Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Rembulan di Kelopak Matamu #2

8 Agustus 2022   06:30 Diperbarui: 13 Agustus 2022   15:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

2. Obrolan di Warung Buk Rum

Pagi itu udara terasa sangat dingin. Awan hitam masih menggantung di angkasa. Sisa hujan tadi malam membuat sebagian orang malas untuk beraktivitas. Ali yang baru kembali dari mushola dekat kontrakan memutuskan untuk mampir sejenak di warung Buk Rum. Menghangatkan tubuh dengan secangkir kopi dan beberapa gorengan ketika cuaca sedang dingin memang terasa nikmat bagi sebagian orang. Tapi bagi beberapa orang, menarik kembali selimut itu lebih nikmat.

"Assalamu'alaikum Ibuk", sambil duduk di kursi depan warung.

"Wa'alaikumussalam, Eh nak Ali. Monggo-monggo, mau pesen apa ini?", Buk Rum keluar sambil memakai celemek di badannya. Warung Buk Rum ini memang menjadi ikon di tempat tinggal Ali. Banyak warga sekitar tempat tinggal Ali yang pergi ke warung ke Buk Rum, bahkan pak lurah seberang desa juga pernah ke warung Buk Rum ini. Sebenarnya dari segi masakan, tidak jauh beda dengan warung kebanyakan, namun karena warung ini memiliki pemandangan yang langsung menghadap perbukitan, menjadikan warung Buk Rum ini cocok sebagai tempat untuk sekedar bersantai.

"Saya pesan kopi hitam satu buk, yang agak pahit"

"Siap nak Ali", berbalik badan dan kembali ke dapur

Ali mengeluarkan gawainya, memeriksa kembali gmail. Barangkali ada satu dua orang meminta jasanya untuk mengeditkan foto ataupun video. Masih kosong. Tidak ada pesan masuk sama sekali.

"Huft, kok akhir-akhir ini makin sepi ya orang cari jasa edit. Apa mungkin manusia jaman sekarang udah bisa mengedit video sendiri ya?", Ali menggerutu sendiri ini.

"Monggo nak Ali kopinya", tiba-tiba Buk Rum datang menyuguhkan kopi di meja depan Ali. "Nak Ali kok kelihatan lesu begitu? Buk Rum boleh ikut duduk, Ali?", melihat Ali yang terlihat lesu, membuat Buk Rum tertarik untuk berbincang-bincang sebentar dengan Ali.

"Oh, monggo Buk Rum. Apa sih yang tidak boleh buat Buk Rum", Ali menyilahkan duduk Buk Rum.

"Daritadi ibuk lihat kok nak Ali kelihatan lesu gitu. Ada apa emangnya?", Buk Rum memulai percakapan.

"Biasa buk, orderan lagi sepi. Jadinya tidak ada pemasukan. Hehehe", selain menikmati kopi dan gorengan, sebenarnya Ali juga ingin ngobrol dengan Buk Rum. Ali merindukan sosok Ibu yang bisa dijadikan tempat pulang ketika sedang sedih.

"Walah, gara-gara itu to. Yang sabar ya nak Ali, terkadang Ibu juga merasakan hal yang sedang nak Ali rasakan. Kadang ibu juga sedih ketika warung ibu sepi, tapi kalau sedang ramai terkadang malah tambah sedih"

"Lah kok malah sedih buk? Bukannya harusnya senang kalau warung ibuk ramai?", Ali keheranan.

"La iya nak, kan jadinya ibuk capek melayani para pembeli. Ibuk cuma sendirian, nggak ada pegawai. Tapi ya enaknya uangnya agak banyak hihihi", Buk Rum tertawa cekikikan. 

"Hahaha... Kalau bagian yang akhir itu saya juga suka buk", Ali ikut tertawa. Salah satu hal yang mengembalikan mood Ali adalah ngobrol dengan Buk Rum. Selain sosoknya yang ke-ibu-an, Buk Rum juga sosok yang ramah dan baik. Bahkan kepada orang pernah berbuat buruk kepadanya.

"Ya udah nak Ali, ibuk mau ke dapur dulu. Kalau masalah rejeki, udah sampean yang penting berusaha dan berdoa aja. Barangkali akan ada rejeki nomplok yang akan nak Ali terima"

"Siap Ibuk", sambil hormat ala-ala hormatnya pasukan ke komandan.

Buk Rum hanya tersenyum kemudian pamit ke dapur untuk melanjutkan memasak. Ali kembali menyibukkan diri dengan menyeruput kopi yang sedari tadi dia diamkan. Tidak berselang lama ada seseorang yang menghampiri Ali.

"Halo Ali", sapa orang itu. Sosok itu adalah Pak Slamet, ketua takmir di mushola tempat tinggal Ali.

"Eh Pak Slamet, monggo pak mampir dulu", Ali bergeser beberapa senti untuk memberikan ruang Pak Slamet untuk duduk.

"Bolehlah, ini kamu lagi nraktir bapak kan?"

"Wah, harusnya saya nggak mempersilahkan bapak buat mampir disini hahaha"

"Hahaha. Bisa aja kamu Ali. Ini saya boleh duduk apa nggak nih?"

"Bolehlah pak, monggo. Sini duduk di samping saya", Ali kembali geser beberapa senti lagi.

"Buk Rum, pesan kopi hitam satu!", teriak Pak Slamet.

"Iya pak!", balas Buk Rum.

Bertambah lagi sekarang pengunjung di warung Buk Rum. Warga di sekitar kontrakan Ali memang supel. Salah satunya adalah Pak Slamet ini. Kalau Pak Slamet sudah datang ke suatu acara, bisa dipastikan acara tersebut akan dipenuhi dengan gelak tawa.

"Ada apa nih bapak kok tiba-tiba kesini?", Ali mencoba basa-basi.

"Gini lo nak Ali", sambil menyesap rokok "Ini kan lagi bulan Rabiul Awal. Nah, di mushola kita mau ada acara pengajian. Kamu bisa buatin banner untuk pengajian kita di mushola?".

"Oh, bisa pak. Kira-kira kapan deadline pengerjaannya?", tanya Ali.

"Kalau bisa minggu depan, Ali sanggup? Sekalian nanti tolong dicetak ya".

"Insya Allah bisa pak. Nanti saya editkan. Oh iya pak, saya pamit dulu ya. Soalnya saya masih ada pesanan video dari teman saya. Ngomong-ngomong ini kopi sama gorengan saya bapak yang bayar kan?", Ali berpamitan setelah melihat jam ditangannya yang menunjukkan pukul 07.00.

"Enak aja", Balas Pak Slamet sambil manyun. Lucu melihat kumisnya bergerak-gerak.

"Hahaha. Saya hanya bercanda pak, tidak usah dibawa hati atuh", Ali berpamitan kepada Pak Slamet dan menyelesaikan pembayaran di Buk Rum.

"Monggo Buk Rum, Pak Slamet, saya pamit dulu. Assalamu'alaikum", punggung Ali meninggalkan warung Buk Rum.

"Iya Ali. Wa'alaikumussalam", balas Pak Ali dan Buk Rum hampir bebarengan.

***

Walaupun tempat tinggal Ali melewati gang yang sempit, tapi ketika sudah sampai di ujungnya terdapat kampung yang lumayan bersih dan asri. terdapat berbagai macam tumbuhan dan bunga di depan rumah tiap warganya. Hal ini tidak lepas dari kontribusi tiap warganya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Jarak antara kontrakan Ali dan mushola lumayan dekat, hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Oleh sebab itu Ali tidak perlu repot-repot mengeluarkan motor hanya untuk pergi kesana. Sesampainya di kontrakan, Ali segera menyalakan komputer untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Sepertinya mandi dulu enak nih. Biar nggak ngantuk", pikir Ali. Tanpa berpikir panjang, Ali segera meraih handuk yang dia jemur di teras kontrakan. Kemudian dia bergegas menuju kamar mandi sambil menyetel musik-musik jadul. Entah kenapa dia berbeda dengan remaja lain seusianya. Disaat remaja lain masih senang berjalan-jalan, dia malah fokus untuk bekerja.

Disini di batas kota ini

Ingin kutuliskan surat untukmu

Biar engkau mengerti perjalanan hidupku

Di dalam menggapai cita-cita

Itu adalah salah lagu kesukaan Ali. Kalau tidak salah penyanyinya adalah Tomi J Pisa. Ketika Ali sedang asyik mandi, tanpa dia sadari ada orang yang diam-diam menuju ke rumahnya sambil membawa kotak kado lagi.

"Semoga dengan foto-foto yang aku kirimkan ini, kamu akan ingat potongan kisahmu dulu Ali", batin orang itu sambil meletakkan kotak kado di atas meja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun