"Sebab aku tak ingin kau dinikmati banyak orang yang tumpah ke pantai."
Ah, rupanya penyair itu mampu membaca pikiranku dan tak mau memberikan aku kesempatan menjadikan senja.
Sudah aku bilang kan.
"Aku mengandainya. Pastinya aku tetap menjadi diri sendiri yang sampai kini aku masih mencintaimu dengan komitmenku."
"Sampai sejauhnya?"
"Iya sampai batas sejauhnya, aku tak memberi ruang lain bagi mereka untuk menggugatnya."
"Seperti senja?"
"Iya seperti senja yang selalu memberikan penghidupan pada malam."
"Akupun demikian, selalu mencintaimu dan merawat komitem kita Aisyah."
Kok Aisyah?
Dan rasanya si pengarang itu mulai lunglai dengan potongan kenangan kita. Pasti dia kini berfikir untuk menyematkan puisinya di akhir cerita kita.