Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi syarih, tetapi kualitas salah satunya tidak shalih. Misalnya dua riwayat kontradiktif yang berkaitan dengan diturunkannya ayat: Ad-Dhuha: 1-3,
- Artinya: "demi waktu matahari, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula benci kepadamu.(QS.Ad-Dhuha: 1-3).
Adapun terhadap variasi riwayat dalam satu ayat, versi yang berkualitas, para ulama mengumukakan Langkah-langkah berikut ini:
- Mengambil versi riwayat yang shahih.
Cara ini mengambil bila terdapat dua versi riwayat tentang Asbab an-Nuzul suatu ayat, satu versi berkualitas shahih, sedangkan yang lainnya tidak. Misalnya dua versi riwayat kontradiktif untuk surah Ad-Dhuha ayat 1-3.
- Melakukan studi selektif(tarjih)
Langkah ini diambil bila kedua versi yang berbeda itu kualitasnya sama-sama shahih. Contoh hadist bukhari fan hadist Tirmidzi yang berkaitan dengan turunnya ayat tentang roh. Kedua riwayat  tersebut sama-sama shahih. Akan tetapi, mayoritas ulama lebih mendahulukan hadist Bukhori daripada hadist Tirmidzi, karena hadist Bukhori lebih unggul sedangkan hadist Tirmidzi tidak unggul.
           Â
- Melakukan studi kompromi (jama')
Langkah ini diambil apabila kedua riwayat yang kontridiktif itu tidak mungkin dilakukan tarjih.
- Variasi ayat untuk satu sebab (Ta'addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid)
Terkadang suatu kejadian menjadi sebab turunnya, dua ayat atau lebih. Hal ini dalam 'Ulum Al-Qur'an disebut dengan "Ta'addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid". Contoh satu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang satu dengan yang lainnya berselang lama.
C. Ungkapan-ungkapan Asbabun Nuzul
      Adapun ungkapan yang menunjukkan Asbabun Nuzul. Ada tiga ungkapan yang menunjukkan Asbabun Nuzul, yaitu, sebagai berikut:
- (Sebab turunnya ayat ini adalah...). Apabila suatu peristiwa didahului oleh ungkapan ini maka tidak dapat diragukan lagi bahwa peristiwa itu merupakan Asbabaun Nuzul ayat sebelumnya.
- Tidak menggunakan kata (sababu) seperti diatas. Akan tetapi menggunakan ungkapan "Fatarolat" atau "Faatrallahu", yang dimulai dengan Fa' setelah peristiwa dijelaskan.
- Ungkapan yang tidak menggunakan kata "Sabab" dan juga Fa' setelah peristiwa. Akan tetapi ia menggunakan kata Fii sebelum menjelaskan peristiwa.
4. Urgensi Ilmu Asbabun Nuzul
      Az-Zarqani dan As-Suyuti menjelaskan adanya halangan yang berpendapat bahwa mengetahui Asbabun Nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami AL-qur'an.  Az-Zarqani mengemukakan urgensi Asbabun Nuzul dalam mamahami Al-Qur'an, sebagai berikut:
- Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam manangkap pesan ayat-ayat AL-qur'an.
- Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
- Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat AL-qur'an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan bukan lafadz yang bersifat umum.
- Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan Al-Qur'an turun.
- Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya.