- analisis prespektif positivisme hukum dan sociologi jurisprudence terkait kasus tersebut
Analisis perspektif positivisme : hukum terhadap penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran zakat menunjukkan bahwa hukum harus dipahami sebagai sistem norma yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.Â
Dalam konteks ini, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan undang-undang yang mengatur zakat di Indonesia memberikan panduan hukum yang jelas, menegaskan bahwa Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran zakat karena mengandung unsur gharar dan bertentangan dengan prinsip syariah.Â
Dalam perspektif positivisme hukum, penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran zakat tidak dapat diterima karena bertentangan dengan norma hukum yang berlaku, dan kepastian hukum harus dijaga agar masyarakat tidak bingung mengenai syarat-syarat pembayaran zakat.
perspektif sosiologi jurisprudensi : menyoroti hubungan antara hukum dan masyarakat serta bagaimana norma-norma hukum dipengaruhi oleh konteks sosial. Penggunaan Bitcoin mencerminkan fenomena sosial baru yang muncul seiring perkembangan teknologi digital, dengan masyarakat menginginkan cara pembayaran zakat yang lebih efisien.Â
Meskipun demikian, nilai-nilai dan prinsip syariah harus tetap dijunjung tinggi dalam praktik zakat. Ketidakpuasan masyarakat terhadap pembayaran zakat yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap lembaga zakat.Â
Sosiologi jurisprudensi juga menggarisbawahi perlunya adaptasi hukum terhadap perubahan sosial; meskipun saat ini Bitcoin dianggap tidak sah, perubahan sikap masyarakat terhadap mata uang kripto dapat mempengaruhi pandangan ulama dan lembaga hukum di masa depan.
meskipun hukum menetapkan bahwa Bitcoin tidak sah sebagai alat pembayaran zakat, penting untuk mempertimbangkan konteks sosial yang berkembang, di mana inovasi dalam pembayaran zakat perlu diimbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip syariah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Kesimpulan
Kesimpulan terkait penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran zakat menunjukkan bahwa meskipun inovasi teknologi memberikan alternatif dalam metode pembayaran, secara hukum Islam dan berdasarkan prinsip Hukum Ekonomi Syariah, Bitcoin tidak dapat diterima sebagai alat pembayaran zakat. Hal ini sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 13 Tahun 2011, yang menegaskan bahwa harta yang mengandung unsur gharar dan berasal dari sumber yang tidak halal tidak bisa dijadikan objek zakat.Â
Dalam konteks positivisme hukum, penggunaan Bitcoin bertentangan dengan norma-norma hukum yang telah ditetapkan, sehingga pembayaran zakat dalam bentuk tersebut tidak memenuhi syarat keabsahan.Â