Mohon tunggu...
Fahlevi Vici Febriyani
Fahlevi Vici Febriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relations - Universitas Mercu Buana

Nama : Fahlevi Vici Febriyani NIM : 44223010169 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2_Diskursi Gaya Kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram dalam Upaya Pencegahan Korupsi_Fahlevi Vici Febriyani

12 November 2023   14:04 Diperbarui: 12 November 2023   14:05 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ki Ageng Suryomentaram memandang bahwa keinginan manusia, seperti membutuhkan tempat tinggal, pakaian, dan makanan, merupakan contoh keinginan yang wajar. Namun, keinginan ini dapat membingungkan pikiran manusia, tergantung pada faktor-faktor tertentu. Karep, yang cenderung berkembang dan berkontraksi, dapat diatur dengan prinsip mulur-mungkret untuk mencegah pelampaian yang berlebihan atau melanggar norma sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip mulur-mungkret dapat membantu mengelola keinginan agar sesuai dengan kemampuan dan norma yang berlaku. Sebagai contoh, seseorang yang mencapai keinginan memiliki handphone mungkin kemudian menginginkan laptop. Jika keinginan ini tidak terpenuhi, prinsip mungkret mengajarkan untuk menerima apa yang dapat dicapai saat ini.

Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa keinginan yang tidak tercapai dapat menyebabkan mungkret (kekecewaan), dan jika tidak diatasi, kekecewaan ini dapat bertambah dan bertambah. Oleh karena itu, manusia perlu mampu menghibur diri dan menerima kenyataan dengan senang hati, suatu sikap yang dalam ilmu tasawuf disebut "ridha."

Dalam budaya Jawa, ajaran seperti sikap tepa seliro (toleransi), rumangsa (empati), tata krama (sopan santun), wani ngalah (mampu mengalah), dan manjing ajur-ujer (mampu menyesuaikan diri) juga diterapkan. Semua ini merupakan upaya untuk menciptakan kehidupan yang damai dan bahagia.

Ketika seseorang telah memahami diri dan keinginannya, ia dapat mengendalikan dirinya sendiri. Sebab, keinginan selalu ada dan cenderung tidak terbatas. Oleh karena itu, manusia harus mawas diri, meneliti keinginannya, dan menerima kenyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang layak dicari atau ditolak mati-matian.

Inti dari pelajaran Kawruh Jiwa adalah belajar memahami diri sendiri secara tepat, benar, dan jujur. Ini menjadi dasar untuk memahami orang lain dan lingkungannya, menciptakan hidup yang baik, damai, dan bahagia.

Intinya, Mulur Mungkret adalah kemampuan untuk bersikap fleksibel dalam menghadapi masalah dan mengalami kehidupan. "Mulur" berasal dari bahasa Jawa yang berarti memanjang atau mengembang, sementara "Mungkret" berarti merengkus atau mengecil. Menurut pemikiran Ki Ageng Suryomentaram, perasaan senang muncul ketika keinginan tercapai. Saat keinginan tercapai, seseorang merasakan kebahagiaan, kelezatan, kelegaan, kepuasan, ketenangan, dan kegembiraan. Namun, perlu diingat bahwa keinginan yang terpenuhi cenderung "mulur" atau meningkat, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Artinya, apa yang diinginkan menjadi lebih besar, entah dalam jumlah atau kualitas, sehingga tidak mungkin selalu tercapai dan justru dapat menimbulkan penderitaan. Oleh karena itu, kebahagiaan tidak dapat bertahan secara terus-menerus.

Mawas Diri

Mawas diri, dalam konteks linguistik, merujuk pada proses introspeksi, yaitu mengamati diri sendiri secara penuh kesadaran guna mengenali segala kelemahan dan kekurangan yang dimiliki. Ketika seseorang mencapai tingkat mawas diri, ia secara alami akan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki dirinya dengan sepenuh kesadaran dan memanfaatkan potensi yang dimilikinya.

Keberadaan manusia seringkali diwarnai oleh kesulitan hidup, sebab manusia pada dasarnya memiliki pemahaman yang terbatas terhadap dirinya sendiri. Manusia sebagai makhluk memiliki berbagai keinginan, dan jika keinginan tersebut tidak dijaga, konsekuensinya bisa fatal karena manusia kehilangan kendali terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep kramadangsa menjadi esensial. Selain itu, manusia juga perlu memiliki kemampuan untuk membedakan antara sesuatu yang benar dan yang hampir benar.

Mawas diri menjadi mekanisme untuk mengatur dan menjaga keinginan yang ada dalam diri manusia agar tidak bersikap sembrono. Proses mawas diri akan tercapai ketika manusia mampu memahami makna dari kromodongso, atau dengan kata lain, memahami diri sendiri secara menyeluruh. Dalam konteks ini, mawas diri bukan sekadar tindakan refleksi diri, tetapi juga upaya untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang esensi keberadaan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun