Mohon tunggu...
Fahri Dwi Ananta
Fahri Dwi Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UI

Memiliki ketertarikan terhadap isu sosial-masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Eksil 2024: Menelusuri Jejak Hantu Komunisme dan Keterkaitannya dengan Marxisme-Komunisme

18 Juni 2024   15:27 Diperbarui: 18 Juni 2024   15:37 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Situasi politik pada masa itu memang sangat rumit, banyak ketidakpastian. Dinamika politik yang terjadi akibat adanya transisi kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto membawa banyak gejolak politik. Kejadian setelah transisi kekuasaan dan penumpasan G30S justru menjadi dampak yang sangat mematikan, ia menjadi salah satu catatan berdarah paling tragis sepanjang sejarah Indonesia.

Penindasan dan pembantaian massal terhadap mereka yang menjadi bagian dan dianggap Partai Komunis Indonesia dilakukan habis-habisan oleh negara. Mereka yang berada di luar negeri pun juga tetap terkena imbasnya, seperti yang sudah saya katakan di awal bahwa banyak dari mereka yang dikirim belajar ke luar negeri oleh Soekarno justru terperangkap di negeri orang. Mereka mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan selama tahun-tahun pertama di pengasingan. 

Para pelajar dan mahasiswa mengalami kehilangan sumber pendanaan karena beasiswa mereka diputus oleh pemerintah di Jakarta. Selain itu, status kewarganegaraan mereka dicabut, yang membuat mobilitas mereka menjadi sangat terbatas. Para mahasiswa yang terasingkan di luar negeri mungkin mengalami kesulitan dalam menjaga komunikasi dengan keluarga di Indonesia karena keterbatasan akses komunikasi pada masa itu. Isolasi sosial dan emosional mungkin terjadi karena minimnya fasilitas telekomunikasi internasional (Suradi dkk, 2023). 

Kondisi hukum para mahasiswa terasingkan di negara asing juga menjadi permasalahan serius. Mereka mungkin tidak memiliki status hukum yang jelas di negara tempat mereka tinggal, sehingga rentan terhadap berbagai masalah administratif, keamanan, dan kesejahteraan. Tanpa status hukum yang jelas, para mahasiswa tersebut mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, atau perlindungan hukum (Suradi dkk, 2023)

Analisis terhadap dampak peristiwa 1965 terhadap eksil para mahasiswa Indonesia ke luar negeri secara terkait dengan teori Marxisme-Komunisme menyoroti aspek penting dalam pemahaman dinamika politik dan sosial pada masa itu. Marxisme-Komunisme, sebagai sebuah ideologi politik dan ekonomi, memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks peristiwa 1965 dan konsekuensinya terhadap eksil para mahasiswa. 

Marxisme-Komunisme, yang dipelajari dan diterapkan oleh beberapa mahasiswa Indonesia yang dikirim ke luar negeri, menjadi satu dari banyak alasan yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk menjustifikasi penindasan terhadap mereka. Pemerintah melabeli mereka sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah organisasi yang dianggap sebagai ancaman bagi pemerintahan yang baru berkuasa. 

Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua mahasiswa yang dikirim ke luar negeri memiliki afiliasi atau kesetiaan terhadap Marxisme-Komunisme. Banyak dari mereka hanya menjalani studi yang tidak terkait dengan politik atau ideologi tertentu.

Dari perspektif Marxisme-Komunisme, peristiwa 1965 dan pengasingan para mahasiswa dapat dianalisis sebagai konflik kelas antara kelas buruh dan kapitalis, yang pada kasus ini direpresentasikan oleh pemerintah Orde Baru yang didukung oleh golongan elit dan kapitalis. Pemerintah Orde Baru mengambil langkah-langkah represif untuk mempertahankan struktur kekuasaan yang ada, yang dianggap sebagai bentuk kontrol terhadap proletar. 

Ketika mahasiswa-mahasiswa yang dikirim ke luar negeri sebagai bagian dari upaya pembangunan nasional oleh Presiden Soekarno menjadi korban penindasan politik oleh pemerintah Orde Baru, hal ini mencerminkan pertentangan antara kepentingan negara dengan kepentingan kelas.

Pemerintah Orde Baru berusaha untuk mengeliminasi segala bentuk oposisi politik, termasuk mereka yang dianggap terkait dengan ideologi Marxisme-Komunisme, untuk mempertahankan hegemoni politik dan ekonomi mereka. Namun, dampak dari pengasingan tersebut juga menyoroti kegagalan pemerintah dalam memahami dan mengelola isu-isu sosial dan politik secara holistik. 

Tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi para mahasiswa yang terkena dampaknya, tetapi juga merusak potensi pembangunan nasional. Pengasingan mereka menghambat akses mereka terhadap pendidikan dan pelatihan, yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan intelektual dan ekonomi bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun