Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Najwa Shihab Cerminan Mode Berpakaian Muslimat Modern

18 Agustus 2020   03:47 Diperbarui: 18 Agustus 2020   04:43 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://coconuts.co/jakarta/lifestyle/indonesian-celebs-najwa-shihab-and-dian-sastro-auction-off-sneakers-collections-for-coronavirus-relief/ 

Adapun kalau kita merujuk kepada al-Qur'an, kita menemukan QS. An-Nur [24]: 31 yang menyatakan: "Hendaklah mereka (wanita-wanita) meletakkan (secara mantap) khumur (kerudung) mereka di atas lubang baju mereka (dada)."

Ayat ini merupakan salah satu argumentasi terkuat yang diajukan mayoitas ulama tentang tuntunan menutup kepala bagi wanita. Tapi pada hakikatnya, persoalan yang dibahas tidak sesingkat itu.

Kata khumur adalah bentuk jamak dari khimar. Kata yang terdiri dari huruf-huruf kha, mim, dan ra' pada dasarnya berarti menutup. Karena itu, minuman keras yang menutupi akal sehat seseorang dinamai khamr. Sesuatu yang diletakkan di atas kepala untuk menutupinya dinamai khimar. Dari sini, kata tersebut diartikan juga sebagai kerudung.

Pada lembaran jauh sebelum pembahasan ini, Muhammad Quraish Shihab mencantumkan alasan perintah meletakkan penutup kepala di atas dada para perempuan karena sejak dahulu wanita mengenakan penutup kepala itu, hanya saja sebahagian mereka tidak menggunakannya untuk menutup tetapi membiarkannya melilit punggung mereka. Nah, ayat ini memerintahkan mereka menutupi dengan kerudung panjang itu, dada atau dada bersama leher mereka. Ini berarti kerudung itu hendaknya diletakan di kepala -karena memang sejak semula ia berfungsi demikian- lalu diulurkan ke bawah sehingga menutup dada atau dada dan leher sebagaimana ditunjuk oleh ayat di atas dengan kata juyub. Kata ini adalah bentuk jamak dari jayb, yaitu lubang di leher baju yang digunakan untuk memasukkan kepala dalam rangka memakai baju. (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 98).

Dan patut untuk diketahui bahwasannya ketika itu lubang  baju (jayb) mereka terbuka lebar -dan memang didesain seperti itu agar kepala mudah masuk dan mereka dapat mengenakannya- sehingga ketika mereka menunduk kedua payudara mereka terlihat jelas, maka dari itu Allah memerintahkan mereka menutupnya dengan kain yang mereka kenakan di kepala. Adapun jika lubang leher baju mereka telah tertutup sehingga tidak tampak payudara mereka, maka mereka dinilai oleh sementara ulama telah memenuhi tuntunan ayat an-Nur di atas.

Kembali kepada pembahasan awal, yakni menyangkut hakikat khimar. Kurang lebih ada dua pertanyaan yang akan dibahas di sini.

Apakah sesuatu yang sekadar menutup kepala -walau tanpa menutup telinga atau leher- telah dapat dinamai khimar? Bahasa mengiyakan pertanyaan itu, karena dalam kamus-kamus bahasa -misalnya Lisan al-'Arab karya Ibnu Manzhur- kata tersebut diartikan "sesuatu yang menutupi kepala wanita". Dengan demikian, yang memakai topi leher dan telinga terbuka sudah dapat dinamai menutup kepalanya atau memakai khimar.

Apakah yang diminta dari tuntunan ayat di atas -yakni ayat menyangkut tuntunan mengenakan khimar- adalah menutup kepala sekaligus menutup leher dan dada ataukah yang dimintanya menutup dada saja dengan cara apapun walau tanpa menutup kepala? Jika merujuk kepada teks ayat, kita menemukan bahwa ayat an-Nur di atas hanya memerintahkan menutup dada dengan penutup kepala (kerudung) yang selama ini mereka pakai, yang ketika itu mereka belum menggunakannya untuk menutup dada. Dari sini, sementara orang berpendapat bahwa sebenarnya rambut wanita tidaklah wajib ditutup, karena ayat tersebut tidak memerintahkannya. Ayat itu hanya menekankan perlunya menutup dada. Apapun yang digunakan menutup dada, ataukah kerudung atau tanpa kerudung, selama dada telah tertutup, maka itu sudah benar. Seandainya Allah menghendaki agar kepala pun ditutup, kalimat yang diilih-Nya pasti akan tegas dan jelas, misalnya dengan menyatakan, "Dan hendaklah mereka menutup kepala dan dada mereka dengan kerudung mereka." Demikian ungkapan sementara orang.

Adapun pendapat lain yang dikutip Muhammad Quraish Shihab -yang dia nilai sebagai pendapat yang moderat- adalah yang berpendapat bahwa firman-Nya: "Hendaklah mereka (wanita-wanita) meletakkan (secara mantap) khumur (kerudung) mereka di atas lubang baju mereka (dada)." Tidaklah secara tegas menyatakan bahwa semua bagian kepala harus ditutup. Menutup sebagian -seperti yang dipraktikkan sebagian wanita muslimah di Indonesia- sudah memenuhi tuntunan ayat itu. Bukankah mereka telah menggunakan kerudung untuk menutup kepala, sedang menutup kepala tidak selalu harus berarti menutup seluruhnya? Ketika Allah memerintahkan untuk membasuh kepala dalam berwudhu (QS. Al-Maaidah [5]: 6), ulama berbeda pendapat tentang batas kepala yang harus dibasuh. Apakah seluruhnya, sebagian, atau sebatas apa pun selama ia bagian dari kepala. Nah, demikian juga jalan pikiran kelompok tengah ini, dalam konteks inilah Muhammad Thahir Ibn 'Asyur mengemukakan pendapatnya bahwa "Cara-cara pemakaian jilbab (maksudnya di sini kerudung) berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan wanita-wanita yang dijelaskan oleh adat istiadat. Sedang maksud, tujuannya di sini adalah apa yang ditunjuk oleh firman Allah: "Yang demikian itu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu." (Muhammad Quraish Shihab, Op.cit, hlm. 221-224). Dan mode berpakaian seperti ini juga yang kerap kali dipertontonkan Najwa Shihab di layar kaca terutama ketika mengisi acara "Shihab dan Shihab". (Ibid.,)

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya seorang muslimat modern yang hidup di zaman ini, dapat meniru mode berpakaian Najwa Shihab -atau Dian Sastrowardoyo seperti gambar di atas- jika berada pada posisi dan keadaan yang sama dengannya, yakni dengan menampakkan rambut, dan sebahagian tangan serta betisnya, dan -tidak lupa juga- kebiasaan sekitar tidak menilai bagian tubuh tersebut sebagai sumber fitnah atau rangsangan. Dan agaknya gaya berbusana seperti itu yang lebih sesuai dengan mudi-mudi yang hidup di era digital ini daripada tampil dengan tubuh tertutup yang tidak tampak darinya kecuali satu mata saja yang ia gunakan untuk melihat, karena demikian terkesan ganjil dan aneh, bahkan akan lebih banyak menuai polemik di tengah masyarakat seperti yang telah terlihat dewasa ini.

Patut untuk diperhatikan juga, kendati diperbolehkan menampakkan rambut -atau sebahagian rambut- dan setengah tangan serta betis, tidak otomatis melanggar tata cara berpakaian lain yang diajarkan oleh Agama, seperti, jangan mengenakan pakaian yang ketat sehingga nampak bentuk tubuhnya, serta jangan memakai busana yang tipis sehingga nampak apa yang berada di balik kain tersebut. Jadi tetap di dalam koridor syariat. Sekian. Allahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun