'Kau simpan saja saputanganku. Mungkin di lain waktu kau membutuhkannya.'
Aku diam menurut menarik uluran tanganku. Ku pandangi dia tersenyum dan selalu tersenyum menatapku. Aku juga tersenyum sekilas membalas, kemudian ia sibuk membetulkan susunan kayu api yang sudah mulai berserak karena kayunya sudah menjadi arang. Aku ikut membantunya. Dinginnya malam, membuatku semakin erat mengenggam saputangannya.
Dalam hati, aku berdoa untuknya, mudah-mudahan Rabb selalu memberikan kebahagiaan untuknya, agar ia selalu bisa tersenyum seperti biasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H