Sampai Jumpa di Surga, Dik
Cerita Anak oleh Faiq Aminuddin
Hari ini Kak Rafa sangat sedih karena adiknya sedang sakit. Bukan sakit biasa seperti batuk atau pilek. Dik Hadi sakit Demam berdarah. Karena trombositnya sangat rendah, Dik Hadi harus dirawat di rumah sakit. Badan Dik Hadi juga sangat lemas. Oleh karena itu harus diinfus. Kasihan dik Hadi....Â
Rafa membayangkan tangan adiknya yang kecil ditusuk jarum.
"Tapi kalau tidak diinfus, dik Hadi mungkin akan semakin lemas ... Apakah tidak ada cara pengobatan yang menyenangkan? Dik Hadi kok bisa sakit ya?" Rafa bertanya-tanya di dalam hati.
Menurut Rafa, Dik Hadi selalu jaga kebersihan. Dik Hadi tidak malas mandi. Dik Hadi juga jarang jajan. Dik Hadi lebih suka makan masakan ibu daripada jajan. Kalau ada yang membelikan dua es krim, jatah Dik Hadi selalu diberikan Kak Rafa. Dik Hadi lebih suka minum air putih. Menurut Dik Hadi, minum air putih lebih segar daripada minum es.
Bapak dan Ibu juga menjaga kebersihan rumah agar tidak ada nyamuk Aedes aegypti. Hampir setiap Jum'at bapak menguras kulah penampungan air. Ibu juga selalu memasang kelambu nyamuk di tempat tidur. Pakaian yang kotor langsung dicuci. Ketika sudah kering, pakaian langsung dilipat. "Jangan menumpuk dan menggantung pakaian terlalu lama! Jangan sampai pakaian kita jadi sarang nyamuk!" Begitu pesan ibu setiap Rafa melepas seragam sekolah
Bahkan kemarin di Hadi membantu Bapak membersihkan semak-semak di belakang rumah. Bapak juga menanam serai wangi di pot. Tanaman pengusir nyamuk itu diletakkan di depan rumah bersama pot-pot bunga.
Tidak hanya Rafa yang sedih. Bapak, ibu dan dan nenek juga sedih. Tidak hanya sedih tapi juga repot. Ibu menemani Dik Hadi di rumah sakit. Jadi, ibu juga harus ikut menginap di rumah sakit. Bapak harus bolak-balik ke rumah sakit. Untung ada nenek yang menemani kak Rafa di rumah.Â
Sebenarnya kak Rafa juga ingin menemani dik Hadi di rumah sakit. Tapi ternyata anak-anak, Â yang sehat dan usianya belum 14 tahun, tidak boleh berada di rumah sakit. "Kata dokter, sistem kekebalan tubuh anak-anak masih rendah. Jadi, kalau di rumah sakit dikhawatirkan bisa tertular penyakit. Di rumah sakit kan memang banyak orang sakit ..." Begitu penjelasan nenek pada Hadi.
"Nek, kapan Dik Hadi pulang?"
"Ya nanti kalau sudah sembuh. Kita doakan saja semoga lekas sembuh. Bapak dan ibu kan sudah berusaha. Adik dibawa ke rumah sakit agar diobati oleh para dokter. Dokter juga sudah berusaha. Selanjutnya mari kita serahkan pada Tuha. Tuhanlah yang menentukan kapan Dik Hadi sembuh. Jadi, kita harus bantu bapak, ibu dan para dokter dengan doa."
"Dik Hadi pasti sembuh kan, Nek?" Rafa bertanya dengan suara serak. Rafa sudah sangat rindu kepada adiknya. Sudah sepekan Dik Hadi di rumah sakit.
"Emm... Semua terserah Tuhan. Orang pulang dari rumah sakit itu beda-beda. Ada yang sembuh. Ada juga yang masih sakit. Ada juga yang meninggal dunia."
Rafa menundukkan kepala. Matanya basah. Air mata mulai mengalir di kedua pipinya.
"Aku tidak mau dik Hadi mati. Dik Hadi harus sembuh!" Hadi teriak sambil menangis.
Nenek menghela nafas. "Nenek, bapak dan ibumu juga berharap semoga Dik Hadi sembuh. Â Kita sudah berusaha. Kita sudah minta tolong kepada yang lebih ahli. Pak dokter dan bu dokter kan lebih ahli dari kita? ya kan?"
Hadi mengangguk.
"Tapi kita harus ingat bahwa usaha kita belum tentu berhasil. Kadang usaha kita berhasil tapi kadang juga gagal. Seperti murid-murid di sekolah, mereka sudah berusaha belajar. Tapi saat tes, kadang ada yang berhasil dapat nilai 100. Kadang ada juga yang dapat nilai lima puluh. Bahkan kadang ada juga yang tidak dapat nilai atau dapat nilai nol ..."
Nenek coba menasehati Rafa agar menjadi anak yang tidak mudah mengeluh. Kalau Dik Hadi sembuh, nenek ingin Rafa tidak hanya berterima kasih kepada para dokter tapi juga kepada Tuhan.Â
Malam itu ada telepon dari bapak. Wajah nenek terlihat agak terkejut ketika mendengarkan suara bapak. Ternyata bapak mengabari bahwa dik Hadi sudah meninggal dunia.
Rafa sangat sedih. Tapi Rafa ingat pesan nenek. "Kalau pun Dik Rafa belum sembuh, kita tetap harus berterima kasih kepada para dokter. Mereka sudah berusaha mengobati dik Hadi. Kita juga tidak perlu marah kepada Tuhan. Nenek ingin Rafa yakin bahwa Tuhanlah yang paling tahu tentang apa yang terbaik untuk kita. Nenek berharap keluarganya dapat selalu bersyukur.
Paginya, Rafa ikut mengantarkan jenazah dik Hadi dimakamkan di kuburan. Rafa tidak bisa menahan air matanya. Kedua pipi dan hidung Rafa basah. Rafa membayangkan dik Hadi sendirian di dalam tanah.
"Kasihan, dik Hadi... tubuhnya akan membusuk di dalam tanah..."
Bapak mendekap Rafa. "Sudah menangisnya, Kak... Tubuh dik Hadi memang sudah mati. Tapi ruhnya masih ada. Biarlah, dik Hadi berangkat ke surga dulu. Semoga kelak kita bisa berkumpul bersama di surga."
Malam harinya, ketika tidur Rafa bermimpi bertemu dengan Dik Hadi. Rafa melihat dik Hadi sedang asyik bermain di dalam taman yang sangat indah. Di taman itu ada banyak permainan yang asyik dan seru. Berbagai makanan dan minuman kesukaan Dik Hadi dan Rafa juga tersedia dan siap dinikmati dengan gratis.
Sayup-sayup terdengar suara Dik Hadi memanggil. "Kak Rafa ... Ayo kita bermain bersama. Kak Rafa .... Bapak dan ibu di mana? Ajak ke sini, dong ..."
Rafa ingin melangkah menaiki anak tangga. Akan tetapi kakinya tidak bisa digerakkan. Rafa ingin mengangkat tangan dan melambai kepada Dik Hadi. Entah mengapa tangannya juga tidak bisa digerakkan. Semakin kuat Rafa berusaha, rasanya semakin berat. Dan akhirnya Rafa terjatuh dari tempat tidur dan terbangun dari mimpi.
"Bu... Mengapa saya tidak bisa menyusul adik ke Surga? tanya Rafa setelah menceritakan mimpinya ke ibu.
"Yang bisa masuk surga itu hanya yang dapat ijin dari Tuhan. Jadi, kita harus taat pada perintah tuhan." Begitu jawab ibu.
"Apa saja sih perintah Tuhan yang harus kita taati?"
"Ya seperti yang kak Rafa pelajari pada pelajaran agama di sekolah..."
Rafa mengangguk-anggukan kepala.
Hari-hari berlalu. Rafa mencoba untuk tidak terlalu sedih. Meski kehilangan Dik Hadi, Rafa merasa harus kuat. Rafa ingin menjadi anak yang rajin dan baik agar bisa mendapatkan izin Tuhan untuk masuk surga, seperti yang dikatakan ibu. Rafa ingin kelak bisa bermain lagi dengan Dik Hadi di taman yang indah itu. Rafa selalu berdoa dan berharap Tuhan mendengar doa-doanya. Rafa tahu bahwa kehilangan Dik Hadi adalah hal yang sangat berat. Tapi Rafa percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana yang baik untuk keluarganya.
Setiap sore, Rafa duduk di teras rumah sambil memandang langit. Rafa membayangkan Dik Hadi yang sedang tersenyum dari atas sana. Rafa selalu menyapa adiknya dalam hati, "Dik Hadi, Kakak kangen. Kakak akan selalu berdoa untukmu. Semoga kita bisa bertemu lagi di surga, ya."
Waktu berlalu. Perlahan-lahan kesedihan di hati Rafa mulai berkurang. Rafa mulai terbiasa tanpa kehadiran Dik Hadi. Tapi kenangan tentang adiknya selalu tersimpan di dalam hati. Rafa semakin rajin belajar dan beribadah. Rafa berharap bisa menjadi lebih baik. Rafa ingin bisa selalu bersyukur seperti pesan nenek.
Meski kehilangan adik yang dicintai, Rafa harus tetap semangat. Rafa ingin mewujudkan semua impian yang pernah mereka bicarakan bersama. Rafa berjanji akan selalu mengenang Dik Hadi. Dan setiap kali melihat langit biru, Rafa merasa bahwa adiknya sedang tersenyum bahagia dari surga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H