"Kalau begitu beli ayam petelur saja. Kalau sudah bertelur, kita bisa makan telurnya. Atau kalau telurnya banyak, bisa kita jual."
Hadi mengangguk.
Kakek pun memilih anak ayam petelur.
"Bukan yang itu, Kek" kata Hadi. "Aku ingin anak ayam yang warna-warni, Kek."
“Lho … yang warna-warni itu anak ayam jantan, Nak. Dia tidak bisa bertelur.” Kakek coba menjelaskan.
"Tidak apa-apa, Kek. Aku ingin anak ayam yang warna-warni. Lucu dan manis sekali. Mereka seperti memakai pakaian pesta. Boleh ya, Kek." Hadi merengek sambil memilih tiga ekor anak ayam. Hadi memilih yang warna kuning, merah dan ungu.
Wajah kakek terlihat bersedih. Ada air mata yang mengalir di pipinya.
"Mengapa kakek menangis?" Tanya Hadi penasaran.
"Kasihan anak ayam ini. Bulunya diwarnai. Jadi tidak asli. Coba bayangkan kalau rambut Hadi dicat merah semua? Atau kuning? Kan jadi seperti anak yang tidak wajar? Hadi, Ini anak ayam jantan lho. Jadi tidak bisa bertelur." Kakek mengingatkan lagi.
"Tidak apa-apa, Kek,” jawab Hadi mantab.
"Baiklah," jawab kakek.