Selanjutnya dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan diantaranya meliputi:
Dibidang Pidana:
- Melakukan penuntutan;
- Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
- Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
- Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan  Undang-undang;
- Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut  menyelenggarakan kegiatan:
- Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
- Pengamanan kebijakan penegak hukum;Â
- Pengawasan peredaran barang cetakan;
- Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan  masyarakat dan negara;
- Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
- Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
      Dalam bidang pidana Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke pengadilan atau  tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP. Â
Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hakim akan timbul pada saat hakim dalam agenda pemeriksaan dan pembuktian di persidangan dinyatakan telah selesai, yang kemudian majelis hakim yang akan mengadakan musyawarah guna mendapatkan putusan yang berkepastian, berkeadilan dan kemanfaatan hukum sesuai dengan tujuan hukum. Terdapat hal penting yang hendaknya di perhatikan oleh Majelis hakim dalam pertimbangannya, yaitu bagaimana hakim harus memperhatikan Actus reus dan mens rea dengan rasionya dan hati nuraninya untuk mendapatkan keyakinan atas perkara yang diterimanya dan berdasarkan pemeriksaan di persidangan hakim dapat mengungkap fakta-fakta di dalam persidangan dengan cara mencari, menggali, menemukan dan menerapkan hukum yang tepat sesuai dengan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum.[1] Â
Masih banyak sekali aspek-aspek yang harus dipertimbangkan oleh Majelis hakim pada putusannya baik itu dari aspek yuridis ataupun dari aspek non yuridisnya. pada praktiknya di persidangan aspek yuridis merupakan suatu hal yang sangat penting karena pertimbangan yuridis tersebut timbul atas fakta di persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat dalam putusannya. pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana juga merupakan aspek penting apakah terdakwa bersalah telah melakukan delik pidana seperti yang di dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum atau tidak sama sekali.[1] Â
Â
Pertimbangan Hakim Bersifat Yuridis, merupakan pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:
- Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dakwaan merupakan surat atau akta yang disusun oleh Jaksa penuntut umum dan memuat rumusan suatu tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang merupakan sebuah kesimpulan dan sebuah uraian-uraian yang didapat dari hasil pemeriksaan di tingkat penyidikan, dan merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan di persidangan.[1]
- Tuntutan pidana, pada umumnya menyebutkan secara jelas dan obyektif mengenai jenis dan beratnya pidana atau jenis tindak pidana yang dituntut oleh penuntut umum agar dijatuhkan pidana kepada terdakwa oleh Majelis Hakim, berdasakan hasil pemeriksaan di depan persidangan mengenai tindak pidana yang telah terbukti menurut jaksa penuntut umum melalui surat tuntutan tersebut.[2]
- Unsur pasal yang di dakwakan, pada putusannya Majelis hakim juga mencantumkan dan mempertimbangkan unsur-unsur dalam ketentuan pasal dalam dakwaan jaksa penuntut umum.[3] Pertimbangan ini tidak serta-merta mencantumkan unsur-unsur hukum seperti apa yang telah undang-undang jelaskan mengenai pasal yang di dakwakan akan tetapi juga mencantumkan dari aspek teoritis dan praktek, pandangan doktrin, yurisprudensi dan kasus posisi yang sedang ditangani, kemudian dari hal tersebut hakim menetapkan pendiriannya dalam memberikan pertimbangan sehingga terdakwa dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu perbuatan pidana.
- Nota Pembelaan / Pledoi, adalah nota yang dibuat oleh terdakwa atau penasihat hukumnya dan merupakan hak dari terdakwa untuk menanggapi surat tuntutan dari jaksa penuntut umum baik itu yang akan disampaikan langsung oleh terdakwa maupun yang akan disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa baik secara tertulis ataupun secara lisan di depan persidangan yang berisi sanggahan atau jawaban atas surat tuntutan Jaksa Penuntut umum.[4]
- Keterangan saksi, merupakan salah satu dari alat bukti dalam suatu perkara tindak pidana yang memuat keterangan dari para saksi mengenai suatu peristiwa tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan saksi juga termasuk dalam alat bukti Sejauh mana keterangan itu mengenai suatu peristiwa tindak pidana yang di dengar sendiri, di lihat sendiri dan di alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan dibawah sumpah.[5]Â
- Keterangan terdakwa, pada ketentuan Pasal 184 Ayat (1) huruf e KUHAP, keterangan atau pernyataan terdakwa juga termasuk sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa merupakan apa yang dinyatakan terdakwa dalam agenda pemeriksaan di depan persidangan mengenai suatu perbuatan yang dilakukannya atau yang ia mengetahui sendiri atau yang ia alami sendiri, ketentuan ini diatur dalam Pasal 189 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Keterangan oleh terdakwa juga merupakan hasil jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Jaksa penuntut umum, hakim maupun penasehat hukum guna menggali kebenaran yang sebenar-benarnya.[6]
- Barang bukti, merupakan salah satu alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP. Barang tersebut merupakan barang yang digunakan oleh terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana atau hasil yang didapat dari suatu perbuatan pidana. Barang-barang tersebut disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti di persidangan.[7]
Upaya Hukum Banding
Pendelegasian Kewenangan Upaya Hukum
- Sesuai  Sesuai asas dominus litis dan een en ondelbaar, Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum terhadap putusan pengadilan.
- Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagai pengendali operasional penanganan perkara pidana berwenang untuk memutuskan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum terhadap semua putusan pengadilan, kecuali terhadap putusan pengadilan yang pengendalian tuntutannya merupakan kewenangan dari Jaksa Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi, maka kebijakan perlu tidaknya dilakukan upaya hukum merupakan kewenangan Jaksa Agung cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi yang mengendalikan tuntutan pidana perkara tersebut.
- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum berwenang untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum atas semua putusan pengadilan yang pengendalian tuntutan pidananya merupakan kewenangan Jaksa Agung.
- Perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum atas putusan pengadilan tidak didasarkan karena adanya perbedaan besar kecilnya pidana yang dijatuhkan dan/atau pasal yang diterapkan oleh hakim, atau penetapan status barang bukti yang termuat dalam putusan pengadilan dengan tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum, tetapi merupakan kewenangan Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang didasarkan pada rasa keadilan Masyarakat sesuai dengan kearifan lokal/kondisi daerah.
- Dalam memutuskan kebijakan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum atas putusan pengadilan, Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri mempertimbangkan pendapat penuntut umum yang menyidangkan perkara tersebut. Untuk itu, penuntut umum membuat nota pendapat yang berisi antara lain:
- latar belakang dilakukannya tindak pidana oleh terdakwa;
- pernah atau tidaknya terdakwa dijatuhi pidana;
- rasa keadilan yang berkembang dalam Masyarakat, dan
- alasan dan pertimbangan penuntut umum perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum terhadap putusan pengadilan.
- Dalam hal kebijakan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang pengendalian tuntutan pidananya merupakan kewenangan Jaksa Agung, agar Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri melaporkan putusan pengadilan tersebut secara berjenjang kepada Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada kesempatan pertama, untuk meminta petunjuk perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum, dengan melampirkan nota pendapat penuntut umum.
- Terhadap putusan pengadilan atas tuntutan pidana yang pengendaliannya merupakan kewenangan Kepala Kejaksaan Tinggi, agar diajukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi untuk meminta petunjuk perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum.
Putusan perlu tidaknya dilakukan Upaya hukum diberikan secara tertulis oleh Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri diatas nota pendapat penuntut umum, atau diberikan secara tertulis oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum/Kepala Kejaksaan Tinggi atas usulan Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sesuai dengan kewenangan pengendalian tuntutan pidana. Â