Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Politik

5 Menit Bersama "Kelompok Teroris" Ikhwanul Muslimin

28 Oktober 2023   23:01 Diperbarui: 28 Oktober 2023   23:10 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok ini melewati beberapa fase dalam sejarah panjangnya, dan dia mampu menempati tempat khusus di hati masyarakat Mesir pada beragam peristiwa yang disaksikan oleh mereka, hingga tiba masa pembunuhan pendiri dan pemimpinnya, yakni Hasan al-Banna, pada tahun 1949 M.

Fase ini bertepatan dengan dimulainya perlawanan di Palestina pada tahun 1936 M, dan beredarnya inofrmasi terkait pendudukan Israel pada tahun 1948 M. Selama periode ini, Ikhwanul Muslimin menentang kolonialisme Inggris di Mesir, dan bergabung dengan batalion militer untuk berperang di Palestina selama perang yang terjadi tahun 1948 M.

Sebelum akhir tahun 1948 M, pada tanggal 8 Desember, Perdana Menteri Mesir, Mahmud Fahmi an-Nuqrasyi, mengeluarkan keputusan untuk membubarkan gerakan tersebut, menangkap sejumlah besar pemimpin dan anggotanya, serta menyita propertinya, setelah menuduh kelompok tersebut telah membentuk kelompok bersenjata rahasia, juga bertanggung jawab atas sejumlah insiden pembunuhan dan pemboman. Pada tanggal 28 bulan yang sama, an-Nuqrasyi dibunuh, dan Ikhwanul dituduh melakukan pembunuhan tersebut, lantas mereka pun menolak tuduhan tersebut.

Kurang dari dua bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 12 Februari 1949 M, pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, dibunuh di depan Asosiasi Pemuda Muslim di Kairo. Pasca pembunuhannya, kelompok tersebut memasuki fase baru di mana sebelumnya kekosongan kursi kepemimpinan. Adapun pemimpin kedua Ikhwanul Muslimin adalah Hassan al-Hudhaybi, yang dipilih pada tahun 1951 M.

Periode ini menjadi saksi pecahnya Revolusi Perwira Bebas pada tanggal 23 Juli 1952 M, dan pengambilalihan tampuk kekuasaan di Mesir oleh mereka. Meskipun kelompok tersebut telah melakukan kontak dengan para perwira sebelum revolusi dan pada awal revolusi. Perbedaan pendapat yang sengit yang mengeruhkan hubungan antara kedua pihak, menjadikan masa pemerintahan Gamal Abdel Nasser menjadi masa yang sulit dan berat bagi kelompok tersebut.

Pada tahun 1954 M, keputusan kedua dikeluarkan untuk membubarkan gerakan tersebut setelah Abdel Nasser menjadi sasaran upaya pembunuhan yang dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin. Sejumlah besar anggotanya ditangkap, termasuk Pemimpin Tertinggi, Hassan Al-Hudhaybi, dan Sayyed Qutb, yang tetap dipenjara selama sepuluh tahun, kemudian dibebaskan, kemudian ditangkap dan divonis hukuman mati pada tahun 1965 M.

Setelah mendiang Presiden Mesir Anwar Sadat mengambil alih kekuasaan pada tahun 1970 M, semua tahanan gerakan Ikhwanul Muslimin dibebaskan, sehingga kelompok tersebut membuka kantor pusatnya dan meneruskan aktivitasnya, namun tanpa perlindungan hukum.

Hubungan kelompok ini dengan rezim Husni Mubarak buruk dan bersitegang pada sebagian besar periodenya, namun kelompok ini tetap konsisten melakukan aktivitas publiknya, seperti yang terjadi pada periode Anwar Sadat.

Dekade pertama pemerintahan Mubarak menyaksikan keterbukaan parsial terhadap kelompok tersebut, yang berupaya melakukan ekspansi dan perluasan lebih lanjut. Kelompok ini berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam pemilihan parlemen pada tahun 1984 M, dan kemudian juga berpartisipasi melalui koalisi lain dalam pemilihan parlemen tahun 1987 M.

Pada pertengahan tahun sembilan puluhan, Mubarak membuka lagi pintu penjara untuk Ikhwanul Muslimin, dan menggiring puluhan anggota mereka ke pengadilan militer atas tuduhan afiliasi dengan organisasi yang tidak memiliki izin resmi.

Penindasan, pemburuan dan kurangnya otorisasi politik tidak menghalangi kelompok tersebut untuk berpartisipasi dalam pemilihan parlemen, dan memperoleh 88 kursi parlemen pada pemilu tahun 2005 M, atau sekitar 20% kursi, namun kelompok tersebut tidak memperoleh satu kursi pun pada pemilu tahun 2010 M yang diwarnai dengan kecurangan dalam skala besar, yang menjadi salah satu penyebab pecahnya Revolusi 25 Januari 2011 M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun