"Untung hanya mimpi," kata Tata pelan.
"Sudahlah, Tata. Pikiran Tata harus santai dulu agar lebih cepat sembuh," kata ibu sambil mengusap-usap kepala Tata.
Satu hari sudah berlalu. Tata sengaja tidur lebih awal. Sekitar lima belas menit setelah makan malam dan minum obat, Tata segera tidur. Tata berharap besok pagi sudah sembuh dan bisa berangkat sekolah lagi.
Jum'at pagi, Tata bangun tidur lebih awal. Kepalanya sudah tidak pusing tapi badannya memang masih terasa lemas. Tata masih ingat pesan bu bidan agar tidak memaksakan diri berangkat sekolah kalau badan masih terasa lemas.Â
"Kalau dipaksa, mungkin malah sakit lagi dan lebih lama lagi sembuhnya. Sabar ya, Dik." Begitu pesan bu bidan kemarin.
Tata pun harus rela tidak berangkat sekolah lagi. Begitu juga dengan hari Sabtu. Pagi itu Tata sudah siap-siap untuk berangkat sekolah karena merasa sudah tidak begitu lemas. Tapi tiba-tiba pak Bakri datang ke rumah Tata. Pak Bakri menyarankan kalau Tata lanjut istirahat saja. "Biar benar-benar sehat. Besok Senin ada jadwal ujian susulan. Tata harus benar-benar sehat agar bisa ikut ujian susulan sampai selesai. Oke, Tata?!"
Tata mengangguk.
Sebelum pamit, pak Bakri sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal sambil tersenyum. "Tetap semangat, Tata!"
Tata sangat senang karena pada hari Minggu, badannya sudah terasa segar. Tata pun belajar lagi untuk persiapan ujian susulan. Kali ini Tata lebih santai.
"Dibuat santai saja, Tata ... Yang penting Tata sudah belajar. Kita kan hanya bisa berusaha dan berencana. Tuhanlah yang akan menentukan. Jadi, setelah belajar, serahkan hasilnya pada Tuhan." begitu pesan ibu.
Tata sudah melepas tulisan di cerminnya. Tata tidak berharap menjadi bintang pelajar lagi. "Itu tidak begitu penting." Begitu kata Tata dalam hati. Kali ini, bagi Tata, yang lebih penting adalah sehat.