Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Politik

5 Menit Bersama "Kelompok Teroris" Ikhwanul Muslimin

28 Oktober 2023   23:01 Diperbarui: 28 Oktober 2023   23:10 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: europarabct.com

Ikhwanul Muslimin merupakan Gerakan Islam yang memegang peranan penting di era modern, dan pengaruhnya paling luas di dunia Arab, negara-negara Islam, dan komunitas Islam di Barat. Ia juga merupakan gerakan terbesar yang paling getol menentang rezim di Mesir.

Pembentukan Kelompok Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin didirikan -pada bulan Maret 1928 M di kota Ismailia- oleh Syekh Hasan Al-Banna (w. 1949 M), empat tahun setelah jatuhnya Kekhalifahan Ottoman. Kemudian dengan cepat ia berpindah ke Kairo, lalu ke seluruh penjuru Mesir, dan kemudian ke negara-negara besar Arab dan Islam.

Orientasi Kelompok Ikhwanul Muslimin

Menurut literatur kelompok tersebut, Ikhwanul Muslimin bertujuan melakukan reformasi politik, sosial, dan ekonomi dari perspektif Islam yang komprehensif. Kelompok ini juga terus-menerus menyuarakan reformasi guna membentuk individu Muslim, keluarga Muslim, dan masyarakat Muslim, kemudian pemerintahan Islam, lalu negara, dan berujung pada penguasaan dunia sesuai dengan landasan tamadun Islam.

Slogan kelompok ini adalah: "Tuhan adalah tujuan kami, Rasulullah adalah panutan kami, Al-Qur'an adalah konstitusi kami, jihad adalah jalan kami, dan mati di jalan Tuhan adalah cita-cita kami yang tertinggi."

Pimpinan Kelompok Ikhwanul Muslimin

Semenjak kelompok Ikhwanul Muslimin didirikan, tercatat delapan nama yang pernah memimpin kelompok ini:

  • Hasan al-Banna, pemimpin pertama sekaligus pendiri kelompok Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928 M hingga 1949 M.
  • Hasan al-Hudhaybi, menjabat dari tahun 1951 M hingga 1973 M.
  • Omar al-Tilmisani, menjabat dari tahun 1974 M hingga 1986 M.
  • Muhammad Hamid Abu an-Nashr, menjabat dari tahun 1986 M hingga 1996 M.
  • Musthafa Masyhur dari tahun 1996 M hingga tahun 2002 M.
  • Mamun Al-Hudhaybi, menjabat dari tahun 2002 M hingga 2004 M.
  • Muhammad Mahdi 'Akif, menjabat dari tahun 2004 M hingga 2010 M.
  • Muhammad Badi', menjabat dari tahun 2010 M hingga penangkapannya pada tahun 2013 M, yang ketika itu pengelolaan urusan kelompok tersebut diambil alih oleh wakilnya, Muhammad 'Izzat.

Tokoh-Tokoh Terkemuka yang Berafiliasi dengan Kelompok Ikhwanul Muslimin

  • Hasan Al-Banna. Dia diberi gelar oleh simpatisannya dengan "imam syahid". Ia merupakan pendiri kelompok dan pemikir utama yang mempengaruhi anggotanya melalui banyak surat yang telah ia tulis.
  • Hakim dan ahli fikih Abdul Qadir 'Audah. Seorang ahli hukum dan profesor terkemuka yang dieksekusi setelah peristiwa yang terjadi di Manshiya pada era Presiden Gamal Abdel Nasser.
  • Sayyid Qutb. Seorang pemikir dan kritikus sastra Islam kontemporer yang menulis karya-karya besar seperti "Fi Zhilal al-Qur'an", "At-Tashwir al-Fanni fi al-Qur'an" dan "al-'Adalah fi al-Islam." Dia dieksekusi pada masa pemerintahan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser.
  • Muhammad Al-Ghazali. Seorang imam dan da'i, serta salah satu pemikir Islam di era modern. Beliau mempunyai banyak buku tentang pemikiran, di antara karyanya yang paling populer adalah "al-Islam fi Muwajahati al-Istibdad as-Siyasi", "Qadhaya al-Mar'ah baina at-Taqalid al-Wafidah wa ar-Rakidah", "al-Islam wa Qadhaya al-'Ashr", dan "as-Sunnah an-Nabawiyyah baina Ahl ar-Ra'y wa Ahl al-Hadits."
  • Zainab Al-Ghazali. Seorang penceramah yang ditangkap pada masa pemerintahan Presiden Abdel Nasser pada bulan Agustus 1965 M dan dipenjara selama enam tahun, di mana ia mendapat tindak penganiayaan yang berat, yang ia catat dalam bukunya "Ayyam min Hayati".
  • Sayyid Sabiq. Salah seorang ulama Al-Azhar yang terkenal melalui bukunya "Fiqh as-Sunnah" yang dianggap sebagai salah satu rujukan fikih paling penting di era modern.
  • Dr Yusuf Al-Qaradawi. Salah satu cendekiawan Islam terkemuka di era modern, dan ketua organisasi al-Ittihad al-'Alami li 'Ulama al-Muslimin (Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional). Dia memiliki banyak buku yang ditulis dengan tangannya sendiri dan memiliki program mingguan di saluran satelit Al-Jazeera.
  • Dr. Zaghloul An-Najjar. Seorang da'i dan ahli geologi. Ia berkontribusi dalam mengajak orang banyak untuk memeluk agama Islam. Ia termasuk ulama yang fokus mengkaji unsur kemukjizatan ilmiah dalam Al-Qur'an. Ia adalah penasihat Komisi Internasional Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Qur'an dan Sunah (al-Haiah al-'Alami lil I'jaz al-'Ilmi fi al-Qur'an wa as-Sunnah). Beliau juga menjabat sebagai penasihat di beberapa universitas dan lembaga ilmiah serta advokasi internasional.

Tindak Tanduk dalam Dunia Politik

Kelompok ini melewati beberapa fase dalam sejarah panjangnya, dan dia mampu menempati tempat khusus di hati masyarakat Mesir pada beragam peristiwa yang disaksikan oleh mereka, hingga tiba masa pembunuhan pendiri dan pemimpinnya, yakni Hasan al-Banna, pada tahun 1949 M.

Fase ini bertepatan dengan dimulainya perlawanan di Palestina pada tahun 1936 M, dan beredarnya inofrmasi terkait pendudukan Israel pada tahun 1948 M. Selama periode ini, Ikhwanul Muslimin menentang kolonialisme Inggris di Mesir, dan bergabung dengan batalion militer untuk berperang di Palestina selama perang yang terjadi tahun 1948 M.

Sebelum akhir tahun 1948 M, pada tanggal 8 Desember, Perdana Menteri Mesir, Mahmud Fahmi an-Nuqrasyi, mengeluarkan keputusan untuk membubarkan gerakan tersebut, menangkap sejumlah besar pemimpin dan anggotanya, serta menyita propertinya, setelah menuduh kelompok tersebut telah membentuk kelompok bersenjata rahasia, juga bertanggung jawab atas sejumlah insiden pembunuhan dan pemboman. Pada tanggal 28 bulan yang sama, an-Nuqrasyi dibunuh, dan Ikhwanul dituduh melakukan pembunuhan tersebut, lantas mereka pun menolak tuduhan tersebut.

Kurang dari dua bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 12 Februari 1949 M, pemimpin Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, dibunuh di depan Asosiasi Pemuda Muslim di Kairo. Pasca pembunuhannya, kelompok tersebut memasuki fase baru di mana sebelumnya kekosongan kursi kepemimpinan. Adapun pemimpin kedua Ikhwanul Muslimin adalah Hassan al-Hudhaybi, yang dipilih pada tahun 1951 M.

Periode ini menjadi saksi pecahnya Revolusi Perwira Bebas pada tanggal 23 Juli 1952 M, dan pengambilalihan tampuk kekuasaan di Mesir oleh mereka. Meskipun kelompok tersebut telah melakukan kontak dengan para perwira sebelum revolusi dan pada awal revolusi. Perbedaan pendapat yang sengit yang mengeruhkan hubungan antara kedua pihak, menjadikan masa pemerintahan Gamal Abdel Nasser menjadi masa yang sulit dan berat bagi kelompok tersebut.

Pada tahun 1954 M, keputusan kedua dikeluarkan untuk membubarkan gerakan tersebut setelah Abdel Nasser menjadi sasaran upaya pembunuhan yang dituduhkan kepada Ikhwanul Muslimin. Sejumlah besar anggotanya ditangkap, termasuk Pemimpin Tertinggi, Hassan Al-Hudhaybi, dan Sayyed Qutb, yang tetap dipenjara selama sepuluh tahun, kemudian dibebaskan, kemudian ditangkap dan divonis hukuman mati pada tahun 1965 M.

Setelah mendiang Presiden Mesir Anwar Sadat mengambil alih kekuasaan pada tahun 1970 M, semua tahanan gerakan Ikhwanul Muslimin dibebaskan, sehingga kelompok tersebut membuka kantor pusatnya dan meneruskan aktivitasnya, namun tanpa perlindungan hukum.

Hubungan kelompok ini dengan rezim Husni Mubarak buruk dan bersitegang pada sebagian besar periodenya, namun kelompok ini tetap konsisten melakukan aktivitas publiknya, seperti yang terjadi pada periode Anwar Sadat.

Dekade pertama pemerintahan Mubarak menyaksikan keterbukaan parsial terhadap kelompok tersebut, yang berupaya melakukan ekspansi dan perluasan lebih lanjut. Kelompok ini berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam pemilihan parlemen pada tahun 1984 M, dan kemudian juga berpartisipasi melalui koalisi lain dalam pemilihan parlemen tahun 1987 M.

Pada pertengahan tahun sembilan puluhan, Mubarak membuka lagi pintu penjara untuk Ikhwanul Muslimin, dan menggiring puluhan anggota mereka ke pengadilan militer atas tuduhan afiliasi dengan organisasi yang tidak memiliki izin resmi.

Penindasan, pemburuan dan kurangnya otorisasi politik tidak menghalangi kelompok tersebut untuk berpartisipasi dalam pemilihan parlemen, dan memperoleh 88 kursi parlemen pada pemilu tahun 2005 M, atau sekitar 20% kursi, namun kelompok tersebut tidak memperoleh satu kursi pun pada pemilu tahun 2010 M yang diwarnai dengan kecurangan dalam skala besar, yang menjadi salah satu penyebab pecahnya Revolusi 25 Januari 2011 M.

Ikhwanul Muslimin berperan aktif dalam Revolusi 25 Januari, khususnya dalam apa yang dikenal sebagai "Pertempuran Unta." Setelah rezim Husni Mubarak digulingkan, mereka memutuskan untuk membentuk partai politik baru dengan nama Parta Kebebasan dan Keadilan, serta menunjuk anggota parlemen dan pemimpin kelompok tersebut, Muhammad Sa'd al-Katatni, sebagai wakilnya, sebelum anggota parlemen dan anggota Kantor Bimbingan Kelompok memilih Muhammad Mursi, sebagai ketuanya, dan Essam el-Erian serta pemikir Kristen, Rafiq Habib, menjadi wakilnya. Al-Katatni juga terpilih sebagai sekretaris jenderal partai tersebut.

Dalam pemilu legislatif pertama setelah Revolusi 25 Januari, Ikhwanul Muslimin memenangkan sekitar 40% kursi di Majelis Rakyat dan menjadi kelompok mayoritas di kursi parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka. Sa'd Al-Katatni terpilih sebagai Presiden Majelis. Namun pada tanggal 14 Juni 2012 M Mahkamah Konstitusi Agung mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa undang-undang pemilu tidak konstitusional, diikuti oleh Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata -yang mengambil alih pemerintahan setelah penggulingan Mubarak- membubarkan Majelis Rakyat sepenuhnya.

Dalam pemilihan Dewan Syura, Ikhwanul Muslimin memenangkan sekitar 60% kursi, dan pemimpin kelompok tersebut, Ahmad Fahmi, terpilih sebagai ketuanya.

Sepanjang masa pemerintahan dewan militer, hubungan Ikhwanul Muslimin dengan mereka bersitegang, sampai-sampai kelompok tersebut memutuskan untuk mencalonkan Khairat el-Shater, Wakil Pemimpin Umum, untuk maju ke dalam pemilihan presiden, dan mencalonkan Mursi sebagai kandidat lain untuk mencegah el-Shater ikut serta ke dalam pemilu. Alhasil asy-Syathir tidak mencalonkan diri dalam pemilu, dan itulah yang terjadi.

Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan, Muhammad Mursi, mencalonkan diri dalam pemilihan presiden melawan 12 kandidat lainnya. Ia menduduki puncak putaran pertama pemilihan, kemudian berhasil menang dalam putaran kedua atas Ahmed Shafiq, perdana menteri terakhir pada masa pemerintahan Mubarak.

Mursi menjabat sebagai presiden pada tanggal 30 Juni 2012 M. Ia menjadi presiden Mesir pertama yang berasal dari orang sipil, selain dari kelompok Ikhwanul Muslimin. Belum satu tahun menjalankan pemerintahannya, kekuatan oposisi melakukan demonstrasi untuk menuntut pengunduran dirinya, dan disusul dengan Menteri Pertahanan Abdul Fattah as-Sisi yang melakukan kudeta militer sehingga dapat menggulingkan dan memberhentikan Mursi, mengabaikan UUD 2012 serta membubarkan Dewan Syura.

Setelah kudeta militer, Ikhwanul Muslimin menjadi sasaran empuk tindak kekerasan yang menargetkan sebagian besar pemimpinnya. Ketua Umum Muhammad Badi', dua wakilnya, Khairat el-Shater dan Rasyad Bayoumi, dan sebagian besar anggota Kantor Bimbingan ditangkap, tidak terkecuali ketua Partai Kebebasan dan Keadilan, Sa'd Al-Katatni, wakilnya, Essam el-Erian, serta ribuan kader kelompok dan partai.

Lebih dari penangkapan itu --yang mula-mula menargetkan anggota perempuan kelompok Ikhwanul Muslimin-- ribuan anggota kelompok tersebut terbunuh, terutama dalam pembantaian massal yang membubarkan aksi unjuk rasa.

Pada tanggal 25 Desember 2013 M, Dewan Menteri Sementara Mesir mengumumkan bahwa Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai "kelompok teroris" setelah dana dan markas besar kelompok tersebut disita pasca kudeta militer.

Diterjemahkan dari:

https://www.aljazeera.net/encyclopedia/2014/11/11/%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%AE%D9%88%D8%A7%D9%86-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D9%84%D9%85%D9%88%D9%86-%D9%85%D8%B5%D8%B1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun