aktor Negara-Bangsa, seperti Cina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina dan Taiwan. Adanya keserakahan untuk mendominasi, baik secara politis maupun ekonomis, adalah hasrat bagi seluruh pihak terkait yang tengah berlomba untuk mendapatkan hak klaim wilayah, terutama di bagian Kepulauan Spratly dan Paracel, sebagai pulau yang memiliki catatan cadangan gas alam dan minyak bumi yang berlimpah.

  • Hak Berdaulat dan Kedaulatan

Konsep kepentingan Nasional merupakan konsep yang berkaitan erat dengan strategi politik luar negeri suatu negara, baik yang dipengaruhi oleh falsafah negara yang bersangkutan maupun oleh warisan sejarah karena adanya kepentingan nasional Indonesia terhadap wilayah kedaulatannya. Menurut Daniel S. Papp menyatakan bahwa kepentingan nasional bisa bersifat objektif dan subjektif karena tidak hanya bersifat materi namun juga bersifat non materi.

Kepentingan nasional menjadi sebuah tujuan negara dalam mencapai kelangsungan hidup negara. Adanya klaim China atas Laut China Selatan yang teritorialnya tumpang tindih dengan perairan Natuna membuat Indonesia terganggu, dan kemudian mengganggu kedaulatan Indonesia yang berarti juga mengganggu Indonesia dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Selain itu, setiap negara yang melakukan atau mengambil langkah maupun menetapkan keputusan dalam hubungan internasional berupa strategi, kebijakan luar negeri, diplomasi maupun langkah aksi militer semua itu awalnya akan dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional suatu negara. 

Isu mengenai klaim tumpang tindih kebijakan mengenai kepemilikan kepulauan Natuna yang terletak di perairan sekitar Natuna yang didasari atas adanya batas sembilan garis berebut yang dimiliki Republik Rakyat Tiongkok. Kasus ini tidak hanya terjadi di perairan sekitar Natuna, namun juga di semua perairan yang disepakati untuk sembilan scramble line. Gagasan garis sembilan berebut yang baru saja diselesaikan oleh Republik Rakyat Tiongkok (Republik Rakyat Tiongkok), mendorong penghentian kasus-kasus Republik Rakyat Tiongkok, dan pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama mengingat fakta tersebut. bahwa penjaminan sembilan perebutan garis dianggap mengabaikan zona moneter selektif Indonesia Implikasinya, Indonesia memiliki kekuasaan di perairan yang penting bagi kawasan Laut Cina Selatan dan hak berdaulat di sana, hal ini karena ZEE Indonesia di Kepulauan Natuna dikenang atas jaminan sembilan perebutan garis yang dilakukan oleh Perorangan Republik Tiongkok sehingga Indonesia memiliki kepentingan terhadap keamanan di kawasan tersebut.

Kecenderungan Indonesia di bagian Samudra Cina Selatan terdiri dari ketegasan regional, kemantapan wilayah, dan kepentingan moneter. Kepentingan keutuhan wilayah yang dalam hal ini diidentikkan dengan batas penjaminan sembilan jalur di wilayah Laut China Selatan yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia telah mendorong penurunan kekuatan Indonesia atas perairan ZEE di Kepulauan Natuna, sehingga hal ini diyakini bahwa hal itu dapat akan mengganggu kesehatan keamanan perairan Indonesia, dan penggunaan aset yang terdapat di ZEE Indonesia di bagian- bagian ZEE Utara Kepulauan Natuna. 

Perairan di Kepulauan Natuna ikut terkena klaim atas kebijakan sembilan garis putus-putus yang dikeluarkan China di kawasan Laut China Selatan. Walaupun tidak terlibat secara langsung dalam sengketa di Laut China Selatan dan menjadi non-claimant state, namun Indonesia memiliki kedaulatan di perairan dan hak berdaulat di perairan yurisdiksi pada kawasan Laut China Selatan, sehingga mempunyai kepentingan terhadap keamanan wilayah tersebut. Kepentingan Indonesia di sebagian wilayah Laut China Selatan tersebut terdiri atas keutuhan wilayah, stabilitas kawasan, dan kepentingan ekonomi.

 Kepentingan atas keutuhan wilayah terkait dengan batas klaim nine dash lines China atas wilayah Laut China Selatan yang tidak dapat didefinisikan, yang kemudian menyentuh perairan yurisdiksi Indonesia ZEE dan landas kontinen Indonesia di perairan utara Kepulauan Natuna. Karena pada dasarnya perairan utara Kepulauan Natuna seutuhnya milik Indonesia yang secara gamblang diklaim China lewat peta nine dash line miliknya. Kemudian, adanya kepentingan ekonomi Indonesia ini, menyangkut hak berdaulat atas sumber daya alam di ZEE dan landas kontinen Indonesia baik dari aspek energi maupun perikanan, pada kawasan Laut China Selatan. Ketiga kepentingan tersebut merupakan hal utama untuk dipertahankan negara Indonesia. Sebagian dari kepentingan Indonesia tersebut tergolong sebagai Shared Interest bersama negara negara lain di kawasan Asia Pasifik, khususnya terhadap kepentingan stabilitas kawasan. 

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam menjaga kedaulatan negara di kawasan perbatasan laut Indonesia yang salah satunya adalah menggalakkan kegiatan illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia. Kemudian, dalam memperjelas batasan-batasan wilayah laut Indonesia yang bersinggungan dengan wilayah laut negara lain maupun wilayah laut bebas, Presiden Joko Widodo melakukan pembenahan peta baru wilayah Indonesia serta mempertegas batas wilayah laut Indonesia yang salah satunya memberi nama perairan Pulau Natuna dengan nama Laut Natuna Utara berada di wilayah Laut China Selatan pada Juli 2017 lalu. 

  • Stabilitas Regional dan Kerjasama

Perairan Natuna terletak di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan kepulauan utara selat Karimata. Kepulauan Natuna berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura dan Vietnam. Natuna memiliki luas wilayah 141.901 km dengan luas perairan (lautan) yang lebih dominan, yaitu sebesar 138.666,0 km dan 3.235,20 km luas wilayah daratan, atau sebesar 2,4% berupa 271 pulau besar dan kecil. an, atau sebesar 2,4% berupa 271 pulau besar dan kecil.20 Wilayah Perairan Natuna adalah jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan menjadi jalur perairan internasional. 

Wilayah Perairan Natuna berbatasan langsung dengan negara tetangga, dan juga terhubung dengan perairan bebas sehingga wilayah ini rawan terhadap aktivitas illegal fishing (penangkapan ikan ilegal). Produksi perikanan Natuna mencapai angka 8,9 % dari potensi sumber daya alamnya,  wilayah perairan ini juga sangat kaya akan potensi sumber daya energi. Perairan Natuna memiliki luas wilayah 61% wilayah terbuka dan 39% lainnya adalah wilayah kerja perminyakan yang berlokasi di lepas pantai. Cadangan minyak buminya diperkirakan mencapai 1.400.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680.000 barel. Walaupun perairan Natuna ini secara internasional terletak di kawasan Laut China Selatan, namun Indonesia tidak ikut mengklaim wilayah perairan LCS. Kawasan perairan Natuna sudah menjadi kawasan milik Indonesia, tetapi seketika di klaim oleh China secara sepihak kedalam peta Nine Dash Line-nya. Pada tahun 2009 China mengeluarkan peta dengan mencantumkan perairan Natuna ke dalam klaimnya di Laut China Selatan, tidak lagi hanya kepada pulau Spratly dan Paracel.

Kepentingan Indonesia di Laut China Selatan adalah menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara. Strategi Indonesia terhadap persengketaan Laut Cina Selatan tetap menekankan pada pendekatan aktor diplomasi aktif yang mencari penyelesaian damai untuk menghindari persengketaan yang lebih luas. Hal ini demi melindungi kepentingan-kepentingannya di sekitar Kepulauan Natuna. Tidak hanya menjaga stabilitas kawasan, Indonesia juga berkepentingan untuk menjaga integritas hukum laut Internasional yang diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Pada tahun 2010 Indonesia menulis dalam catatan verbal kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa klaim China tentang sembilan garis putus-putus, "tidak memiliki basis hukum internasional". Menurut hukum internasional klaim China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Itu sebabnya, untuk mempertegas kepemilikan Indonesia di Natuna, komitmen Indonesia terhadap UNCLOS menjadi prioritas.

Kepentingan Indonesia lainnya adalah kepentingan ekonomi, dimana setiap tahun nilai perdagangan yang melintasi Laut China Selatan senilai US$ 5,3 triliun. Indonesia sendiri mempunyai pangsa pasar yang relatif besar mengingat ekspor impor ke China dan Jepang semuanya melalui Laut China Selatan. Ditambah eksplorasi minyak dan gas di laut Natuna serta kekayaan alam laut Natuna lainnya yang juga dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi negara. Atas klaimnya, China mengeluarkan peta Sembilan garis putus-putus di atas wilayah LCS. Sebuah garis imajiner dimana wilayah dalam garis tersebut merupakan daerah kepemilikan China atas kawasan tersebut yang mencakup 90% dari luas wilayah atau sekitar 3,5 juta km perairan Laut China Selatan Peta ini ditegaskan pada saat Partai Komunis berkuasa pada tahun 1953. Klaim ini atas dasar sejarah Cina Kuno, mulai dari dinasti Han yang berkuasa pada abad 2 SM sampai dengan Dinasti Ming dan Dinasti Qing di abad 13 SM. Kemudian pasca Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1972 saat China mengumumkan peta wilayah kedaulatannya dan mengklaim wilayah kepulauan Spratly dan Paracel

Indonesia sebagai salah satu founding fathers ASEAN, memiliki tanggung jawab untuk memainkan peran yang penting dalam menciptakan perdamaian dan keamanan maritim di kawasan. Kepentingan Indonesia di LCS adalah menjaga stabilitas regional Asia Tenggara. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, menekankan pada pendekatan aktor diplomasi aktif yang mencari penyelesaian damai untuk menghindari persengketaan yang lebih luas. Hal ini demi melindungi kepentingan-kepentingannya sendiri di sekitar Kepulauan Natuna.

 Sebagai non-claimant states, Indonesia dapat memainkan peran sebagai honest broker (perantara yang tidak memihak) dalam penyelesaian sengketa di Laut China Selatan Peran sebagai honest broker dalam konflik di Laut China Selatan telah dijalankan sejak tahun 1990. Hal tersebut diwujudkan dengan peran Indonesia menjadi tuan rumah lokakarya-lokakarya permasalahan Laut China Selatan sejak tahun 1990- 2014.

Pada kesempatan tersebut Indonesia menyarankan pernyataan ASEAN Point Ministers on Peace, Security and Stability in the Region. Inti dari pernyataan tersebut menegaskan bahwa ASEAN dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan harus tetap melindungi "rumah" mereka agar tetap menjadi kawasan yang stabil dan damai. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi ajang penyatuan suara ASEAN untuk menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan serta menjunjung tinggi Piagam PBB, ASEAN Charter, dan TAC dalam melaksanakan hubungan antar negara. Akhirnya pada pertemuan AMM ke-49 tanggal 26 Juli 2016 di Vientiane, Laos, Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN berhasil mencapai kesepakatan untuk menyusun sebuah joint communiqu. Kesepakatan joint communiqu tersebut memuat pandangan satu suara ASEAN terhadap perkembangan situasi terkini di Laut China Selatan

Konsultasi dan pendekatan intensif yang dilakukan oleh Menlu RI pada akhirnya berhasil mendorong Menlu ASEAN untuk menyepakati Joint Statement of the Foreign Ministers of ASEAN Member States on the Maintenance of Peace, Security, and Stability in the Region, yang memuat elemen-elemen penekanan komitmen untuk memastikan kawasan tetap damai, stabil dan aman, memajukan hubungan yang saling menguntungkan, terus menjunjung tinggi norma-norma dasar yang mengatur hubungan dan kerja sama antar negara, menekankan posisi bersama ASEAN dalam Joint Communique of the 49th AMM, menahan diri dan menghindari kegiatan yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan, meningkatkan persatuan, solidaritas, dan sentralitas ASEAN, serta mengajak negara lain untuk menghormati norma-norma dan prinsip dari ASEAN.

  • Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Potensi Ekonomi

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, membuat Indonesia memiliki kondisi maritim yang sangat kompleks dan unik. Kondisi maritim Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi geografis, iklim, dan topografi. Indonesia memiliki wilayah terluas ke-kepulauan di dunia dan posisi geografis yang strategis, membuat negara ini sangat penting bagi aktivitas maritim dunia. Kondisi maritim Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh letak geografis yang berada di garis khatulistiwa, sehingga mempengaruhi iklim maritim dan membuat wilayah ini memiliki arus laut yang kuat dan beragam. Salah satu wilayah maritim yang strategis adalah laut china selatan atau laut natuna utara.

 Laut China Selatan adalah salah satu wilayah laut paling penting di dunia, dengan rute perdagangan global yang melalui lalu lintas kapal besar yang mengangkut barang-barang dari Asia ke Amerika dan Eropa. Wilayah ini juga merupakan rumah bagi pulau-pulau kecil dan terumbu karang yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak, gas, dan sumber daya laut lainnya. Oleh karena itu, Laut China Selatan sangat penting bagi kepentingan ekonomi dan strategis negara-negara di kawasan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki ribuan pulau termasuk Kepulauan Natuna yang terletak di utara Laut Cina Selatan. 

