Dari Anas bin Malik ra. berkata: 'Rasulullah saw. bersabda: "Tidaklah beriman seorang salah seorang dari kalian, sampai aku menjadi orang yang paling dia cintai daripada anaknya, orangtuanya, dan manusia seluruhnya".' (HR. Muslim).
       Syekh Umar Hasyim mendefinisikan cinta secara global dengan, "kecondongan hati kepada sosok yang dicintai." Adapun maksud dari kata "cinta" pada hadis di atas bukanlah cinta secara tabiat, namun cinta secara pilihan (hubb al-ikhtiyar); karena cinta seseorang terhadap dirinya sendiri adalah tabiat, tidak mungkin ia membencinya.
       Syekh Umar juga lanjut menjelaskan, bahwa tiada cinta tanpa ketaatan, karena (pada dasarnya) cinta lah yang mendorong seseorang untuk menaati siapa yang ia cintai, serta menjauhi segala macam yang tidak ia sukai. Itulah cinta.
       Lantas, apakah seorang muslim yang belum -karena kata "tidak" terkesan memutus rantai kementakan- mencintai Nabi saw. dinyatakan tidak beriman, dalam artian keluar dari pagar pembatas Agama?
       Tidak! Sekali lagi saya tegaskan tidak! Karena Syekh Umar bertutur bahwa yang dimaksud dengan kalimat "Tidaklah beriman" ialah ketidaksempurnaan iman seseorang, bukan menafikan keimanan dalam hatinya secara keseluruhan.
       Beliau juga sedikit menyinggung tingkatan-tingkatan cinta kepada baginda Nabi saw. Dan rinciannya ditulis langsung oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim dengan mengutip pandangan Ibnu Baththal, al-Qadhi Iyadh, dll yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga macam: Pertama, cinta karena pengagungan dan penghormatan, seperti mencintai orang tua. Kedua, cinta kasih (syafaqah) dan sayang (rahmah), seperti mencintai anak. Dan ketiga, cinta karena adanya persamaan (musyakalah) dan menganggap baik sesuatu (istihsan), seperti mencintai orang lain. Cinta kepada Rasulullah saw. adalah dengan menghimpun ketiga-tiganya.
       Seirama dengan nada suara Syekh Umar di atas, Ibnu Baththal juga pernah berkata: "Makna hadis (di atas) adalah sempurnanya keimanan seseorang apabila ia mengetahui bahwa hak Nabi saw. lebih besar atas dirinya daripada hak ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia. Karena beliaulah (pialang) kita (umat Muslim, sehingga) diselamatkan dari api neraka dan kesesatan."
Apa Hukum Mencintai Nabi saw.?
      Syekh Dr. Ali Jum'ah -mantan mufti Mesir- secara gamblang dan tanpa bertele-tele menegaskan bahwa hukum mencintai Nabi Muhammad saw. adalah wajib, ini berdasar pada dalil-dalil berikut:
- Firman Allah swt.: "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah)." (QS. Al-Ahzab [33]: 6).
- Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya." (HR. Al-Bukhari)
- Abdullah bin Hisyam menuturkan: 'Kami pernah bersama Nabi saw. yang saat itu beliau menggandeng tangan Umar bin Khaththab, kemudian Umar berujar: 'Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri.' Lantas Nabi saw. bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar: 'Sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku.' Maka Nabi saw. bersabda: "Sekarang (baru benar) wahai Umar".' (HR. Al-Bukhari).
- Dari Anas ra. mengatakan: 'Rasulullah saw. bersabda: "Ada tiga hal yang jika seseorang melaksanakannya, ia mendapati (merasakan) manisnya iman, (pertama) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, (kedua) ia mencintai seseorang dengan tiada dorongan selain karena Allah, dan (ketiga) benci kembali kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya untuk dilempar ke neraka." (HR. Al-Bukhari).
Apa Tanda Kita Mencintai Nabi saw.?
      Menilik pertanyaan ini, saya jadi teringat rumus sederhana tentang cinta yang dikutip oleh Muhammad Quraish Shihab dalam buku Ensiklopedi al-Qur'an, yakni: "Siapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan banyak menyebutnya."