Mohon tunggu...
Fahreza Utama (55522110009)
Fahreza Utama (55522110009) Mohon Tunggu... Akuntan - Universitas Mercu Buana

Fahreza Utama - NIM: 55522110009 - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pajak Internasional - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK .

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TUGAS Besar 02 Mata Kuliah Pajak Internasional: Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak

12 November 2023   20:49 Diperbarui: 13 November 2023   11:47 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi (Olahan Penulis)

Bagian I
Perpajakan Internasional

1.1. Apa Itu Pajak Internasional

Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan antara dua atau lebih negara yang memiliki persetujuan Penghindaran pajak Berganda (P3B) dan dilakukan sesuai dengan konvensi Wina. Peraturan pajak yang berlaku di suatu negara tidak berlaku untuk penduduk atau organisasi asin sampai kedua negara tersebut mencapai perjanjian bilateral khusus. Hukum Pajak Internasional (International Tax Law) merupakan aturan pajak yang diterima baik oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengatur perpajakan bilateral. Perpajakan Internasional dapat berjalan melalui Perjanjian Internasional antar negara yang berkepentingan.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 (Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) Perjanjian internasional didefinisikan sebagai perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih negara yang mengatur kerja sama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bantuan penagihan pajak, yang mencakup: persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B), konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan, dan perjanjian bilateral atau multilateral lainnya. Perjanjian internasional adalah perjanjian bilateral atau multilateral yang telah disahkan oleh Pemerintah Indonesia sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional, yang menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengikatkan dirinya dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra mengenai kerja sama dalam hal bantuan penagihan pajak. Salah satunya adalah konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan. Pemerintah Indonesia diberi kewenangan untuk membuat dan menjalankan perjanjian dan kesepakatan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral, dengan tujuan meningkatkan hubungan ekonomi, khususnya di bidang perpajakan, seiring dengan perkembangan lanskap perpajakan internasional yang dinamis.

Hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri dari prinsip dan kebiasaan yang disepakati oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengatur masalah pajak dan dapat menunjukkan unsur asing dalam subjek dan objeknya. Norma nasional yang diterapkan dalam hubungan internasional membentuk hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional mencakup hukum pajak nasional yang mengatur pengenaan pajak terhadap orang asing, peraturan nasional untuk menghindari pajak berganda, dan traktat-traktat. Hukum pajak internasional juga mencakup hukum pajak nasional yang mengatur masalah pajak terhadap orang asing.

1.2. Kedaulatan Hukum Pajak Internasional Indonesia

Karena posisi geografisnya di tengah masyarakat internasional, Indonesia harus menjalin hubungan dengan negara lain untuk dapat melakukan transaksi internasional yang menguntungkan. Selain itu, Indonesia harus menerima entitas asing untuk melakukan kegiatan ekonomi dan menghasilkan uang di dalam negeri, yang kemudian akan dikenakan pajak bagi negara tersebut. Prof Rochmat Soemitro dalam Prabu et al (2021) mengatakan bahwa hukum pajak internasional adalah hukum nasional yang terdiri dari prinsip dan praktik yang diterima oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengatur masalah pajak. Hukum ini juga terdiri dari kaedah nasional dan internasional yang berasal dari traktat internasional. Hukum ini juga menunjukkan unsur-unsur asing dalam subjek dan objeknya. Pengertian di atas mencakup standar nasional yang digunakan dalam hubungan internasional.

Dalam hal hukum pajak internasional, khususnya hukum pajak internasional Indonesia terbatas pada subjek dan objek yang berada di wilayah Indonesia. Dengan kata lain, orang atau organisasi yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun, hukum pajak internasional dapat mengatur subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia. Menurut UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh), pasal 26, WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, seperti bunga, royalti, sewa, hadiah, dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal ini memberikan contoh hubungan ekonomi antara penghasilan yang diperoleh di Indonesia oleh orang asing. Dalam hukum antar negara, ada asas mengenai kedaulatan negara, yang berarti bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk dengan bebas mengatur kepentingannya sendiri, hanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara, dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Dengan demikian, kedaulatan pemajakan dapat didefinisikan sebagai kedaulatan suatu negara untuk dengan bebas mengatur kepentingannya sendiri di luar batas-batas hukum antar negara. Pada dasarnya, hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang mengandung unsur asing. Unsur asing tersebut dapat mengenai subjek pajak, objek pajak, atau pemungutan pajak.

Bagian II
Mekanisme Pemeriksaan Pajak

2.1. Apa Itu Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), pemeriksaan adalah suatu kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, atau bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan perpajakan. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak. Kegiatan ini dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.2. SOP Pemeriksaan Pajak

Tata cara Pemeriksaan Pajak di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 (PMK18/PMK.03/2021) Bagian ke Empat tentang Tata cara Pemeriksaan pada Pasal 5, 11, 13, 15, dan 17 yang berbunyi:

Pasal 5 ayat (1): Pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor digunakan untuk menguji kepatuhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 5 ayat (2): Jika Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan berikut mengajukan permohonan pengem balian untuk kelebihan pembayaran, pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksaan Kantor sesuai dengan persyaratan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a:

  • laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa, atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa, dengan pendapat wajar; dan
  • Wajib Pajak tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan dalam 5 (lima) tahun terakhir. Selain itu, mereka tidak sedang menjalani Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penyidikan, atau Penuntutan Tindak Pidana Perpajakan.

Pasal 5 ayat (3): Pemeriksaan Kantor melakukan pemeriksaan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat ( 1) huruf b.

Pasal 5 ayat (4): Pemeriksaan Kantor atau Lapangan digunakan untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat ( 1) huruf c sampai dengan huruf g dan huruf j.

Pasal 5 ayat (5): Menurut Pasal 4 ayat (2) huruf h dan huruf i, pemeriksaan yang memenuhi kriteria tersebut dilakukan dengan menggunakan jenis pemeriksaan lapangan.

Pasal 5 ayat (6): Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan jika ditemukan bahwa ada transaksi yang berkaitan dengan transfer harga atau transaksi khusus lain yang menunjukkan rekayasa transaksi keuangan.

Pasal 11: Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak wajib:

  • Memberikan Wajib Pajak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor jika pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan;
  • Memberi (menunjukkan) Wajib Pajak Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 saat melakukan pemeriksaan;
  • Memberikan surat kepada Wajib Pajak yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila susunan anggota tim mengalami perubahan;
  • melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai: - alasan dan tujuan Pemeriksaan; - hak dan tanggung jawab wajib pajak baik selama proses pemeriksaan maupun setelahnya; - Jika hasil pemeriksaan terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, hak Wajib Pajak dapat meminta pembahasan dengan Tim Keamanan Kualitas Pemeriksaan. Ini berlaku kecuali untuk pemeriksaan atas data konkret yang dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3); dan - kewajiban Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan dokumen yang digunakan sebagai dasar pembukuan atau pencatatan, serta dokumen lainnya yang dipinjam;
  • Menuangkan hasil pertemuan sebagaimana disebutkan dalam berita acara pertemuan dengan Wajib Pajak, sebagaimana disebutkan pada huruf d;
  • Menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
  • Mengizinkan Wajib Pajak untuk hadir pada waktu yang telah ditentukan untuk Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
  • Menyampaikan kuesioner pemeriksaan kepada wajib pajak;
  • Memberikan bimbingan tertulis kepada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
  • Mengembalikan catatan, buku, dokumen, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
  • Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak selama Pemeriksaan dari pihak lain yang tidak berhak.

Pasal 13: Wajib Pajak berhak untuk melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:

  • meminta Pemeriksa Pajak untuk menunjukkan SP2 dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak;
  • meminta Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan jika pemeriksaan lapangan Jen1 telah dilakukan;
  • meminta Pemeriksa Pajak untuk menunjukkan surat yang mengandung perubahan tim Pemeriksa Pajak jika susunan anggota tim mengalami perubahan;
  • meminta penjelasan dari Pemeriksa Pajak tentang alasan dan tujuan pemeriksaan;
  • menerima SPHP
  • menghadiri diskusi akhir hasil pemeriksaan pada waktu yang ditetapkan;
  • Jika hasil pemeriksaan masih terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, meminta untuk dibahas dengan Tim Assurance Quality Assurance; ini tidak berlaku untuk data konkret yang dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3); dan
  • Mengkomunikasikan pendapat atau evaluasi tentang pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak melalui pengisian kuesioner pemeriksaan.

Pasal 15 ayat (1): Dalam jangka waktu pemeriksaan, kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diperiksa, yang mencakup:

  • jangka waktu pengujian; dan
  • jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.

Pasal 15 ayat (2): Dalam kasus di mana pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, jangka waktu pengumuman yang disebutkan pada ayat (1) huruf a tidak lebih dari 6 (enam) bulan, yang dimulai dari tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak hingga tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga.

Pasal 15 ayat (3): Saat pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor, jangka waktu pengujian yang ditetapkan pada ayat (1) huruf a tidak lebih dari 4 (empat) bulan. Waktu ini dimulai pada tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang untuk memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor, dan berakhir pada tanggal SPHP dikirimkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota.

Pasal 15 ayat (4): Dalam kasus di mana pemeriksaan data spesifik dilakukan melalui pemeriksaan kantor, yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (3), jangka waktu pengujian yang disebutkan dalam ayat (1) huruf a tidak lebih dari satu (satu) bulan. Waktu ini dimulai pada tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewa menerima Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.

Pasal 15 ayat (5): Jangka waktu untuk membahas dan melaporkan hasil pemeriksaan yang disebutkan pada ayat (1) huruf b tidak lebih dari dua (dua) bulan, dimulai dari tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.

Pasal 15 ayat (6): Dalam kasus di mana pemeriksaan data spesifik dilakukan melalui pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3), jangka waktu untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) huruf b adalah tidak lebih dari 10 (sepuluh) hari kerja, dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP.

Pasal 17 ayat (1): Dalam hal pemeriksaan kantor, jangka waktu yang ditetapkan dalam Pasal 15 ayat (3) dapat diperpanjang hingga paling lama 2 (dua) bulan. Namun, untuk pemeriksaan data khusus yang dilakukan dengan pemeriksaan kantor, jangka waktu yang ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (3) tidak dapat diperpanjang.

Pasal 17 ayat (2): Perpanjangan waktu pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan pada ayat (1) dilakukan dalam hal:

  • Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
  • terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/ atau keterangan kepada pihak ketiga;
  • ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak; dan/ atau
  • berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.

2.3. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan dari pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jangka waktu pemeriksaan pajak terdiri dari jangka waktu pengujian dan jangka waktu penghitungan pajak terutang. Pemeriksaan pajak dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya. Pemeriksaan pajak juga merupakan bagian dari mekanisme sistem pajak yang dianut Indonesia, yaitu self-assessment. Dalam sistem tersebut, wajib pajak memiliki hak penuh dalam melakukan penghitungan, pembayaran hingga pelaporan pajak.

Tujuan dari pemeriksaan pajak adalah untuk:

  • Uji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
  • Memenuhi dan menerapkan peraturan perundang-undangan mengenai pajak.

A.  Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak dalam Menguji Kepatuhan

Pasal 4 ayat (1) PMK 184/2015 menetapkan bahwa pemeriksaan akan dilakukan jika memenuhi persyaratan berikut:

  • Wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang lebih besar.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan pengeluaran tambahan, termasuk pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
  • Wajib Pajak mengirimkan SPT yang menunjukkan kerugian bayar.
  • Baik wajib pajak menyampaikan atau tidak menyampaikan SPT, tetapi SPT dikirim setelah batas waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran
  • Jika wajib pajak melakukan peleburan, pemekaran, penggabungan, likuidasi, pembubaran, atau keluar dari negara untuk selamanya, mereka harus melakukannya.
  • Tahun buku atau metode pembukuan harus diubah oleh wajib pajak.
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk pemeriksaan yang didasarkan pada analisis rasio.

B.  Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak Tujuan Lain

Pasal 70 PMK 184/2015 mengatur pemeriksaan untuk tujuan lain untuk memenuhi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Jika memenuhi kriteria berikut, pemeriksaan akan dilakukan:

  • Pengukuhan PKP
  • Penghapusan NPWP
  • Pemberian NPWP secara Jabatan
  • Pemberhentian sebagai PKP
  • Keberatan terkait pajak diajukan oleh wajib pajak.
  • Pencocokan informasi dan alat penjelasan
  • Mengumpulkan data untuk membuat standar untuk perhitungan penghasilan neto
  • Penetapan wajib pajak di wilayah terpencil
  • Pemeriksaan yang berkaitan dengan penagihan pajak
  • Menentukan waktu mulai produksi untuk perpajakan
  • Permintaan untuk informasi dari negara-negara mitra P3B.

2.4. Jenis Pemeriksaan Pajak

            Pemeriksaan pajak di Indonesia terdapat dua jenis yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kerja Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak. Sedangkan Pemeriksaan Kan tor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

1. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan ini dilakukan di rumah, kantor, dan tempat WP bekerja, serta di tempat lain yang mungkin ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam waktu paling lama enam bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diberikan kepada WP sampai dengan tanggal SPHP dikirim. Selain itu, perpanjangan dapat dilakukan untuk waktu paling lama dua bulan. Selama prosesnya, WP harus:

  • Menunjukkan buku atau dokumen yang digunakan sebagai sumber pembukuan, serta dokumen lain baik fisik maupun elektronik yang berkaitan dengan penghasilan, kegiatan bisnis, pekerjaan bebas WP, atau subjek pajak
  • Memberikan kemampuan untuk mengakses data elektronik, serta ruang, baik gerak maupun tidak gerak, yang digunakan untuk menyimpan dokumen yang disebutkan sebelumnya
  • Memberi penjelasan tertulis dan lisan yang diperlukan
  • Tepat waktu untuk menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan kantor, jenis ini dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak dan harus diselesaikan dalam waktu paling lama empat bulan, dihitung sejak tanggal WP menerima surat panggilan untuk pemeriksaan kantor. Pemeriksaan dapat diperpanjang selama waktu paling lama dua bulan. Saat proses pemeriksaan dimulai, WP harus:

  • Menunjukkan buku atau dokumen yang digunakan sebagai sumber pembukuan, serta dokumen lain baik fisik maupun elektronik yang berkaitan dengan penghasilan, kegiatan bisnis, pekerjaan bebas WP, atau subjek pajak
  • Memberikan pinjaman kertas kerja pemeriksaan yang telah dibuat oleh auditor (akuntan public) dari WP
  • Memberi penjelasan tertulis dan lisan yang diperlukan
  • Tepat waktu untuk menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3.  Kriteria Pemeriksaan Pajak Berdasarkan Latar Belakang Pemeriksaan

A. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan pajak rutin ini dilakukan karena berhubungan dengan pemenuhan hak atau pelaksanaan kewajiban pajak WP, antara lain:

  • Mengirimkan SPT Masa PPN atau SPT Tahunan PPh yang menyatakan LB restitusi.
  • Mengirimkan SPT Masa PPN atau SPT Tahunan PPh yang menyatakan LB tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan.
  • Mengirimkan SPT Masa PPN LB kompensasi.
  • Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak telah diterima.
  • Mengirimkan SPT adalah kerugian.
  • Jika mereka melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, atau likuidasi, mereka akan meninggalkan Indonesia untuk waktu yang lama.
  • Mengubah tahun buku, metode pembukuan, dan evaluasi aktiva tetap.

B. Pemeriksaan Khusus

Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa ada indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban pajak. Pemeriksaan khusus ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa ketentuan, seperti:

  • Berdasarkan analisis risiko yang dibuat dengan menggunakan profil WP atau data internal lainnya, serta data eksternal yang diproses secara komputerisasi atau manual.
  • Ini dapat mencakup satu, beberapa, atau seluruh kategori pajak.
  • Pemeriksaan lapangan digunakan untuk memeriksanya.

2.5. Kriteria Pemeriksaan Pajak            

            Berdasarkan pada Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 (PMK18/PMK.03/2021) pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bisa dilakukan dalam hal memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:

  • Pertama, ada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 17B UU KUP.
  • Kedua, ada bukti konkret yang menyebabkan pembayaran pajak yang terutang kurang atau tidak dibayar sama sekali.
  • Ketiga, Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar.
  • Keempat, Wajib Pajak menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
  • Kelima, Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.
  • Keenam, wajib pajak memiliki wewenang untuk melakukan penggabungan, pemekaran, likuidasi, peleburan, pembubaran, atau keluar dari Indonesia secara permanen.
  • Ketujuh, Wajib Pajak mengubah tahun buku atau teknik pembukuan.
  • Kedelapan, Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk melaksanakan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
  • Kesembilan, untuk melaksanakan pemeriksaan yang didasarkan pada analisis risiko, Wajib Pajak menyampaikan SPT yang dipilih.
  • Kesepuluh, PKP tidak melaksanakan penyerahan BKP atau JKP, dan sesuai dengan Pasal 9 ayat (6c) UU PPN, mereka telah diberikan pengembalian atau kredit pajak masukan.

2.6. Penyelesaian Pemeriksaan

Penyelesaian Pemeriksaan Pajak di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 (PMK18/PMK.03/2021) Bagian ke Empat tentang Tata cara Pemeriksaan pada Pasal 22 yang berbunyi:

Pasal 22 Ayat (1) Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP dilakukan dalam hal:

  • Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktunya jika Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan tersebut, dan Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu tersebut;
  • Setelah Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat dilakukan sampai dengan: - waktu akhir perpanjangan tidak boleh lebih lama dari waktu yang ditetapkan dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau - Tidak perlu memperpanjang waktu pengujian Pemeriksaan Kantor seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 7 ayat (1).
  • Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan terkait permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP: -  tidak ditemukan dalam waktu enam (enam) bulan sejak tanggal penerbitannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan; atau - tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dalam jangka waktu empat (empat) bulan sejak tanggal terbitnya Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor;
  • Dalam jangka waktu satu (satu) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa Wajib Pajak yang melakukan pemeriksaan atas data khusus dengan pemeriksaan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) tidak akan memenuhi panggilan pemeriksaan.
  • Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor telah ditangguhkan karena diikuti oleh Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak termasuk: -  dihentikan karena Wajib Pajak individu yang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia secara terbuka; -  dihentikan karena tidak ada bukti permulaan tindak pidana perpajakan; -  dilakukan penyelidikan, tetapi dihentikan karena tidak ada bukti yang memadai, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana perpajakan, atau tersangka meninggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau - dilakukan penyelidikan dan penuntutan, dan telah ada putusan pengadilan mengenai tindak pidana perpajakan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang bebas dari segala tuntutan hukum, dan salinan putusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak;
  • Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor telah ditangguhkan karena dilanjutkan dengan penyidikan sebagai bagian dari Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan secara tertutup, dan penyidikan tersebut meliputi: - dihentikan karena tidak ada bukti yang memadai, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana perpajakan, atau tersangka meninggal dunia sesuai dengan Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau - dilanjutkan dengan penuntutan, dan telah ada putusan pengadilan mengenai tindak pidana perpajakan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang memutuskan tindak pidana tersebut bebas dari tuntutan hukum, dan salinan putusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
  • Pasal 22 Ayat (2) Pemeriksaan lapangan atau kantor yang belum selesai seperti yang dinyatakan pada ayat (1) huruf b harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal akhir pemeriksaan: - perpanjangan waktu pengujian pemeriksaan lapangan sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) a dan ayat (3); a tau - perpanjangan waktu pemeriksaan pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1),
    dan dilanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan LHP.
  • Ayat (3) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa Wajib Pajak yang melakukan pemeriksaan atas data konkret melalui pemeriksaan kantor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) tidak memenuhi panggilan pemeriksaan, pemeriksaan harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan yang disebutkan dalam ayat (1) huruf d.

2.7. Hasil Pemeriksaan Pajak

Hasil Pemeriksaan Pajak di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021 (PMK18/PMK.03/2021) Bagian ke Empat tentang Tata cara Pemeriksaan pada Pasal 42 dan pasal 43 yang berbunyi:

Pasal 42 ayat (1): Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41, ayat (1), wajib pajak harus memberikan tanggapan tertulis atas SPHP serta daftar hasil pemeriksaan dalam bentuk:

  • lembar pernyataan yang menyatakan persetujuan hasil pemeriksaan jika Wajib Pajak menyetujui hasil pemeriksaan secara keseluruhan; atau
  • surat sanggahan jika Wajib Pajak tidak setuju dengan sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan

Pasal 42 ayat (2): Tanggapan tertulis yang dimaksud pada ayat (1) harus dikirim dalam waktu tidak lebih dari 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Wajib Pajak menerima SPHP.

Pasal 42 ayat (3): Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana disebutkan pada ayat (2) untuk waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu tersebut berakhir.

Pasal 42 ayat (4): Wajib Pajak harus memberikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir untuk memperpanjang waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 42 ayat (5): Dalam kasus di mana pemeriksaan data spesifik dilakukan melalui pemeriksaan kantor yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3), tanggapan tertulis yang dimaksud pada ayat (1) harus dikirim paling lama pada saat Wajib Pajak harus memenuhi undangan tertulis untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak dapat memperpanjang waktu yang diperlukan untuk menyampaikan tanggapan tertulis.

Pasal 42 ayat (6): Wajib Pajak harus menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) baik secara langsung maupun melalui faksimili.

Pasal 42 ayat (7): Jika Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan SPHP secara tertulis, Pemeriksa Pajak membuat berita acara dan tidak memberikan tanggapan SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.

Pasal 43 ayat (1): Wajib Pajak harus diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, seperti yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), untuk melaksanakan pelaksanaan proses tersebut.

Pasal 43 ayat (2): Sebuah undangan tertulis dikirim kepada Wajib Pajak, yang mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, untuk memberikan hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 43 ayat (3): Undangan yang disebutkan pada ayat (2) harus dikirim kepada Wajib Pajak dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:

  • diterimanya jawaban tertulis dari Wajib Pajak atas SPHP dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
  • berakhirnya waktu yang ditetapkan dalam Pasal 42 ayat (3) jika Wajib Pajak gagal memberikan jawaban tertulis atas SPHP.

Bagian III
Mekanisme Pemeriksaan Pajak

3.1. Hubungan Kepatuhan Perpajakan Internasional dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak di Indonesia

Mekanisme pemeriksaan pajak Indonesia berhubungan erat dengan kepatuhan perpajakan internasional. Sebagai negara yang menjalin hubungan dengan banyak negara, Indonesia melakukan berbagai macam transaksi perdagangan internasional yang menghasilkan pendapatan bagi rakyat negara lain. Pajak internasional adalah sistem perpajakan yang ditetapkan oleh negara yang memiliki kesepakatan bilateral dan dikenakan atas transaksi antar negara ini. Sepanjang ada hubungan ekonomi atau kenegaraan yang erat dengan Indonesia, subjek atau entitas yang berada di luar wilayah Indonesia dapat dikenakan pajak internasional. Indonesia mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina, yang merupakan dasar hukum pajak internasional. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga dilakukan di Indonesia untuk memenuhi dan menjamin kepastian hukum, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan menguji kepatuhan mereka terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan internasional. Kepatuhan pajak internasional mencakup proses menjamin bahwa bisnis atau individu mematuhi persyaratan pajak dan pelaporan internasional di berbagai negara. Ini mencakup memahami peraturan pajak internasional, otoritas pajak internasional, dan persyaratan pelaporan di negara tempat bisnis atau individu berinvestasi. Untuk menjamin kepatuhan, bisnis dan individu harus memahami secara menyeluruh peraturan dan peraturan pajak internasional di negara tempat mereka berinvestasi.

Sumber: Kelas Pajak DDTC News
Sumber: Kelas Pajak DDTC News
Sumber: Kamus Pajak DDTC News
Sumber: Kamus Pajak DDTC News
Sekian Tulisan saya, mohon maaf apabila ada salah kata. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

https://news.ddtc.co.id/jenis-jenis-pemeriksaan-bukti-permulaan-pajak-31694

https://news.ddtc.co.id/jenis-jenis-pemeriksaan-pajak-28187

Pajakku. (2023). Glosarium Pajak: Pemeriksaan Pajak. Diakses melalui https://www.pajakku.com/read/636222eeb577d80e80694a06/Glosarium-Pajak:-Pemeriksaan-Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18 /Pmk.03/2021 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Prabu, A., Destyanto, A., Debora, A., Santoso, C, J., & Maulana, A.  (2021). Kedaulatan Hukum Pajak Internasional Di Indonesia. Jurnal IKAMAKUM. http://www.openjournal.unpam.ac.id/index.php/IKAMAKUM/article/view/12218.

Tommy. (2021). Ini Dia, Dua Jenis Pemeriksaan Pajak Setelah Lapor SPT. Diakses melalui https://www.pajakku.com/read/618538fa4c0e791c3760bda8/Ini-Dia-Dua-Jenis-Pemeriksaan-Pajak-Setelah-Lapor-SPT

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Vivian, Y, F, A. (2023). Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Diakses melalui https://www.pajakku.com/read/6375ba1cb577d80e80d32dd2/Tata-Cara-Pemeriksaan-Pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun