"Aku hanya tidak terbiasa dengan situasi. Kamu sehat?"
"Seperti yang kau saksikan, semoga selalu sehat."
"Amiin, semoga kita selalu di sehatkan."
Sesaat, matanya lalu menyoroti seekor bangau kelabu yang hinggap di atas bongkahan batu. Sedang aku asyik menghitung daun ketapang yang lepas dari tangkainya. Iya, musim ini musim gugur, terlihat hampir separuh daun ketapang menguning.
Aku kemudian memindahkan pandangku ke tempat bangau itu hinggap. Disana, terlihat bangau itu sedang asyik menanamkan paruhnya ke air hingga aku mengabaikan tiga daun ketapang yang jatuh.
"Rupahnya begitu cara bangau mematuk ikan."
Mendengar ucapanya, aku langsung menyahut pelan sembari tetap memfikuskan diri menghitung daun-daun ketapang.
"Iya seperti itu, dia harus membenamkan parunya untuk mematuk ikan baru kemudian mencengkramya keras-keras."
Dua daun baru saja jatuh, sudah tiga puluh daun ketapang yang jatuh saat kami duduk disini. Aku masih menghitunya dalam liri.
"Tak kau pikirkan untuk jadi ombak?" Tanyaku.
"Ah, bukankah ombak selalu berubah-ubah bentuknya? Aku tak mau menjadi sosok seperti itu, jiwa yang tak punya prinsip."