Mohon tunggu...
Faisal L. Hakim
Faisal L. Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat harmoni

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Gaya Rambut dan Subjektivitas Kepala

26 Mei 2016   14:45 Diperbarui: 27 Mei 2016   00:14 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah barbershop,tempat cukur pria yang menjual tren gaya masa kini dengan prinsip “keluar dari barber konsumen menjadi lebih ganteng”. Namun, hak prerogratif konsumen adalah segalanya, bukan?

Mengikuti estetika kepala impor dari eropa, perubahan sosial-budaya pun terjadi. Tapi tidak masalah, keindahan memang harus diperjuangkan secara terbuka nan dinamis.

Permasalahannya, mencapai puncak keindahan tidak segampang membalik telapak tangan. Saya sudah katakan, sebelum mencapai “selarasnya”, bicara estetika, lampaui dulu “seharusnya” dan “sepantasya”.

Lantas, jika contoh kategori manusia dalam konteks estetika tubuh yang “seharusnya”, seperti, maaf, kepala kotak aparat, maka kelompok “sepantasnya” lebih dalam, yaitu menyertakan unsur proporsional bentuk kepala. Misalnya, kepala benjo(cekung) di daerah belakang agak ke atas kepala, maka area situ lebih pantas tidak terlalu tipis rambutnya.

Kekurangan kategori “sepantasnya”, adalah tidak mengenal gaya dan tren. Yang penting pantas, ya sudah. Namun, tak jarang juga, beberapa orang di dalam kategori ini pantas dengan gaya rambut yang ada dalam referensi keilmuan rambut, lantaran bentuk kepala, wajah, dan tipe rambutnya yang proposional dari lahir. Saya pikir itu anugrah Tuhan yang harus disadari.

Berbeda dengan kelompok terakhir, yaitu kategori “selarasnya”. Kelompok tersebut sadar akan harmoni. Ya, “harus”, “pantas”, dan “indah”. Ketiga unsur tersebut nyatanya memang bisa diimplementasikan secara bersamaan. Apa dan bagaimanapun bentuk kepala dan tipe rambutnya. Namun tidak mudah, ada beberapa sayarat yang harus dilewati untuk menuju keselarasan: low ego,dinamis, dan tentu saja keselarasan antara hati dan pikiran.

Mengapa potong rambut menjadi begitu rumit? Mungkin itu pertanyaan yang baik. Tetapi, dari situ tercermin cara pandang kehidupan seseorang. Apakah orang tersebut naif atau visioner dan dinamis. Artinya, subjektivitas ketika potong rambut harus ditekan sembari diimbangi implementasi harmoni hati dan pikiran. Satu lagi, pengetahuan.

Cara Pandang

Saya sendiri hanyalah kapster yang jauh dari justifikasi pro.Namun saya tahu bagaimana seharusnya, sepantasnya, dan selarasnya rambut diolah.

Tak jarang, hingga kini masih sering adu mulut dengan beberapa pelanggan. Namun, ya begitu, saya selalu mengalah. Rupanya mereka tidak takut kalau saya pegang benda tajam. Mereka punya uang.

Beberapa orang memiliki cara pandang tradisional, beberapa lainnya modern, dan beberapa juga anti-mainstream.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun