Adegan-adegan visual yang kental dengan bumbu-bumbu drama kemudian mendatangkan gelombang dukungan publik karena iba dengan peraga korban mereka. Saya sering katakan playing victim sebagai permainan busuk yang mengorbankan masyarakat karena akan menghalalkan segala cara untuk meraih simpati. Tindakan vulgarisme sekalipun dapat dilakukan. Bagi para pihak yang memiliki kepentingan terselubung yang kerap menjadikan masyarakat sebagai pemeran adegan, permainan playing victim sangatlah manjur. Namun, tanpa disadari oleh masyarakat pelaku adegan; mereka adalah korban empuk menyukseskan agenda tolak pembangunan negara.
Cocoklogi
Kalau permainan busuk post truth dan playing victim tidak juga mampu menguasai simpati publik maka cara tidak logispun dilakukan yakni dengan cocoklogi dan isu SARA. Lihat saja argumentasi yang disuarakan kelompok penolak geotermal Poco Leok sebagaimana dilakukan oleh LSM Center Asia baru-baru ini. Argumentasi dari kelompok yang tidak kita ketahui afiliasinya mendenggungkan bahwa geotermal Poco Leok sebagai bentuk genosida sama seperti yang dialami warga Gaza oleh Israel. Kelompok ini rupanya hendak menyebarkan doktrin sesat dengan menyamakan Indonesia seperti Israel dan Poco Leok seperti Gaza.
Selain itu, kelompok yang hanya berkoar-koar dari jauh ini ingin menggalang simpati publik untuk mendukung agenda penolakan yang tidak berdasar mereka. Ironinya mereka membawa-bawa identitas SARA berupa bendera Palestina untuk menyuarakan penolakan geotermal Poco Leok. Menurut mereka, KFW (Kreditanstalt fur Wiederaufbau) yang merupakan bank pembangunan dan investasi milik negara Jerman yang berfokus pada peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan; sebagai penyokong utama Israel dalam memerangi Gaza. Dengan bermodalkan cocoklogi, mereka menyimpulkan bahwa proyek geotermal Poco Leok sama seperti kejahatan perang Israel di Gaza. Pertanyaan sederhananya sekarang adalah mampukah kelompok ini mempertanggungjawabkan argumentasi cocoklogi mereka?.
Menghambat Kemajuan
Permainan-permainan busuk yang kerap dilakukan kelompok-kelompok kepentingan dibalik fenomena tolak pembangunan negara di atas harus diakui menghambat kemajuan negara. Mengapa dikatakan demikian? Jawabannya sangat umum dan publik pasti memiliki preferensi yang sama terhadapnya yakni karena pembangunan sebagai tolak ukur utama dalam memajukan ekonomi masyarakat. Lihatlah Cina yang kini menjadi negara dengan pembangunan paling maju di dunia.
Bicara pembangunan tentu saja bukan semata tentang jalan raya dan jembatan. Pembangunan energi dan ketahanan pangan juga menjadi bagian tak terpisahkan. Ambisi besar Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan dan energi demi memajukan kesejahteraan masyarakat, haruslah diupayakan segera. Lagipula bukan semata soal ambisi sang presiden namun terutama untuk mempercepat pengentasan ketertinggalan ekonomi dalam bidang pangan dan energi.
Bukan tidak mungkin banyak yang berpandangan swasembada pangan dan energi tidak relevan meningkatkan ekonomi, tetapi perlu dicatat bahwa dua sektor itulah yang menjadi fundasi bagi aspek perekonomian yang lain. Dalam pada itu, sebagai upaya nyata mewujudkan idea swasembada pangan dan energi maka dibuatlah program pembangunan pada dua sektor tersebut. Pembangunan negara dalam hal ini tentu saja demi menunjang tercapainya tujuan swasembada yang pada akhirnya diniscayakan membawa kemajuan dan kemakmuran rakyat.
Namun demikian, program-program pembangunan negara nyatanya tidak didukung oleh kelompok tertentu dalam suatu masyarakat terdampak pembangunan. Memori kolektif yang menjadi resistansi akibat kelalaian negara memiliki peran penting dalam hal ini. Terlebih lagi resistansi akibat negara lalai dalam membenahi kehidupan bernegara dan pemerintahan selama ini. Rupa-rupanya kelalaian negara telah menciptakan semacam rasa kurang percaya (lack of trust) dari masyarakat. Padahal masyarakat sudah sepatutnya harus selalu mendukung negara dan tidak terus terlarut di dalam rasa kurang percaya. Dengan demikian, jika saat ini negara berkehendak baik untuk memajukan negara melalui pembangunan-pembangunan negara maka sudah sepatutnya kita dukung penuh.
Begitu pula permainan-permainan busuk seperti post truth, playing victim dan cocoklogi; yang kerap dimainkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Permainan-permainan seperti ini besar kemungkinan tidak dipahami masyarakat sehingga masyarakat dengan penuh kesungguhan menjeratkan diri di dalamnya. Masyarakat seharusnya berani untuk sadar diri bahwa intens dan masifnya gerakan tolak pembangunan negara sejatinya merugikan negara dan masyarakat. Pembangunan-pembangunan negara adalah upaya memajukan negara dan mensejahterakan rakyat. Bukan untuk memberangus HAM, adat dan lingkungan.
Urgensi Kesejahteraan Sosial