Beberapa pasal yang mengatur tentang pengupahan di dalam Perppu Cipta Kerja dapat dikatakan tidak memberikan kepastian hukum bagi pekerja karena termuat banyak celah bagi perusahaan untuk beralasan ketika diharuskan melaksanakan kewajibannya dalam memberikan hak-hak pekerja.Â
Pemerintah yang seharusnya juga melindungi pekerja dalam hal ini melalui payung hukum dirasa nihil. Seperti kata "indeks tertentu" lalu dilanjut dengan pengambil alihan kewenangan oleh pemerintah untuk ketika dalam keadaan tertentu membuat suatu formulasi upah dengan dalih menyesuaikan upah, hal ini tentu adalah bagian dari skema politik upah murah.
Upah layak sesungguhnya adalah salah satu Hak Asasi Buruh yang dijamin oleh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 28D ayat 2 : "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Namun sayangnya amanat konstitusi ini seolah tidak di ejawantahkan semaksimal mungkin oleh pemerintah lewat kebijakan dan bahkan justru sebaliknya.Â
Kondisi kesejahteraan buruh beserta keluarganya di Indonesia hingga hari ini masih jauh dari layak dan bermartabat. Hal ini terjadi karena kebijakan politik upah murah Negara yang masih dikuasai oleh pihak yang menganut sistem ekonomi pasar bebas atau kapitalisme.Â
Cengkeraman kapitalisme global dan borjuasi dalam negeri terhadap kekuasaan negara sangatlah kuat. Sehingga mandat konstitusi negara yang seharusnya untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, belumlah terwujud.
Tak hanya itu, masih begitu banyak pasal yang memperlihatkan ketimpangan yang begitu curam antara kelas pemodal dengan kelas pekerja dari segi nilai-nilai yang adil dan layak dalam hubungan kerja, nilai tawar kelas pekerja yang semakin di reduksi lewat kebijakan membuat lahirnya penindasan baik yang terlihat maupun yang tak terlihat, yang tidak disadari maupun yang disadari tetapi dirasa seolah sudah tak ada cara lagi untuk melawan penindasan tersebut.
Selanjutnya mengenai Contempt of Court, istilah ini mengacu pada penghinaan terhadap pengadilan. Di Indonesia, istilah Contempt of Court pertama kali ditemukan pada penjelasan umum undang-undang, yaitu UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.Â
Secara terminologi, Contempt of Court adalah tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk mengabaikan atau tidak mematuhi perintah penguasa yang sah menurut undang-undang.Â
Klasifikasi perbuatan contempt of court bisa bersifat langsung maupun tidak langsung,dan dapat dilakukan di dalam ruang pengadilan ataupun dilakukan di luar ruang pengadilan. maka bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk dalam pengertian Tindak Pidana Contempt of court menurut Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji dalam bukunya berjudul Peradilan bebas dan contempt of court meliputi :
- Disobeying a court order : Perilaku mengabaikan perintah-perintah pengadilan.
- Obstructing Justice : Berupa obstruksi peradilan merupakan suatu perbuatan yang menimbulkan dampak memutarbalikkan atau mengacaukan suatu proses peradilan untuk menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan.
- Scandalizing the court : Perbuatan membuat skandal dalam pengadilan serta menyerang integritas dan impartialitas pengadilan merupakan bentuk contempt of court yang dapat dilakukan di luar pengadilan. Karena meliputi pernyataan yang mengandung kata-kata penyalahgunaan ataupun ucapan yang mengandung penghinaan.
- Sub Judice Rule : Suatu usaha berupa perbuatan atau sikap yang ditunjukkan ataupun pernyataan secara lisan sebagai usaha untuk mempengaruhi hasil dari suatu pemeriksaan peradilan.
- Misbehaving in Court : Tidak berkelakuan baik dalam persidangan, atau bertingkah laku tidak sopan, tercela dan tidak pantas dalam persidangan pengadilan.
Memang pada dasarnya di Indonesia pengaturan mengenai contempt of court bisa dikatakan belum memadai karena belum diatur secara terperinci dalam peraturan perundang-undangan sehingga perbuatan-perbuatan yang sebetulnya adalah merupakan penghinaan terhadap pengadilan dianggap adalah bukan penghinaan atau bukan merupakan suatu delik.
Jika kita mengkaitkan dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja di tengah situasi UU Cipta kerja yang masih berstatus Inkonstitusional bersyarat dan ada kewajiban yang diberikan MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut, hal ini apakah dapat dikategorikan sebagai contempt of court atau lebih tepatnya contempt of constitutional court yang dilakukan oleh jokowi ?