'Jaga mulut, bisa?! Saya kerepotan jadinya!'Â
Zydic melotot. Masih tidak terima dipukul sampai sedemikian terasa merana.
'Ya ga usah mukul juga! Kalo gua mati gimana?!'Â
'Mati saja sana! Saya ga peduli lagi! Stress saya lihat kamu sekarat! Cepat mandi! Kita makan bakso aci!'Â
Begitulah. Hari demi hari berlalu. Zydic tidak pernah melewati obat yang disediakan Thief. Meski begitu, Zydic masih sering demam malam-malam.Â
Thief selalu bertanya apa Zydic baik-baik saja? Apa perlu meminta tambahan resep ke tim medis akademi? Namun, sepucat apapun, jawaban Zydic selalu sama: Ia tidak apa-apa.
Kemudian di suatu siang, sebuah berita datang. Badan Peneliti Edentria berhasil mengembangkan satu formula obat dan satu formula vaksin. Sudah mereka uji ke seratus sample penderita dengan berhasil. Rumah Isolasi akan kedatangan dokter dan tim esok pagi.Â
Baik Zydic maupun Thief tertegun.Â
'Akhirnya, besok kita pulang ke Akademi.'Â
'Yeee pede. Belum tentu juga Neng. Pan kita belon tau kaya gimana kerja obat sama vaksinnya.'
'Oh iya. Pinter juga kamu.'Â