Namun demikian, tidak pula untuk dinafikan bahwa sudah begitu banyak masyarakat Indonesia yang mampu berdikari sehingga dapat menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke jenjang perguruan tinggi. Selain itu beasiswa pendidikan dari negara juga sudah berjalan demi meringankan beban biaya pendidikan bagi kalangan kurang mampu. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan penyebaran kaum terdidik di tengah masyarakat sehingga dapat menjadi panutan berpikir bagi sebagian masyarakat yang memang masih dihantui keterbelakangan SDM.
Meskipun penyebaran kaum terdidik di tengah masyarakat sudah cukup banyak, tetapi fakta tetap berbicara tentang lemahnya SDMasyarakat. Hal ini dapat diperhatikan dari aksi dan reaksi masyarakat kita ketika menghadapi pembangunan negara. Sebagaimana diketahui, pro dan kontra selalu mewarnai kegiatan pembangunan negara. Terutama sekali yang berkaitan langsung dengan lingkungan. Misalkan saja pembangunan dan pengembangan proyek geotermal yang mana gencar dilakukan akhir-akhir ini.
Proyek-proyek pembangunan yang terkategorisasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam sektor energi terbarukan tersebut kerap dinilai merampas ruang hidup masyarakat adat. Bahkan tidak sedikit masyarakat memiliki keyakinan bahwa proyek ini menyebabkan longsor; gagal panen hingga merusak lingkungan. Padahal keyakinan-keyakinan mereka terbentuk dari asupan informasi-informasi palsu yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mudahnya masyarakat terdoktrinasi informasi-informasi palsu sebagai tanda nyata SDMasyarakat kita yang masih tertinggal.
Fenomena masyarakat menolak pembangunan negara pada akhirnya menciptakan konflik internal bernegara antara pemerintah dengan rakyat. Dengan lain perkataan melahirkan ketidakkompakan negara dengan rakyat. Akibatnya tidak sejalan seiringnya kehendak pemerintah dengan kehendak masyarakat. Padahal kalau saja masyarakat sedikit cermat mengkonsumsi informasi terkait pembangunan negara maka setidaknya masyarakat memiliki informasi berimbang. Keberimbangan informasi terkait suatu pembangunan sangatlah penting untuk memberi pemahaman lebih luas kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menilai pembangunan negara dengan pikiran terbuka (open minded), bukan bermodalkan alasan pokoknya tolak pembangunan negara.
Permainan Busuk
Masyarakat yang cenderung close minded (pikiran tertutup) karena keterbelakangan SDM pada kenyataannya sangat sensitif untuk diframing. Inilah yang kemudian membuat masyarakat kerap dijadikan sebagai komoditas permainan busuk dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab; yang biasanya menghembuskan isu HAM, adat dan lingkungan. Permainan busuk yang terjadi lazimnya dilakukan dengan cara-cara yang intens dan masif. Berikut tiga permainan busuk yang paling getol dimainkan.
Post truth
Pola ini rasanya tidak perlu diterangkan secara panjang lebar. Pengertian paling sederhana post truth adalah suatu karangan tentang kebenaran atau kebohongan yang disuarakan secara terus menerus akan dianggap sebagai kebenaran. Contohnya, mengatakan agama A adalah yang paling dicintai Allah dengan dibeberkan alasan-alasannya. Jika hal ini dikatakan secara masif dan terus menerus maka akan menjadi sebuah kebenaran (diakui secara umum). Akibatnya, banyak yang berpaling dari agama sebelumnya dan memeluk agama A tersebut. Padahal, kenyataannya belum tentu demikian. Pola post truth pada dasarnya mencari simpati publik untuk mengikuti kehendak mereka.
Begitu pula dalam konteks menolak pembangunan negara. Pola post truth sudah sangat tampak. Kelompok penolak melalui medianya selalu menebarkan narasi-narasi menakutkan. Misalkan dalam pembangunan energi negara melalui proyek geotermal. Dikatakan geotermal merusak lingkungan; menggagalkan hasil panen; longsor; mengabaikan hak-hak masyarakat dan adatnya; dan lainnya. Narasi-narasi tanpa pendasaran seperti ini akhirnya diinternalisasikan pada anggota kelompok penolak dan juga publik. Inilah yang kemudian mendatangkan simpati publik.
Playing victim
Ketika permaian post truth dirasa kurang mendulang simpati publik maka cara lain yang kerap diterapkan adalah playing victim atau bermain sebagai korban kejahatan. Seolah-olah kelompok penolak pembangunan negara kerap mendapati intimidasi negara; hak-hak mereka dirampas; tanah adat mereka diserobot hingga lingungan mereka dirusak. Isu-isu seperti ini tentu saja dikemas dengan sangat apik melalui adegan-adegan visual yang umumnya sudah diseting sedemikian rupa. Maka dari itu, jangan terlalu heran ketika melihat aksi demontrasi yang mana menepatkan ibu-ibu renta di barisan terdepan. Bahkan sampai mengorbankan harga diri para ibu renta dengan aksi telanjang dada di depan aparat seperti yang terjadi dalam aksi tolak geotermal Poco Leok.