Ada rintik mentari perlahan pudar di sunyi pagi
Langit basah tak kunjung hujan dan hanya menutup sendu
Terlihat jauh fatamorgana banjir kusangka hanya pantulan mentari
Jalanan tak berujung hanya penuh dengan macam-macam debu
Orang-orang bising dengan antrean kendaraan penuh variasi di ujung jalan tak bertepi
Memacu gairah agar muka tak terasa malu jika tepat di tujuan tepat waktu
Tak peduli macam apapun tindakan pagi dilewati
Aksesoris dasi dengan paduan warna cocok terselip di antara kerah baju
Hilir mudik lautan manusia semakin siang semakin anarki
Macet menambah keluh kesah dari sisa semangat tak menentu
Sampai kapan kalian akan terus berkelakuan seperti ini
Membuat pagi tak lagi sesejuk embun menetas dan lembabnya batu
Kalian berbuat anarki di pagi hari dengan tanpa disiadari
Sorenya kalian tertunduk lemas di bawah langit karena hari semakin semu
Berharap esok hari libur dan hanya akan menikmati dengan masalah dan secangkir kopi
Sore bertemu sore lalu siang bertemu siang dilanjut malam bertemu malam pun demikian pagi berjumpa pagi
Sudahkah kalian bersyukur untuk setiap nikmat Tuhan dalam hidup yang fana ini?Â
Cibeber, 24 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H