Mohon tunggu...
Muhammad Afif Al Fahmi Asri
Muhammad Afif Al Fahmi Asri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aspiring Educator | Indonesian Language and Literature Student at UNP | Graphic Design & Poetry Enthusiast | Writer

Saya Muhammad Afif Al Fahmi Asri, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Padang. Saya memiliki hobi menulis puisi, dan hobi ini berhasil membawa saya untuk menerbitkan buku antologi puisi pertama saya yang berjudul "Menghitung Sisa Hari". Selain fokus pada penulisan sastra, saya aktif menulis di platform seperti GNFI, Kompasiana, dan Indonesiana, berbagi cerita, opini, serta inspirasi kepada pembaca luas. Menulis bukan hanya hobi, melainkan cara saya menyampaikan suara, mencipta karya, dan meninggalkan jejak yang bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengungkap Mistisisme Hujan Bulan Juni

9 Desember 2024   15:56 Diperbarui: 6 Januari 2025   01:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Sapardi Djoko Damono (Sumber: Gramedia Blog)

masih patutkah kuhitung segala milikku

selembar celana dan selembar baju

ketika kusebut berulang nama-Mu; taram-

temaram bayang, bianglala itu

Sajak Desember karya SDD ini bertema introspeksi pada masa tua, menggambarkan momen penilaian atas perjalanan hidup yang telah dilalui. Penyair menggunakan metafora alam, seperti daun penanggalan yang gugur dan hujan yang terdengar dari celah jendela, untuk membingkai suasana batin yang mencerminkan perubahan dan kerinduan emosional. Ungkapan seperti "miskinnya diriku," "ada yang terbaring di kursi letih sekali," dan "masih patutkah kuhitung segala milikku" menunjukkan perasaan keterbatasan dan kelelahan di usia tua, serta kebutuhan untuk melepaskan beban. Penyair juga mengekspresikan hubungan dengan Tuhan melalui frasa seperti "kutanggalkan mantel serta topiku yang tua" dan "hutang-hutangku pada-Mu," yang mencerminkan introspeksi dan pembersihan diri sambil menghitung kembali hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Mistisisme terungkap lewat pengakuan penyair terhadap keagungan Tuhan, yang simbolisasikan kedekatan dan pemahamannya atas ketuhanan. Desember, sebagai bulan terakhir dalam setahun, menjadi simbol masa tua atau akhir perjalanan hidup, tercermin dalam bait pertama, "Kutanggalkan mantel serta topiku yang tua, ketika daun penanggalan gugur, lewat tengah malam. Kemudian kuhitung, hutang-hutangku pada-Mu." Hal ini semakin dikuatkan pada bait terakhir, "ketika kusebut berulang nama-Mu; taram-temaram bayang, bianglala itu," di mana bianglala (pelangi) melambangkan keindahan yang memudar akibat kelalaian. Puisi ini menyiratkan introspeksi mendalam dan mengingatkan pembaca untuk merenungkan hubungan dengan Tuhan di akhir hidup.

 

PADA SUATU HARI NANTI

 

Pada suatu hari nanti,

jasadku tak akan ada lagi,

tapi dalam bait-bait sajak ini,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun