kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari
Puisi SDD berjudul Pada Suatu Hari Nanti dicipta tahun 1991, atau 29 tahun sebelum kematiannya. Puisi ini seakan-akan sebagai salam perpisahan kepada siapapun yang dikenalnya, terutama para pecinta puisi. Puisi tersebut seperti hendak berpamitan sekaligus mengingatkan kepada semua orang bahwa dunia ini fana, tidak abadi. Dirinya, dan siapapun suatu saat pasti akan kembali kepada sang Pencipta. “Pada suatu hari nanti, jasadku tak akan ada lagi”, dan “pada suatu hari nanti, suaraku tak terdengar lagi”, menjadi bukti kuat gambaran kefanaan itu.
Meski menggambarkan kematian dengan suasana yang mencekam, puisi ini tetap memunculkan keromantisan khas SDD. Romantisme setiap orang yang akan pergi dan yang ditinggalkan itu selalu ada, terutama yang memiliki kedekatan emosional mendalam serta yang meninggalkan kebaikan. Ini ditunjukkan dengan penggunaan kata ‘tapi’ dan ‘namun’ pada puisi tersebut. “tapi dalam bait-bait sajak ini, kau tak akan kurelakan sendiri”, “tapi di antara larik-larik sajak ini, Kau akan tetap kusiasati”, dan “namun di sela-sela huruf sajak ini, kau tak akan letih-letihnya kucari”. Sebuah keniscayaan bagi seotrang maestro meskipun jasadnya tiada, tetap mengabadi melalui karyanya sebagaimana janjinya dalam larik-larik tersebut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!