Laut Cina Selatan merupakan jalur pelayaran penting dunia dan kaya akan sumber daya alam, sehingga memiliki nilai aset yang sangat tinggi. Hal ini memicu persaingan dalam kawasan atau regional yang berujung pada ketegangan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN selama beberapa dekade terakhir terkait sengketa di kawasan tersebut. Indonesia, sebagai salah satu negara di kawasan tersebut, juga berdampak konflik tersebut karena wilayah ZEE Indonesia di wilayah Perairan Natuna menjadi klaim sepihak oleh Tiongkok. (Baylon, 2021) China memiliki tuntutan yang sangat kuat atas sebagian besar Laut China Selatan, termasuk pulau-pulau dan terumbu karang yang juga diklaim oleh negara-negara lain seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Tuntutan China didasarkan pada sejarah dan tradisi, serta pada garis dasar yang mereka terapkan pada tahun 1947, yang menentukan wilayah yang diklaim oleh China di Laut China Selatan. Namun, beberapa negara lain memiliki tuntutan yang berbeda atas wilayah yang sama, dan ini menimbulkan konflik yang berkelanjutan. Konflik ini juga bersinggungan dengan Indonesia yang mana banyak terjadinya illegal fishing dan konflik teritorial di perbatasan khususnya di laut Natuna utara.

Konflik ini membuat masyarakat resah karena aktivitas kapal-kapal China yang melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal dan menyatakan klaim kedaulatan yang bertentangan dengan hukum internasional di wilayah tersebut. Pada tahun 2016, Indonesia telah memutuskan untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut dengan menempatkan kapal perang dan pesawat tempur di Natuna, yang memicu protes dari China. Namun kenyataannya, sejauh ini yang dilakukan pemerintah ternyata kurang efektif dilihat dari kurangnya sumber daya dan tenaga dari pemerintah, koordinasi yang kurang efektif antar berbagai pemerintah terkait seperti pemerintah nasional dan pemerintah daerah, kurangya dukungan internasional dari negara lain,faktor politik domestik, seperti isu-isu internal dan pemilihan, mungkin mempengaruhi keefektifan pemerintah Indonesia dalam mengatasi konflik Laut China Selatan dan kurangnya strategi serta kebijakan yang jelas dan konsisten dalam mengatasi konflik ini (Aprilla, 2021). 

Maka dari itu diperlukan penanganan yang efektif untuk meminimalisir konflik antara Indonesia dan China di laut china selatan dengan sebuah kebijakan bernama Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dilihat mampu meningkatkan pengawasan dan keamanan wilayah, memperkuat ekonomi Indonesia, meningkatkan kerja sama regional, dan memberikan akses ke pasar yang lebih besar, sehingga penulis tertarik untuk menulis tentang urgensi penerapan Kawasan Ekonomi Khusus dalam Meminimalisir Konflik Horizontal di Laut China Selatan. 

  • Pendekatan Diplomatik dan Keseimbangan Kekuatan

Kawasan Laut China, dengan segala kompleksitasnya, telah menjadi pusat perhatian dalam dinamika geopolitik global. Dikelilingi oleh beberapa negara dengan klaim yang saling bersaing atas wilayah dan sumber daya alam, serta dipenuhi dengan jalur perdagangan maritim vital, kawasan ini menjadi titik fokus penting dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas di tingkat internasional. Dalam konteks yang semakin tegang dan sensitif ini, pendekatan diplomatik yang bijaksana dan keseimbangan kekuatan menjadi kunci dalam menjaga harmoni dan mencegah eskalasi konflik di Kawasan Laut China.

Pendekatan diplomatik menempatkan dialog, negosiasi, dan kerjasama sebagai alat utama dalam menyelesaikan sengketa dan mempromosikan perdamaian di kawasan ini. Organisasi regional seperti ASEAN telah berperan penting dalam menciptakan platform untuk dialog dan diplomasi, memungkinkan negara-negara yang terlibat untuk bertemu, berdiskusi, dan mencari solusi yang saling menguntungkan. Pendekatan ini tidak hanya mencakup penyelesaian sengketa, tetapi juga mempromosikan kerjasama dalam bidang-bidang seperti penanggulangan bencana, perlindungan lingkungan, dan pembangunan ekonomi, yang semuanya merupakan faktor penting dalam membangun kestabilan jangka panjang. Pada sisi lain, keseimbangan kekuatan juga menjadi faktor penting dalam mempertahankan stabilitas di Kawasan Laut China. Keseimbangan ini melibatkan pengakuan dan penghormatan terhadap kepentingan dan kekuatan relatif setiap negara di kawasan tersebut. Dengan mempertahankan keseimbangan, negara-negara di Kawasan Laut China dapat mencegah dominasi yang berpotensi merugikan dan meminimalkan risiko konflik yang disebabkan oleh perasaan tidak aman atau ketidakpuasan dari pihak-pihak tertentu. Akan tetapi, tantangan besar menghadang dalam menerapkan pendekatan diplomatik dan menjaga keseimbangan kekuatan di Kawasan Laut China. Persaingan antara kekuatan regional dan global, bersama dengan retorika nasionalistik yang meningkat, dapat mempersulit pencapaian kesepakatan yang saling menguntungkan dan memperburuk ketegangan di kawasan ini. Selain itu, peningkatan militerisasi dan penggunaan sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab dapat memperburuk konflik dan memperumit upaya untuk menjaga perdamaian oleh karena itu solusi yang komprehensif dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Negara-negara di Kawasan Laut China harus berkomitmen untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang mengatur hak dan kewajiban negara-negara di kawasan ini. Selain itu, kerja sama regional dan multilateral harus ditingkatkan, dengan fokus pada pembangunan kepercayaan, penyelesaian sengketa, dan pembangunan bersama. 

Dalam menghadapi masa depan yang kompleks dan tidak pasti, penting bagi negara-negara di Kawasan Laut China untuk mengadopsi pendekatan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Dengan memprioritaskan dialog, diplomasi, dan kerjasama, serta memastikan keseimbangan kekuatan yang stabil, kawasan ini dapat menjadi zona perdamaian dan kemajuan yang berkelanjutan, memberikan manfaat bagi seluruh negara dan masyarakat yang terlibat.

  • Kesimpulan

Kehadiran Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam laut, terutama di kawasan Laut China Selatan, menjadi faktor penting dalam dinamika geopolitik global. Wilayah maritim Indonesia, khususnya di Laut Natuna Utara, menjadi sasaran klaim sepihak oleh China, yang menimbulkan konflik dan ketegangan di kawasan tersebut. Namun, Indonesia memiliki kepentingan strategis dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, memastikan keamanan perairan, dan melindungi sumber daya alamnya.

Peran Indonesia sebagai perantara yang tidak memihak (honest broker) dalam penyelesaian sengketa di Laut China Selatan, terutama melalui ASEAN, menjadi penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Indonesia juga aktif memperjuangkan prinsip-prinsip hukum laut internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), untuk mempertegas kedaulatannya dan mengatasi klaim sepihak oleh China.

Selain itu, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi konflik di Laut China Selatan, seperti memperkuat keamanan perairan, meningkatkan kerja sama regional, dan mempromosikan pendekatan diplomatik yang bijaksana. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melalui penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang dapat meningkatkan pengawasan dan keamanan wilayah, memperkuat ekonomi Indonesia, serta meningkatkan kerja sama regional.

Dengan demikian, Indonesia memiliki peran yang penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Kawasan Laut China, dan perlu melakukan upaya konkret untuk mengatasi konflik dan mempromosikan kerja sama regional guna mencapai tujuan tersebut.

  • daftar pustaka

Wiranto Surya. Resolusi Konflik Menghadapi Sengketa Laut China Selatan. Yogyakarta : Leutika Prio. 2016. Hal. 4.

Aktual.co. Kemenkopolhukam RRC Klaim Wilayah Natuna. Terdapat di http://www.aktual.co/hukum/233137kemenkopolhukam-rrc-klaim-wilayah-Natuna diakses pada 9 September 2019

Yazid A.P. The Theory Of Hegemonic Stability, Hegemonic Power And International Political Economic Stability. Global Journal Political Science and Administration. 2015.

Dam syamsumar. Politik kelautan. Jakarta: Bumi Aksara. 2010. Hal. 231.

Kompas Nasional. Jokowi: Produksi Perikanan di Natuna Hanya 8,9 Persen dari Potensi yang Ada. 

Suhartati M. Natsi, dkk. Bentuk di Perairan Kepulauan Natuna. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 3, No. 2. 2019. Hal. 21-31. Terdapat di https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53347 diakses pada 20 September 2019 

Aprilia, W. (2021). Indonesia's Efforts in Resolving South China Sea Conflict. International Journal on Social Science, Economics and Art, 7.

Baylon, P. A. (2021). Kajian Validitas Klaim China Atas Wilayah Laut China Selatan Indonesia, jurnal kewarganegaraan volume 5 No 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun