Thief memutar kejadian. Saat ia akan memberitahukan berita memilukan barusan pada Zydic untuk bersama mencari solusi, di taman belakang Akademi, Sang Pemuda sedang berduaan. Menautkan bibir penuh pendar-pendar kasih.Â
Thief tidak mengerti kenapa ia waktu itu malah sembunyi. Sembari mencengkeram kerah seragam. Di dalam dada itu, sesuatu berdentum nyeri.Â
'Aku mendengarnya. Kalian akan bertunangan bahkan dari sekarang.Dan saat itu, nama kamu akan langsung masuk ke daftar penerima harta warisan.'Â
Uang dengan nominal yang tak terbayang akan diberi pada Zydic. Anak yang pintar. Bagaimana cara Zydic memikat Blossom sampai sekeluarga ningrat itu jatuh hati padanya? Masih menjadi misteri. Yang jelas, uang yang dijanjikan sudah merupakan hal pasti.Â
'Uang warisan bagi para bangsawan, tetap akan diberikan walau sang ahli waris wafat. Saya berniat membunuh kamu. Membuatnya seperti kecelakaan tunggal. Lalu menyalurkan uangnya untuk rumah. Tapi saya urung. Kita malah kena penyakit wabah.'
Thief melirik lagi ke sebelah. Bayang-bayang Zydic sudah enyah. Ia benar-benar sendirian di sebelah nisan yang dibuat indah. Sore hari. Berteman angin dan langit samudera.Â
Thief menatap ukiran nama Zydic di sana. Kemudian memeluknya. Memeluk batu keras nan dingin itu.Â
'Obat yang saya beri saat kita di rumah, dosisnya sengaja saya buat salah. Itu sama dengan racun. Seharusnya kamu kritis. Tapi kamu tetap bertahan. Bagaimana bisa menahannya? Rasanya pasti sakit sekali.'Â
Thief memejamkan mata.Â
'Tapi pada akhirnya, kamu mati karena melindungi saya.'Â
Uang santunan kematian Zydic cair bersamaan dengan jasad kakunya. Thief menggunakan itu untuk menebus gereja. Melepasnya dari jeratan lintah darat dan para buaya pemalak.Â