Mohon tunggu...
Muhammad Afif Al Fahmi Asri
Muhammad Afif Al Fahmi Asri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Studying at Universitas Negeri Padang | Indonesian Language and Literature Education | Junior Graphic Designer | Blogger | Poetry Writing Enthusiast

Saya adalah Muhammad Afif Al Fahmi Asri, mahasiswa aktif di Universitas Negeri Padang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai individu yang terus berkembang, saya berfokus pada eksplorasi bidang sastra, desain grafis, dan penulisan kreatif, khususnya puisi. Ketertarikan saya pada seni dan sastra telah membawa saya untuk berkontribusi dalam berbagai proyek, mulai dari blogging, merancang media pembelajaran berbasis teknologi untuk materi cerpen, hingga menerbitkan antologi puisi berjudul Menghitung Sisa Hari. Pengalaman saya meliputi peran sebagai desainer grafis junior, blogger, dan peserta dalam program Kampus Mengajar, di mana saya dipercaya menjadi ketua kelompok. Saya juga telah berkompetisi dalam berbagai lomba sastra tingkat nasional dan internasional. Tak hanya itu, sejak SMA, saya juga aktif berkompetisi dalam olimpiade-olimpiade tingkat nasional. Dengan semangat terus belajar dan berbagi, saya berharap dapat memberi dampak positif di bidang sastra, pendidikan, dan desain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Terakhir dari Gunung

10 Desember 2024   08:50 Diperbarui: 10 Desember 2024   12:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalur perjalanan ini sangat asing bagiku, tapi ayahku seperti sangat menikmati jalur ini. Biasanya sebelum meninggalkan kota Padang kami akan diiringi sejuknya sepoi angin dan pepohonan khas Sitinjau Lauik. Empat jam yang lalu, ayahku membawa kendaraan ini melalui jalur muara laut biru dengan aroma khas pesisir yang tidak mudah dilupakan. Mungkin ayahku sengaja melalui jalur ini supaya lebih mengenali luasnya wilayah ini, dan nantinya bisa sedikit bernostalgia di salah satu kota yang pasti akan dilewati, apa lagi kalau bukan tempatnya dulu menimba ilmu. 

Kantukku makin menjadi, tak sanggup kutahan. Kupasrahkan badan ini bersandar di dinding sudut mobil dan kuiklaskan mataku untuk memejam. Tapi pikiranku tidak bisa sepenuhnya kupasrahkan dalam istirahatnya. Sesekali pikiranku berpindah-pindah. Sebentar tadi masih di seputar perjalanan yang melelahkan, sebentar kemudian berpindah ke masa-masa sekolah, terus tiba-tiba melompat ke gol indah tim U-22 ke gawang Kamboja di SEA Games 2023. Terus seperti itu berganti-ganti topik. Setiap perjalanan jauh seperti ini aku memang menghindari untuk tidur betulan, sengaja supaya tetap siaga jika suatu waktu terjadi di perjalanan. Sebenarnya ini berbahaya, tidak kompaknya antara lahir dan batin saat istirahat tidur bisa membuat sakit kepala. Ayahku dulu sering mengatakan begitu. Coba bayangkan, sudah berapa topik pemikiran yang berseliweran di kepalaku selama hampir empat jam perjalanan. Sementara untuk sampai di rumahku nanti masih butuh kurang lebih dua puluh empat jam lagi.

"Ayo turun, istirahat... Kita makan apa sholat dulu ini?"... .  

"Sholat dulu aja, Yah." Jawab bunda, menanggapi pertanyaan ayahku.

Sambil setengah mengantuk aku turun dan berjalan mengiring bunda menuju mushola di samping rumah makan. Kami melanjutkan dalam perjalanan malam yang sepi. Ayah seperti biasa selalu bercerita saat membawa mobil di perjalanan jarak jauh. Ini salah satu trik untuk menghilangkan kantuk, selebihnya adalah mengenalkan daerah yang dilalui, dan tak lupa memanfaatkan kebersamaan kami untuk berbincang-bincang tentang apa saja sebagai keluarga, termasuk menasihati diriku. Bagian terakhir ini biasanya membuat aku dan abangku hanya jadi pendengar setia, untuk kemudian larut dalam kantuk yang nyenyak. Perjalanan malam memang spesialis ayahku. Abangku yang sudah puas tidur selepas istirahat Sholat Shubuh besok pagi akan menggantikan.

Hamparan laut lepas Samudera Hindia di bawah bukit menyapa mata yang masih sipit. Luar biasa indah, tapi sayang kami hanya bisa menikmati dari ketinggian sebab jalan yang kami lalui adalah kaki pegunungan dalam kawasan Bukit Barisan Selatan yang tinggi. Tepat di samping di balik semak tebing terhampar di bawahnya lautan dengan debur ombak Samudera yang keras. Meski baru sekali melalui jalur ini, aku bisa menebak kalau kami sudah sampai di wilayah Lampung, tepatnya Lampung Barat. Sebab beberapa tempat yang kulalui tadi tampak memiliki hiasan berbentuk siger, yakni mahkota khas masyarakat adat Lampung. Aku masih menimbang-nimbang untuk mengajak abangku berhenti jika berjumpa tempat yang aman dan memiliki spot foto yang bagus. Tapi aku ragu mengutarakannya, karena aku tahu persis, abangku paling tidak suka foto-foto.   

Aku masih penasaran dengan daerah ini. Pengetahuanku tentang sejarah memang lemah karena pemikiranku sering protes namun tidak pernah kusampaikan ke guru. Pemikiranku kacau karena menurutku, lazimnya pusat kerajaan pastilah sebagai pusat peradaban dan pasti wilayahnya lebih maju, tapi di mana itu semua? Percuma aku bertanya, guru sejarahku pasti akan sulit menjelaskan dan hanya berputar-putar membuatku semakin pusing. Itulah mengapa aku lebih senang belajar IPA ketimbang IPS, tidak pasti dan tidak berbasis kebermanfaatan dalam kehidupan masa kini, namun selalu indah di dalam setiap kisah.

Namun begitu aku cukup terhibur dengan cerita-cerita sejarah, setidaknya kebangganku pada tanah air juga terpenuhi. Itulah mengapa sesekali aku masih ingin tahu sedikit kalau di tempatku berdiri ini adalah wilayah cikal-bakal orang Lampung berasal.

"Bang, pinjem Hpnya ya", pintaku.

"Hemm, untuk apalah, di tempat begini geh mau main game."  Timpal abang, yang mengira aku pinjam hp untuk main game.  Aku tak perlu menjelaskan, terus langsung saja searching mencari tahu wilayah ini. Untunglah jaringan sinyal hp ini bagus.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun