Sejak pertama kali virus Corona diberitakan oleh Media Tiongkok pada bulan Desember 2019. Dari saat itu hingga sekarang virus yang dinamakan COVID-19 (Corona Virus Disease-19) oleh Badan Kesehatan Dunia WHO tidak menampakkan tanda-tanda untuk segera berakhir.
Sudah sejak tiga bulan kemunculannya, jumlah kasus orang terinfeksi virus Corona terus bertambah dari hari ke hari.
Melansir data Worldometers per Minggu (5/4/2020) pagi, tercatat sebanyak 1.196.944 kasus infeksi virus corona di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 246.110 dinyatakan sembuh dari COVID-19, sementara 64.580 orang lainnya meninggal dunia.
Sedangkan di Indonesia, jumlah kasus positif COVID-19 berjumlah 2.092 kasus per Sabtu (4/4/2020) sore, dengan jumlah pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 150 orang. Sementara kasus kematian akibat COVID-19 berjumlah 191 orang.
Menilik dari awal mencuatnya virus ini, Pandemi COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019. Kemunculan COVID-19 diduga berasal pasar hewan dan makanan laut yang menjual hewan hidup. Pasar ini menjual berbagai hewan, seperti ayam, ikan, burung, kalelawar, ular berbisa, dan binatang liar lainnya.
COVID-19 merupakan penyakit baru yang menyerang sistem pernafasan makhluk hidup. Para ahli kesehatan dan ilmuwan masih terus meniliti dan menciptakan obat penangkalnya. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan virus Corona sebagai Pandemi.
Semua orang di dunia pun turut mengikuti informasi perkembangan yang selalu berubah cepat tentang COVID-19. Terhitung pandemi ini telah menyebar di lebih 200 negara sejak kemunculannya. Indonesia termasuk salah satu negara yang telah terjangkit COVID-19.
Pemerintah dan rakyatpun tidak hanya diam, segala upaya dilakukan agar mencegah virus ini tidak meluas, seperti: membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, mengajurkan masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, gerakan cuci tangan mengunakan air bersih, selalu menggunakan hand sanitizer, dan sterilisasi fasilitas umum.
Meliburkan kegiatan belajar mengajar di semua lembaga pendidikan, menganjurkan masyarakat agar tidak berpergian ke luar kota atau mudik jika tidak urgent, hingga menerapkan social distancing dan work from home agar mencegah adanya orang-orang yang berkumpul dalam jumlah besar.
Kepolisian dengan adanya maklumat kapolri juga diberikan tugas untuk membubarkan kerumunan massa yang tidak perlu.
Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai organisasi yang memiliki otoritas keagamaan juga mengeluarkan fatwa tentang pelaksanaan shalat berjama'ah dan shalat juma'at dapat dikerjakan di rumah, serta "meliburkan" sementara kegiatan keagamaan yang sifatnya mendatangkan kerumunan massa.
Menguji Literasi Lewat Informasi COVID-19
Sejak Presiden RI Joko Widodo mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, Senin (2/3/2020), menyebabkan kepanikan, bahkan muncul kecemasan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Ketika Presiden mengatakam bahwa Indonesia sudah tidak lagi bebas dari virus Corona, membuat seluruh perhatian masyarakat Indonesia tertuju pada penangganan virus tersebut.
Beberapa hari setelah terungkapnya kasus pertama, pemerintah mengeluarkan himbauan untuk social distancing dan diikuti lockdown desa masing-masing yang dilakukan secara sepihak oleh warga setempat khususnya di Pulau Jawa.
Kekhawatiran masyarakat ini memiliki alasan yang nyata, penyebaran pandemi COVID-19 sangat cepat dan masif hingga hampir keseluruhan negara di dunia sudah mengonfirmasi kasus pertama virus tersebut di wilayah mereka masing-masing.
Begitu juga dengan perkembangan informasi yang berkaitan dengan COVID-19 sangat deras beredar melalui media online dan media cetak, terutama media sosial seperti WhatsApp, Twitter, dan Instagram.
Informasi tentang COVID-19 selalu menjadi daya tarik sehingga beragam berita berkaitan dengan virus ini selalu disuguhkan oleh media. Informasi COVID-19 selalu berubah dengan cepat, baik informasi positif yang bermanfaat bagi masyarakat maupun informasi negatif yang cenderung menyesatkan dan menjerumuskan masyarakat.
Selain itu, efek dari Globalisasi menjadikan dunia seakan berada dalam "genggaman" dan mempermudah akses orang-orang untuk memperoleh informasi perkembangan COVID-19.Â
Berita-berita yang menyajikan kabar perkembangan Pandemi COVID-19 selalu masuk dalam Headline News, COVID-19 saat ini selalu menjadi santapan yang nikmat setiap kali didengar, dibaca, dilihat, diakses, dan bahkan datang dengan sendirinya tanpa kita minta melalui notifikasi gadget dan smartphone.
Di saat-saat seperti inilah kemampuan literasi masyarakat Indonesia diuji dalam menangkap informasi dan berita tentang Pandemi COVID-19.
Kasus seperti panic buying (membeli persediaan rumah tangga dalam jumlah banyak pada suatu waktu) di Surabaya dan Purwokerto merupakan contoh dampak dari masyarakat yang hanya membaca informasi beredar dengan sekilas mata tanpa dicerna terlebih dahulu dan menerima informasi hoax tentang wabah Corona.
Kejadian ini menunjukkan rendahnya kemampuan literasi masyarakat. Kesalahan masyarakat dalam menerima informasi dan berita tentang COVID-19 yang tidak sempurna menjadikan perilaku sebagian masyarakat melakukan belanja berlebihan untuk tujuan menimbun barang atau panic buying.
Dampaknya akan terjadi kelangkaan barang-barang dan harga barang menjadi meroket, seperti kesulitan mencari masker, hand sanitizer, tisu toilet, dan berbagai kebutuhan dasar sembako.
Selain itu, beredar di sebagian masyarakat bahwa jamu tradisional dapat menyembuhkan COVID-19, untuk orang yang percaya pastilah akan memborong rempah-rempah. Â Hal ini pasti berdampak pada harga rempah-rempah yang tiba-tiba menjadi mahal, karena rempah-rempah merupakan bahan dasar membuat jamu tradisional, seperti jahe merah, kunyit, temulawak, kencur, dan sebagainya.
Memang tidak ada salahnya mencoba, seperti kata orang dahulu "adanya ikhtiar sebelum tawakkal", tetapi hal tersebut tetap salah karena tidak ada kajian ilmiah tentang jamu tradisional yang dapat menyembuhkan COVID-19.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang dicanangkan pemerintah tahun 2017 lalu pun bukan hanya sekedar kemampuan dalam membaca dan menulis, tetapi juga memahami maksud bacaan dan menambah pengetahuan, serta meningkatkan ketrampilan dan kemampuan yang dapat membuat masyarakat memiliki kemampuan berfikir kritis dan selektif dalam menerima informasi.
Esensi dan tujuan gerakan literasi adalah menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi di masyarakat, serta dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki dengan cara membaca segala macam informasi yang bermanfaat.
Sekarang ini lah momentum terbaik untuk menguji kemampuan literasi masyarakat dengan melakukan seleksi dan mem-filter segala informasi terbaru tentang COVID-19 sebagai wabah yang membahayakan.
Masyarakat jangan menelan mentah-mentah informasi yang datang dari media sosial, masyarakat wajib melakukan konfirmasi lebih (tabayyun) terhadap berita yang diterima agar tidak terjebak pada informasi hoax.Â
Masyarakat harus terus menerus memperbaharui (update) data dan informasi COVID-19 dari sumber yang kredibel, yaitu dari para ahli yang menangani Pandemi ini atau situs resmi penangganan COVID-19.
Kematangan dan kemampuan literasi akan menjadikan masyarakat tidak mudah panik dalam mengahadapi hujan informasi COVID-19.Â
Membaca adalah melawan, dengan banyak membaca kita tidak akan mudah panik dan resah akan kabar yang beredar tentang COVID-19. Selain itu kita dapat melawan penyebaran yang masif dari wabah COVID-19.
Mari bersama-sama kita menggunakan informasi yang benar untuk mengurangi laju penyebaran Pandemi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H