Jika kita amati bersama, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kita yang harus segera diselesaikan. Cara apa yang harus kita tempuh? Salah satunya adalah dengan membuat wadah edukasi.Â
Para praktisi lebah yang sudah berpengalaman wajib menularkan ilmunya kepada masyarakat awam. Para akadmisi wajib melakukan penelitian serta kajian mendalam tentang lebah.
 Pemerintah wajib memfasilitasi dengan membuat saluran informasi yang tepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Jika ketiga poin di atas berjalan, insyaalloh  akan menjadi ledakan besar bagi dunia perlebahan Indonesia.
Namun untuk mencapai ledakan itu, jika saya amati, masih ada satu pola pikir primitif yang harus kita benahi terlebih dahulu. Salah satunya adalah perlebahan kita masih dijadikan lahan bisnis bukan lagi merujuk pada mencetak bibit Beekeeper profesional. Alih-alih siapa yang memiliki modal banyak dan jadi pengempul maka dia akan menjadi pemenang pasar.Â
Jadi, ruh lebah seakan-akan hilang, mereka lebih mengejar marjin penjualan. Disisi lain mereka untung besar, disisi lain banyak masyarakat dikorbankan.Â
Tidak hanya masyarakarat yang menjadi korban, lebah pun menjadi korban yaitu dengan menyusutnya koloni atau punah karena masyarakat tidak mencintai dan lebah hanya menjadi hewan eksploitasi bisnis.
Kekhawatiran ini harus kita hadapi bersama bahwa perlu kita sedikit terbuka dan menyadari pentinya kita bekerja sama membangun dunia perlebahan di Indoensia.Â
Apalagi Indonesia merupakan surganya lebah. Hamparan hutan yang luasnya tiada tara. Tumbuh-tumbuhan terdapat dimana-mana tempat lebah mencari nektar dan polen. Haruskah kita menyia-nyiakan lebah?Â
Marii kita semua bergandeng tangan menyelamatkan lebah dan menjadikan Indonesia sebagai Tuan Rumah bagi lebah di dunia.
Wasalam. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H