Mohon tunggu...
Faizal Hadi Nugroho
Faizal Hadi Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Akademisi

Menulis membuatmu hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendobrak Hegemoni Realita melalui Cerita Fantasi

29 Agustus 2021   12:56 Diperbarui: 29 Agustus 2021   12:56 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam malam adalah jam yang tidak mengizinkan manusia untuk keluar rumah. Banaspati, hantu, atau makhluk siluman akan muncul. Tahukah kamu, tidak hanya di Indonesia yang menerapkan jam malam? Semua negara di dunia seolah kembali ke masa lalu dan sesuai dengan mitos-mitos. Di Eropa, orang harus berhati-hati karena vampir bisa muncul pada malam hari dan mengganggu orang. Di Jepang, kamu tidak boleh keluar karena banyak orang diganggu oleh Sadako.

Kini, kami harus pulang. Kami keasyikan mabar sampai-sampai mengerjakan poster pada sore harinya. Orang tua Finto, pemilik rumah, sedang ada di Bali untuk menenangkan Naga yang bersemayam antara Pulau Jawa dan Bali. Naga itu mengamuk karena kapal-kapal feri mencemari lingkungan.

Kalau aku dan Joana tidak pulang alamat dimarahi habis-habisan. Ibuku adalah animagus, beliau mampu berubah menjadi hewan melata ketika marah. Aku pernah dililitnya karena tidak sengaja membakar Tupperware ketika aku bermain-main dengan mantra pemantik api. 

"Nggak! Aku nggak mau dililit atau dipecut sama ibu kalau pas jadi ular, hiii!" kataku.

Joana mengangguk.

Dengan nekat, kami memutuskan pulang.

Rumah kami dekat rawa dan kamu tahu kan apa yang ada di rawa? Ya apa lagi, buaya putih. Buaya biasa saja seram ini buaya putih. Ah, daripada dililit ibu, nanti kan tinggal lari kalau ketemu buaya putih. 

"Jangan, Bri, Jo, nggak aman, kamu kirim pesan saja ke rumah!" Namun, aku dan Joana lebih takut kalau ibu kami marah-marah. Joana tinggal di sebelah rumahku dan ibunya kalau marah bisa mengangkat tabung elpiji 12 kg sekali lirik. Membayangkan itu, aku dan Joana memantapkan diri untuk pulang.

Sepuluh meter pertama aman jaya! Rumahku dengan rumah Finto hanya berjarak 300 meter. Meter demi meter kami lalui. Tiba-tiba lampu yang aku bawa bergoyang, hawa mendingin, terdengar desir angin yang menggerakkan pohon-pohon bambu.

"Bri, ini kan pertanda ya." 

"Jo, jangan ngawur kamu! Possitive thinking!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun