Tak bisa disangkal, Indonesia dianugerahi sumber daya alam melimpah ruah. Kita menjadi salah satu negara dengan kekayaan alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.
Tingkat biodiversitas Indonesia tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Kita punya beragam tanaman, hewan darat, dan hewan laut yang sulit ditemui di negara lain.
Sejumlah daerah juga dikenal sebagai penghasil bahan tambang. Minyak, gas, dan batu bara penuh sesak di Sumatera dan Kalimantan. Emas dan tembaga berjubel di Papua. Belum lagi daerah-daerah lainnya yang tak kalah kaya potensi alamnya.
Namun, kekayaan sumber daya alam luar biasa ternyata bukan jaminan utama yang mampu membawa Indonesia menjadi negara maju. Dalam dunia yang makin kompetitif, kita masih belum bisa menjadi yang terdepan. Kita masih kalah saing dengan banyak negara, termasuk para tetangga di Asia Tenggara.
The Global Competitiveness Report 2019 yang baru-baru ini dikeluarkan World Economic Forum menunjukkan peringkat daya saing Indonesia masih berada di posisi ke-50, di bawah Singapura (peringkat 1), Malaysia (27), dan Thailand (40).
Peningkatan kualitas SDM
Tentu banyak hal yang masih perlu dibenahi supaya Indonesia bisa makin berdaya saing, bisa makin maju ekonominya, sehingga makin sejahtera rakyatnya. Salah satu yang menjadi prioritas pemerintah saat ini ialah peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah sudah menyadari betul, bahwasanya ketersediaan sumber daya alam melimpah tidak akan berkontribusi banyak tanpa didukung sumber daya manusia berkualitas. Justru sumber daya manusia ini yang menjadi modal utama dalam membangun suatu bangsa.
Oleh sebab itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 dirancang untuk mendukung akselerasi daya saing dan kualitas sumber daya manusia. Dan peningkatan kualitasnya akan didapat salah satunya melalui pembangunan bidang pendidikan.
Belanja negara pada postur APBN 2020 menyentuh angka Rp2.540,4 triliun. Sesuai dengan amanat konstitusi, proporsi anggaran pendidikan ialah 20% dari belanja negara. Pada APBN 2020, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp508,1 triliun.
Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% sudah berlangsung selama satu dasawarsa. Pada awal mula penerapannya, alokasi tersebut diarahkan untuk memperluas akses masyarakat Indonesia terhadap pendidikan. Kala itu, program beasiswa dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan dengan harapan anak usia sekolah dapat sekolah secara gatis.
Kini setelah sepuluh tahun berlalu, pemerintah mulai fokus pada akselerasi kualitas pendidikan. Meskipun demikian, pemerintah tetap menjaga komitmen pemerataan akses dengan tetap mempertahankan program beasiswa bantuan tunai kepada siswa dan program BOS.
Besarnya alokasi anggaran pendidikan selama satu dekade terakhir memang belum menunjukkan hasil optimal bila diukur dari sisi kualitas. Jika diukur dari sisi ini, pendidikan Indonesia masih tergolong cukup rendah. Human Capital Index yang diterbitkan World Bank dalam World Economic Forum pada 11 Oktober 2018 lalu menempatkan Indonesia di posisi ke-65 di dunia dan posisi ke-6 di Asia Tenggara.
Baru-baru ini, OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) juga telah mengumumkan hasil skor PISA (Programme for International Student Assessment) untuk Indonesia tahun 2018. Hasilnya cukup memprihatinkan, Indonesia menempati urutan ke-74 dari 79 negara partisipan.
Hasil pengukuran PISA ini disebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebagai sesuatu yang harus jujur diakui. Menurutnya, justru di sini letak kunci kesuksesan belajar, yakni mendapatkan sebanyak mungkin perspektif untuk kemudian bergerak melakukan perubahan.
Anggaran pendidikan untuk apa saja?
Prioritas APBN untuk meningkatkan kualitas pendidikan tampak dari kebijakan peningkatan skill sumber daya manusia dan keberlanjutan pendanaan pendidikan.
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, anggaran pendidikan pada APBN 2020 menyentuh nominal Rp508,1 triliun. Alokasinya terbagi untuk belanja pemerintah pusat Rp172,2 triliun, Transfer ke Daerah dan Dana Desa Rp306,9 triliun, dan investasi pembiayaan (Dana Abadi) Rp29 triliun.
Proporsi anggaran 20% dari APBN tersebut antara lain digunakan untuk perluasan akses pendidikan. Program ini dijabarkan melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) bagi 20,1 juta dengan anggaran Rp11,2 triliun, KIP Kuliah bagi 818,1 ribu mahasiswa dengan anggaran Rp6,7 triliun, serta alokasi beasiswa S2/S3 LPDP bagi 5.000 mahasiswa baru dan 12.333 mahasiswa lanjutan.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran riset oleh LPDP sebesar Rp284,1 miliar dan riset oleh Kemenristek sebesar Rp1,5 triliun.
Untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), telah dianggarkan pula Rp4,5 triliun dalam bentuk Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD bagi 7,4 juta anak.
Selain itu, masih ada anggaran sarana prasaran PAUD sebesar Rp307,6 miliar bagi 5.841 ruang kelas. Jadi, perhatian pemerintah tak hanya bagi pendidikan dasar dan menengah, tetapi juga pada usia dini.
Kebijakan eksisting BOS masih tetap dipertahankan dengan alokasi anggaran Rp67 triliun bagi 54,6 juta siswa dan 271 ribu sekolah. Pembangunan/rehab ruang kelas disiapkan sebesar Rp7,8 triliun bagi 15,1 ribu ruang kelas dan 2.677 sekolah. Sementara itu, untuk pembangunan/rehab kampus, pemerintah menyediakan dana Rp4,4 triliun bagi 87 kampus di berbagai penjuru Indonesia.
Adapun untuk program investasi pembiayaan, terdapat dana abadi sebesar Rp29 triliun yang dirinci sebagai berikut. Pertama, Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) yang dikelola oleh LPDP sebesar Rp18 triliun, Dana Abadi Penelitian Rp5 triliun, Dana Abadi Kebudayaan Rp1 triliun, dan Dana Abadi Perguruan Tinggi Rp5 triliun.
Program baru dan prioritas
Ada yang beda dibanding tahun sebelumnya; tiga program pendidikan menjadi prioritas. Pertama, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi 818,1 ribu mahasiswa, sebagai pengganti sekaligus penyempurna program Bidikmisi.
Kedua, peluncuran Kartu Prakerja untuk menjawab tantangan di era industri 4.0 serta mengatasi rendahnya produktivitas pekerja. Program dengan anggaran sebesar Rp10 triliun ini disiapkan guna menghilangkan gap antara kompetensi SDM dan kebutuhan dunia kerja.
Pemerintah memang tengah berupaya untuk menciptakan link and match dengan dunia industri. Para penerima manfaat Kartu Prakerja yang ditargetkan sebanyak 2 juta akan mendapatkan penguatan skilling dan reskilling dalam rangka akselerasi penyerapan tenaga kerja muda.
Ketiga, investasi pembiayaan dalam bentuk Dana Abadi Pendidikan. Dana Abadi ini merupakan dana untuk pendidikan atau intergenerational education transfer. Tujuannya untuk meningkatkan akses masyarakat pada jenjang pendidikan tinggi, peningkatan kualitas riset, pemajuan kebudayaan nasional, dan peningkatan kualitas perguruan tinggi.
Pemerintah menggeser sebagian anggaran untuk dimasukkan ke dalam Dana Abadi Pendidikan, dengan harapan untuk pendidikan anak-anak kita di masa depan, karena mungkin kebutuhan nanti lebih besar daripada sekarang.
Selain Dana Pengembangan Pendidikan Nasional dan Dana Abadi Penelitian yang sudah ada sebelumnya, dua inisiatif baru muncul pada 2020, yakni Dana Abadi Kebudayaan dan Dana Abadi Perguruan Tinggi.
Dana Abadi Kebudayaan didasari pada keinginan pemerintah untuk menjamin keberlangsungan upaya pemajuan kebudayaan bagi generasi penerus bangsa. Sementara, Dana Abadi Perguruan Tinggi dilandasi niatan mewujudkan perguruan tinggi berkelas dunia.
Alokasi anggaran yang disiapkan dalam APBN tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Tentunya kita berharap, kualitas pendidikan kita tak lagi tertinggal dari negara lain, sehingga Indonesia mampu unjuk gigi di tengah persaingan global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H