Mulai dari kejahatan HAM yang dilakukan Qatar pada saat sebelum atau saat pembangunan infrastruktur Piala Dunia 2022, penolakan ban kapten pelangi yang bertentangan dengan budaya Qatar, dan seruan boikot oleh lembaga organisasi dan negara-negara di dunia. Apakah Qatar melakukan "Lobby" lebih baik dari Indonesia? Atau ada hal lain yang membuatnya tetap bisa menjadi tuan rumah penyelenggara? Hanya FIFA, Qatar dan Tuhan yang tahu.
Selain itu, sebelumnya, FIFA juga sudah merubah format Piala Dunia dan Piala Dunia Antar Klub dengan peserta yang lebih banyak. Penambahan peserta ini juga secara tidak langsung mengurangi waktu istirahat atlit sepakbola(yang sudah sedikit menjadi lebih sedkit) yang membuatnya seakan akan menjadi budak di era modern. Jadi perihal pengambilan keputusan yang berisiko tinggi, meluas dan berbahaya, FIFA seharusnya sudah biasa. Atau jangan-jangan FIFA standar ganda?
Fakta bahwa jajaran pemerintah dan PSSI (yang juga alat politik) gak becus dalam menangani sepakbola Indonesia (termasuk PSSI dalam hal sebagai perantara FIFA dengan pemerintah Indonesia) memang gak bisa dipungkiri. Tapi FIFA juga sama aja. FIFA dan Indonesia sama-sama tidak bisa menyingkirkan bad politics yang mempertontonkan kepentingan pribadi dari politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H