Ia mengulanginya, 'Kau tak perlu mempersiapkannya. Luka kakimu adalah hadiah untukku.' Ia mengerling ke arahku.
Mataku membelalak membalas kerlingannya, 'Apaaa???'
Ia terkekeh,'Sudah, lupakanlah soal hadiah. Aku tak memintanya. Aku hanya butuh kau menemaniku merayakannya malam ini. Disini. Bersama api unggun itu.'
Ia tersenyum kemudian berdiri. Sentakan kepalanya mengajakku untuk mengikutinya duduk di dekat api. Aku menurut duduk disebelahnya. Ia mengaduk-aduk api mencari ubi singkong yang tadi dibakarnya. Tanganku juga bergerak membantunya mengeluarkan singkong. Sembari menikmati singkong bakar buatannya, kami bercakap-cakap. Malam yang berbeda dari biasanya. Mungkin saat ini aku juga yang ikutan telat untuk bertemu Bulan malam ini. tapi, hey,,,aku jadi teringat sesuatu,
'Hey, apakah bidadarimu tahu kau ulang tahun hari ini? kenapa tak merayakan bersamanya?'
Dia menjawab tak acuh,'hmm,,kurasa mungkin dia juga tidak tahu. Aku tidak pernah memberitahukan hari ulang tahunku padanya sebelumnya'
'Trus kenapa tak kau rayakan bersamanya. Bukankah lebih menyenangkan jika kau merayakan bersamanya?'
Dia tersenyum, 'Selalu ada waktu untuk bersamanya. Kau tak perlu khawatir. Saat ini aku ingin merayakannya denganmu.'
Aku hanya diam mendengar ucapannya. Ia terlihat kembali sibuk dengn singkong bakarnya memandang unggun. Kulihat dahinya penuh dengan peluh. Kuberikan saputangannya yang sedari tadi ada digenggamanku.
'Lap lah peluhmu. Aku tak jadi mengusap lukaku dengan saputanganmu.'
Ia menoleh ke arahku, tersenyum dan melap peluhnya dengan lengan bajunya.