Ardi membuka matanya. Ia tidak tahu dari mana suara itu berasal. Tapi ada sesuatu yang aneh seperti dorongan kuat untuk melakukan sesuatu.
Keesokan harinya, Ardi membawa salah satu lukisannya ke sekolah. Lukisan itu menggambarkan sebuah keluarga kecil di tengah hujan, dengan satu anak yang berdiri di luar lingkaran, memegang payung sendirian. Guru seninya, Bu Ratna, langsung terpesona.
“Ardi, ini luar biasa!” seru Bu Ratna. “Kamu harus ikut lomba seni ini. Lukisanmu sangat emosional.”
Ardi ragu. “Tapi, apa gunanya, Bu? Tidak ada yang peduli.”
Bu Ratna menatapnya tajam. “Ardi, dunia akan peduli jika kamu berani menunjukkan siapa dirimu.”
Dengan dorongan itu, Ardi akhirnya mendaftar ke lomba seni. Ia menghabiskan malam-malamnya melukis, mencurahkan seluruh perasaannya ke dalam karya seni. Namun, ia tidak memberi tahu keluarganya. Ia ingin melihat, apakah hasil karyanya bisa membuat mereka menyadari keberadaannya.
Hari perlombaan tiba. Bu Ratna mendaftarkan Ardi, meskipun keluarganya tidak tahu apa-apa. Ardi merasa, tidak ada gunanya memberi tahu mereka. Namun, saat hasil perlombaan diumumkan, Ardi mendapat kabar mengejutkan.
“Selamat, Ardi!” ujar Bu Ratna di telepon. “Kamu juara pertama! Lukisanmu akan dipamerkan di galeri seni akhir pekan ini.”
Ardi terdiam. Tangannya gemetar, antara bahagia dan bingung.
Bu Ratna melanjutkan, “Saya ingin keluargamu hadir di acara pameran itu. Kamu harus memberi tahu mereka.”
Dengan berat hati, Ardi pulang ke rumah. Malam itu, ia akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara.