Mohon tunggu...
Mohammad Fahmi
Mohammad Fahmi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Burung Bangau dan Burung Gereja

10 Januari 2016   14:54 Diperbarui: 10 Januari 2016   15:07 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oke oke oke, Mr. Know-it-All. Kau benar.”

“Jadi lanjut ke pertanyaanmu tadi, apakah mungkin burung beda spesies berhubungan … atau kita buat lebih spesifik saja, apakah burung bangau sepertimu bisa menjalin hubungan dengan seekor burung gereja? Menurutku sih tidak masalah.”

“Ha? Jelaskan coba.”

I mean, yah kalian memang burung yang berbeda jenis, tapi itu kan perbedaan yang kalau dipikir-pikir sangatlah simpel. Paling cuma beda pekerjaan, beda warna bulu, sama tentu saja yang kadang jadi masalah besar … beda jenis makanan. Tapi tidak seharusnya hal tersebut dipikirkan terlalu dalam-dalam lah. Kalau dijalani juga nanti lama-lama terbiasa,” jelas temanku yang terlalu liberal ini.

“Hei tunggu dulu, ini bukan sekadar warna bulu, jenis makanan, dan sejenisnya. Perbedaan yang ada jauh lebih besar tahu. Mulai dari tempat hidup sampai ke cara hidup, semuanya berbeda total,” sanggahku.

“Ah itu memang kau saja yang terlalu banyak kepikiran. Hal minor itu mah, jangan dipikirkan terlalu berlebihan.”

“Bagaimana tidak dipikirkan secara berlebihan, ini masalah masa kini, masa depan, dan masa lalu tahu, berbuat gegabah hanya akan berakhir merugikan.”

“Jadi maumu apa?”

“Tidak tahu…” jawabku sambil menundukkan kepala.

Percakapan ini memang bukan yang pertama kalinya terjadi. Tentunya hasil akhir percakapannya pun kurang lebih selalu sama. Terkadang aku sampai tidak enak sendiri sama temanku yang mungkin saja sudah bosan mendengarkan keluh-kesah tidak ada jawaban yang muncul dari otak unggasku ini.

Kami terdiam sementara sambil temanku memandangiku dengan wajah yang menunjukkan sifat khawatir dan kasihan. Tidak lama kemudian, bel berbunyi dan waktu istirahat kami pun berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun