Mohon tunggu...
faizul
faizul Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

Nama: Faizul Tempat dan tanggal lahir: Keutapang, 01-12-2005 Sekolah: Madrasah Aliyah Darul Ulum Banda Aceh Kelas: XII IPS 1 Hobi: Menulis dan Bermain Musik Harapan: Semoga karya saya dapat menggerakkan literasi melalui menulis dan memberikan inspirasi kepada banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kepentingan Indonesia di Kawasan Laut China Selatan: Hak berdaulat, stabilitas, dan ekonomi

1 April 2024   00:33 Diperbarui: 1 April 2024   00:33 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecenderungan Indonesia di bagian Samudra Cina Selatan terdiri dari ketegasan regional, kemantapan wilayah, dan kepentingan moneter. Kepentingan keutuhan wilayah yang dalam hal ini diidentikkan dengan batas penjaminan sembilan jalur di wilayah Laut China Selatan yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia telah mendorong penurunan kekuatan Indonesia atas perairan ZEE di Kepulauan Natuna, sehingga hal ini diyakini bahwa hal itu dapat akan mengganggu kesehatan keamanan perairan Indonesia, dan penggunaan aset yang terdapat di ZEE Indonesia di bagian- bagian ZEE Utara Kepulauan Natuna. 

Perairan di Kepulauan Natuna ikut terkena klaim atas kebijakan sembilan garis putus-putus yang dikeluarkan China di kawasan Laut China Selatan. Walaupun tidak terlibat secara langsung dalam sengketa di Laut China Selatan dan menjadi non-claimant state, namun Indonesia memiliki kedaulatan di perairan dan hak berdaulat di perairan yurisdiksi pada kawasan Laut China Selatan, sehingga mempunyai kepentingan terhadap keamanan wilayah tersebut. Kepentingan Indonesia di sebagian wilayah Laut China Selatan tersebut terdiri atas keutuhan wilayah, stabilitas kawasan, dan kepentingan ekonomi.

 Kepentingan atas keutuhan wilayah terkait dengan batas klaim nine dash lines China atas wilayah Laut China Selatan yang tidak dapat didefinisikan, yang kemudian menyentuh perairan yurisdiksi Indonesia ZEE dan landas kontinen Indonesia di perairan utara Kepulauan Natuna. Karena pada dasarnya perairan utara Kepulauan Natuna seutuhnya milik Indonesia yang secara gamblang diklaim China lewat peta nine dash line miliknya. Kemudian, adanya kepentingan ekonomi Indonesia ini, menyangkut hak berdaulat atas sumber daya alam di ZEE dan landas kontinen Indonesia baik dari aspek energi maupun perikanan, pada kawasan Laut China Selatan. Ketiga kepentingan tersebut merupakan hal utama untuk dipertahankan negara Indonesia. Sebagian dari kepentingan Indonesia tersebut tergolong sebagai Shared Interest bersama negara negara lain di kawasan Asia Pasifik, khususnya terhadap kepentingan stabilitas kawasan. 

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam menjaga kedaulatan negara di kawasan perbatasan laut Indonesia yang salah satunya adalah menggalakkan kegiatan illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia. Kemudian, dalam memperjelas batasan-batasan wilayah laut Indonesia yang bersinggungan dengan wilayah laut negara lain maupun wilayah laut bebas, Presiden Joko Widodo melakukan pembenahan peta baru wilayah Indonesia serta mempertegas batas wilayah laut Indonesia yang salah satunya memberi nama perairan Pulau Natuna dengan nama Laut Natuna Utara berada di wilayah Laut China Selatan pada Juli 2017 lalu. 

  • Stabilitas Regional dan Kerjasama

Perairan Natuna terletak di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan kepulauan utara selat Karimata. Kepulauan Natuna berbatasan langsung dengan Malaysia, Singapura dan Vietnam. Natuna memiliki luas wilayah 141.901 km dengan luas perairan (lautan) yang lebih dominan, yaitu sebesar 138.666,0 km dan 3.235,20 km luas wilayah daratan, atau sebesar 2,4% berupa 271 pulau besar dan kecil. an, atau sebesar 2,4% berupa 271 pulau besar dan kecil.20 Wilayah Perairan Natuna adalah jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan menjadi jalur perairan internasional. 

Wilayah Perairan Natuna berbatasan langsung dengan negara tetangga, dan juga terhubung dengan perairan bebas sehingga wilayah ini rawan terhadap aktivitas illegal fishing (penangkapan ikan ilegal). Produksi perikanan Natuna mencapai angka 8,9 % dari potensi sumber daya alamnya,  wilayah perairan ini juga sangat kaya akan potensi sumber daya energi. Perairan Natuna memiliki luas wilayah 61% wilayah terbuka dan 39% lainnya adalah wilayah kerja perminyakan yang berlokasi di lepas pantai. Cadangan minyak buminya diperkirakan mencapai 1.400.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680.000 barel. Walaupun perairan Natuna ini secara internasional terletak di kawasan Laut China Selatan, namun Indonesia tidak ikut mengklaim wilayah perairan LCS. Kawasan perairan Natuna sudah menjadi kawasan milik Indonesia, tetapi seketika di klaim oleh China secara sepihak kedalam peta Nine Dash Line-nya. Pada tahun 2009 China mengeluarkan peta dengan mencantumkan perairan Natuna ke dalam klaimnya di Laut China Selatan, tidak lagi hanya kepada pulau Spratly dan Paracel.

Kepentingan Indonesia di Laut China Selatan adalah menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara. Strategi Indonesia terhadap persengketaan Laut Cina Selatan tetap menekankan pada pendekatan aktor diplomasi aktif yang mencari penyelesaian damai untuk menghindari persengketaan yang lebih luas. Hal ini demi melindungi kepentingan-kepentingannya di sekitar Kepulauan Natuna. Tidak hanya menjaga stabilitas kawasan, Indonesia juga berkepentingan untuk menjaga integritas hukum laut Internasional yang diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Pada tahun 2010 Indonesia menulis dalam catatan verbal kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa klaim China tentang sembilan garis putus-putus, "tidak memiliki basis hukum internasional". Menurut hukum internasional klaim China di Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Itu sebabnya, untuk mempertegas kepemilikan Indonesia di Natuna, komitmen Indonesia terhadap UNCLOS menjadi prioritas.

Kepentingan Indonesia lainnya adalah kepentingan ekonomi, dimana setiap tahun nilai perdagangan yang melintasi Laut China Selatan senilai US$ 5,3 triliun. Indonesia sendiri mempunyai pangsa pasar yang relatif besar mengingat ekspor impor ke China dan Jepang semuanya melalui Laut China Selatan. Ditambah eksplorasi minyak dan gas di laut Natuna serta kekayaan alam laut Natuna lainnya yang juga dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi negara. Atas klaimnya, China mengeluarkan peta Sembilan garis putus-putus di atas wilayah LCS. Sebuah garis imajiner dimana wilayah dalam garis tersebut merupakan daerah kepemilikan China atas kawasan tersebut yang mencakup 90% dari luas wilayah atau sekitar 3,5 juta km perairan Laut China Selatan Peta ini ditegaskan pada saat Partai Komunis berkuasa pada tahun 1953. Klaim ini atas dasar sejarah Cina Kuno, mulai dari dinasti Han yang berkuasa pada abad 2 SM sampai dengan Dinasti Ming dan Dinasti Qing di abad 13 SM. Kemudian pasca Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1972 saat China mengumumkan peta wilayah kedaulatannya dan mengklaim wilayah kepulauan Spratly dan Paracel

Indonesia sebagai salah satu founding fathers ASEAN, memiliki tanggung jawab untuk memainkan peran yang penting dalam menciptakan perdamaian dan keamanan maritim di kawasan. Kepentingan Indonesia di LCS adalah menjaga stabilitas regional Asia Tenggara. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, menekankan pada pendekatan aktor diplomasi aktif yang mencari penyelesaian damai untuk menghindari persengketaan yang lebih luas. Hal ini demi melindungi kepentingan-kepentingannya sendiri di sekitar Kepulauan Natuna.

 Sebagai non-claimant states, Indonesia dapat memainkan peran sebagai honest broker (perantara yang tidak memihak) dalam penyelesaian sengketa di Laut China Selatan Peran sebagai honest broker dalam konflik di Laut China Selatan telah dijalankan sejak tahun 1990. Hal tersebut diwujudkan dengan peran Indonesia menjadi tuan rumah lokakarya-lokakarya permasalahan Laut China Selatan sejak tahun 1990- 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun