Mohon tunggu...
Fahmi Lathif
Fahmi Lathif Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk keabadian

email: fahmilathif08@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Hamparan Lebah di Tanah yang Subur

14 Juli 2022   12:20 Diperbarui: 14 Juli 2022   12:29 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tema ini sengja saya angkat untuk sedikit membuka khazanah berpikir kita sebagai manusia yang cinta terhadap lebah. Secara keilmuan, materi tentang lebah literaturnya sangat sedikit. Ini dikarenakan minimnya ilmuan atau peneliti yang meneliti tentang lebah. 

Padahal, jika kita perhatikan praktisi atau peternak lebah di Indonesia sangat banyak. Kendalanya adalah minim literatur sehingga minat masyarakat untuk belajar lebah sangat sedikit. Bahkan diantara kita khususnya pemua sering bertanya bagaimana cara beternak lebah yang benar?

Keprihatinan ini menjadi kegelisahan tersendiri bagi  dunia perlebahan di Indonesia. Mereka yang ingin belajar lebah khusus bagi pemula akan sangat sukar menemukan cara beternak yang benar, disisi lain secara tidak langsung banyak praktisi atau peternak lebah yang masih berbeda argumen cara berternak lebah walaupun mereka sudah berpengalaman. Kedua pandangan tersebut perlu sekali kita bahas dan disatukan agar tidak terjadi masalah dalam beternak lebah dikemudian hari.

Ada beberapa faktor sebenarnya yang menjadi penghambat ilmu perlebahan tidak berkembang. Salah satunya adalah tidak ada standar atau pakem bagaimana cara beternak lebah yang benar. 

Imbasnya banyak argumen dari peternak lebah baik pemula dan praktisi yang rancu, contohnya mengakui dirinya lebih tahu cara beternak lebah dari yang lainnya, padahal ilmunya masih minim atau sebaliknya yang sudah pandai lebih memilih diam dalam keadaan. Ini sebenarnya yang harus kita rubah secara mental, kita harus Open mind yang luas dan berpikir kritis bahwa kita semua sama dan harus belajar bersama.

Secara garis besar memang sudah ada aturan tata cara beternak lebah secara internasional, namun akan tetapi lebih indah jika kita menetukan pakemnya sendiri, mengingat lebah yang ada di Indonesia hidup dengan cara sendiri dan vegetasi sendiri sehingga beda perlakuan dengan negara lain. 

Ini tentunya menjadi keunikan tersendiri kalau kita mau mengembangkan dan mentukan pakemnya sendiri sehingga dunia perlebahan Indonesia akan sangat menarik.

Pertanyaanya mampukah kita mencintai lebah dengan hati? Jika kita ingin mencintai lebah tentu kita harus tahu dulu ilmunya lebah. Ilmu itu diperoleh dengan belajar dan membaca banyak literatur. Literatur ini sebenarnya menjadi salah satu kendala. 

Banyak sekali praktisi perlebahan yang pintar atau ahli, namun sangat disayangkan mereka tidak mau menuliskan atau menceritakan pengalaman mereka. 

Mereka hanya menularkannya dari mulut ke mulut sehingga ilmu itu tidak berkembang sehingga banyak masyarakat awam yang kesulitan jika ingin mempelajarinya. Seperti halnya para pemula yang ingin belajar lebah. 

Mereka "mentog" terhenti Cuma sampai disitu dan bingung mau bertanya sama siapa? bagaimana ? untuk apa? Tak jarang dari mereka yang berhenti karena kalah dalam ketidaktahuannya. 

Imbasnya adalah banyak dari mereka yang tidak tahu lebah. Kalau mereka tidak tahu lebah, bagaimana mereka menjual produknya ke konsumen? Apakah mereka bisa membedakan madu murni dan tidak murni?

Sekilas pertanyaan seperti itu sering terlintas diantara para pemula mapupun mereka yang sudah praktisi. Memang kelemahan kita adalah jarang sekali kita sharing informasi pengetahuan tentang ilmu. Jadi, tidak ada jembatan penghubung yang bisa digunakan untuk ajang bertukar pikiran. 

Toh kalau ada, itupun hanya sebatas organisasi yang mengarah pada penjualan bukan organisasi yang melahirkan bibit-bibit calon peternak muda yang profesional. 

Oleh karena itu, perlu sekali kita duduk bersama memikirkan nasib perlebahan kita bagaimana supaya perlebahan Indonesia lebih maju dan jangan ada lagi masyarakat yang dikorbankan?

Korban Lebah

Korban dari keganasan lebah ini sangat luar biasa dampaknya. Salah satu faktornya adalah ketidaktahuan mereka tentang lebah. Ketidaktahuan ini sering sekali dijadikan manfata oleh oknum-oknum jahat dan tidak bertanggungjawab yang menjual produknya. 

Mereka kebanyakan memanfaatkan kelemahan konsumen dengan berusaha meyakinkan bahwa produknya paling baik. Alih-alih banyak konsumen khususnya masyarakat awam yang terjebak. 

Contoh sederhananya, mereka kebanyakan hanya melihat postingan lebah atau postingan madu yang ada di sosial media. Haslinya adalah pemikiran instan dan keyakinan hati serta pikiran bahwa apa yang diposting itu benar sehingga ada niatan untuk membeli produk tersebut.  

Akhirnya, banyak dari mereka yang terjebak pada madu jelek atau SOS. Fakta ini sebenarnya sering sekali  terjadi, banyak para konsumen dirugikan. 

Penyebanya imbas dari ketidaktahuan mereka tentang lebah dan mereka hanya bersumber dari data yang dilihat disosial media tanpa merujuk pada ilmu atau literaturnya.

Jika kita amati bersama, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita yang harus segera diselesaikan. Cara apa yang harus kita tempuh? Salah satunya adalah dengan membuat wadah edukasi. 

Para praktisi lebah yang sudah berpengalaman wajib menularkan ilmunya kepada masyarakat awam. Para akadmisi wajib melakukan penelitian serta kajian mendalam tentang lebah.

 Pemerintah wajib memfasilitasi dengan membuat saluran informasi yang tepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Jika ketiga poin di atas berjalan, insyaalloh  akan menjadi ledakan besar bagi dunia perlebahan Indonesia.

Namun untuk mencapai ledakan itu, jika saya amati, masih ada satu pola pikir primitif yang harus kita benahi terlebih dahulu. Salah satunya adalah perlebahan kita masih dijadikan lahan bisnis bukan lagi merujuk pada mencetak bibit Beekeeper profesional. Alih-alih siapa yang memiliki modal banyak dan jadi pengempul maka dia akan menjadi pemenang pasar. 

Jadi, ruh lebah seakan-akan hilang, mereka lebih mengejar marjin penjualan. Disisi lain mereka untung besar, disisi lain banyak masyarakat dikorbankan. 

Tidak hanya masyarakarat yang menjadi korban, lebah pun menjadi korban yaitu dengan menyusutnya koloni atau punah karena masyarakat tidak mencintai dan lebah hanya menjadi hewan eksploitasi bisnis.

Kekhawatiran ini harus kita hadapi bersama bahwa perlu kita sedikit terbuka dan menyadari pentinya kita bekerja sama membangun dunia perlebahan di Indoensia. 

Apalagi Indonesia merupakan surganya lebah. Hamparan hutan yang luasnya tiada tara. Tumbuh-tumbuhan terdapat dimana-mana tempat lebah mencari nektar dan polen. Haruskah kita menyia-nyiakan lebah? 

Marii kita semua bergandeng tangan menyelamatkan lebah dan menjadikan Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi lebah di dunia.

Wasalam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun