Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Batas-Batas Canda dalam Islam

1 Juli 2023   08:23 Diperbarui: 1 Juli 2023   08:26 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diriwayatkan dari 'Aisyah ra., bahwasannya ia pernah berkata: 'Saya pernah bercerita tentang sesorang kepada Nabi sambil menirukan gerakan atau suara orang itu. Kemudian Nabi pun menyelanya dengan ungkapan: "Aku tidak suka menceritakan seseorang dengan menggambarkan bahwa aku begini atau begitu".' (HR. Ahmad, Ibnu al-Mubarak dan al-Baihaqi). Maksud Rasulullah saw. di sini adalah memperagakan gerakan atau suara sosok yang diceritakan.

3). Tidak mengagetkan atau menimbulan rasa takut bagi muslim yang lain.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdurrahman bin Abi Layla, ia berkata: 'Para sahabat Nabi bercerita kepada kami bahwa mereka pernah berjalan bersama Nabi saw. Salah seorang dari mereka bertolak. Kemudian sebagian yang lain menyusul dan menarik tali kekang yang dipegang orang tadi. Tentu saja ia terkejut, dan Nabi saw. pun bersabda: "Tidak diperbolehkan seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan al-Baihaqi).

Diriwayatkan dari an-Nu'aiman bin Basyir, ia berkata: 'Suatu kali kami dalam perjalanan bersama Rasulullah saw. Salah seorang dari kami terkantuk-kantuk di atas tunggangannya, tiba-tiba ada yang menarik busur panah dari tabung orang itu. Lantas ia pun terkaget dan bangun. Seketika Rasul saw. menegur: "Tidak boleh seseorang mengagetkan seorang muslim." (HR. Ath-Thabarani dan Abu Dawud).

Padahal, konteks cerita di atas menunjukkan bahwa orang yang mengagetkan tadi bermaksud canda.

Dalam hadis lain dikatakan: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud becanda ataupun sungguh-sungguh." (HR. Ahmad, Bukhari, dan at-Tirmidzi).

4). Tidak boleh becanda dalam situasi serius, atau tertawa dalam suasana duka; sebab segala sesuatu ada saatnya, dan setiap ucapan ada tempatnya. Dan cerminan kebijaksanaan seseorang adalah ketika ia mampu meletakkan segala sesuatu dengan tepat lagi akurat.

Dalam sebuah hadis disebutkan: "Ada tiga perkara yang bila dicapkan secara serius ia berarti serius, dan jika diucapkan sambil becanda maka ia tetap berarti serius, yaitu (perkara) nikah, talak, dan pembebasan budak." (HR. Ahmad, Bukhari dan at-Tirmidzi).

Allah swt. pernah mencela orang-orang musyrik ketika mereka tertawa saat mendengarkan al-Qur'an, padahal akan jauh lebih pantas apabila mereka menangis. Yakni firman-Nya:

"Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu tertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu lengahkan (darinya)." (QS. an-Najm [53]: 59).

Dalam ayat yang lain Allah swt. kembali mencela mereka dikarenakan tertawa mengejek serta melecehkan orang-orang yang beriman:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun